Tuesday, January 22, 2019

12.2 Proses Pelarutan

Daya tarik antarmolekul yang menyatukan molekul dalam cairan dan padatan juga memainkan peran sentral dalam pembentukan larutan. Ketika satu zat (zat terlarut) larut dalam zat lain (pelarut), partikel-partikel zat terlarut tersebar ke seluruh pelarut. Partikel terlarut menempati posisi yang biasanya diambil oleh molekul pelarut. Mudahnya suatu partikel terlarut menggantikan molekul pelarut tergantung pada kekuatan relatif dari tiga jenis interaksi berikut, yaitu:

• interaksi pelarut-pelarut
• interaksi terlarut-terlarut
• interaksi pelarut-terlarut

Agar lebih sederhana, dapat dibayangkan proses larutan berlangsung dalam tiga langkah berbeda (Gambar 12.2). Langkah pertama adalah pemisahan molekul pelarut, dan langkah kedua memerlukan pemisahan molekul zat terlarut. Langkah-langkah ini membutuhkan masukan energi untuk memecah gaya antarmolekul yang saling tarik menarik; oleh karena itu, bersifat endotermik. Pada langkah ketiga, molekul pelarut dan zat terlarut bercampur. Proses ini bisa eksotermik ataupun endotermik. Kalor dari larutan ΔHlar diperoleh dengan rumus:

ΔHlar = ΔH1ΔH2ΔH3

Jika tarikan pelarut-pelarut lebih kuat daripada tarikan terlarut-terlarut dan tarikan pelarut-terlarut, proses pelarutannya lebih disukai, atau eksotermik (ΔHlar < 0). Jika interaksi terlarut-pelarut lebih lemah dari interaksi pelarut-pelarut dan interaksi terlarut-terlarut, maka proses pelarutannya adalah endotermik (ΔHlar > 0).

Mungkin muncul pertanyaan mengapa zat terlarut larut sama sekali dalam pelarut jika tarikan molekulnya sendiri lebih kuat daripada tarikan zat terlarut-pelarut. Proses pelarutan, seperti semua proses fisika dan kimia, diatur oleh dua faktor. Salah satunya adalah energi, yang menentukan apakah suatu proses larutan eksotermik atau endotermik. Faktor kedua adalah kecenderungan yang melekat pada ketidakteraturan di semua peristiwa alam. Dengan cara yang hampir sama bahwa setumpuk kartu remi baru tercampur setelah dikocok beberapa kali, ketika molekul zat terlarut dan pelarut bercampur membentuk larutan, terjadi peningkatan keacakan, atau ketidakteraturan. Dalam keadaan murni, pelarut dan zat terlarut memiliki tingkat keteraturan yang merata, yang dicirikan oleh susunan atom, molekul, atau ion yang kurang lebih teratur dalam ruang tiga dimensi. Sebagian besar urutan ini berantakan ketika zat terlarut ada dalam pelarut (lihat Gambar 12.2). Oleh karena itu, proses pemecahannya disertai dengan peningkatan ketidakteraturan. Ini adalah peningkatan ketidakteraturan sistem yang mendukung kelarutan zat apa pun, bahkan jika proses pelarutannya adalah endotermik.

Gambar 12.2 Gambaran molekuler dari proses pelarutan yang digambarkan berlangsung dalam tiga langkah: Pertama, molekul pelarut dan zat terlarut dipisahkan (langkah 1 dan 2). Kemudian campuran molekul pelarut dan zat terlarut (langkah 3).

Kelarutan adalah ukuran berapa banyak zat terlarut yang akan larut dalam pelarut pada suhu tertentu. Ungkapan "suka sama suka" berguna untuk memprediksi kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu. Arti dari ungkapan ini adalah bahwa dua zat dengan gaya antarmolekul dengan jenis dan besaran yang sama cenderung dapat larut satu sama lain. Misalnya, karbon tetraklorida (CCl4) dan benzena (C6H6) adalah cairan nonpolar. Satu-satunya gaya antarmolekul yang ada dalam zat ini adalah gaya dispersi (lihat Bagian 11.2). Ketika kedua cairan ini bercampur, keduanya akan segera larut satu sama lain, karena tarikan antara molekul CCl4 dan C6H6 sebanding besarnya dengan gaya antar molekul CCl4 dan antar molekul C6H6. Dua cairan dikatakan dapat larut jika keduanya benar-benar larut satu sama lain dalam semua proporsi. Alkohol seperti metanol, etanol, dan 1,2-etilen glikol dapat larut dengan air karena dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air:




Ketika natrium klorida larut dalam air, ion-ion distabilkan dalam larutan melalui hidrasi, yang melibatkan interaksi ion-dipol. Secara umum, diperkirakan bahwa senyawa ionik harus jauh lebih larut dalam pelarut polar, seperti air, amonia cair, dan hidrogen fluorida cair, daripada dalam pelarut nonpolar, seperti benzena dan karbon tetraklorida. Karena molekul pelarut nonpolar memiliki momen dipol lemah, mereka tidak dapat secara efektif melarutkan ion Na⁺ dan Cl⁻. (Pelarutan adalah proses di mana ion atau molekul dikelilingi oleh molekul pelarut yang disusun dengan cara tertentu. Proses ini disebut hidrasi jika pelarutnya adalah air.) Interaksi antarmolekul yang dominan antara ion dan senyawa nonpolar adalah interaksi dipol yang diinduksi ion, yang jauh lebih lemah daripada interaksi ion-dipol. Akibatnya, senyawa ionik biasanya memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam pelarut nonpolar.

Contoh 12.1 menggambarkan cara memprediksi kelarutan jika diketahui gaya antarmolekul dalam zat terlarut dan pelarut.

Contoh 12.1
Perkirakan kelarutan relatif dalam kasus berikut: (a) Brom (Br2) dalam benzena (C6H6, 𝜇 = 0 D) dan dalam air (𝜇 = 1,87 D), (b) KCl dalam karbon tetraklorida (CCl4, 𝜇 = 0 D ) dan dalam amonia cair (NH3, 𝜇 = 1,46 D), (c) formaldehida (CH2O) dalam karbon disulfida (CS2, 𝜇 = 0 D) dan dalam air.

Strategi
Dalam memprediksi kelarutan, ingat ungkapan: suka sama suka. Larutan nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar; senyawa ionik umumnya akan larut dalam pelarut polar karena interaksi ion-dipol yang menguntungkan; zat terlarut yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan pelarut akan memiliki kelarutan yang tinggi dalam pelarut tersebut.

Penyelesaian
(a) Br2 adalah molekul nonpolar dan oleh karena itu harus lebih larut dalam C6H6, yang juga nonpolar, daripada dalam air. Satu-satunya gaya antarmolekul antara Br2 dan C6H6 adalah gaya dispersi.

(b) KCl adalah senyawa ionik. Untuk melarutkannya, ion K⁺ dan Cl⁻ tunggal harus distabilkan dengan interaksi ion-dipol. Karena CCl4 tidak memiliki momen dipol, KCl seharusnya lebih larut dalam NH3 cair, molekul polar dengan momen dipol yang besar.

(c) Karena CH2O adalah molekul polar dan CS2 (molekul linier) nonpolar, maka gaya antara molekul CH2O dan CS2 adalah dipol yang diinduksi dipol dan dispersi. Di sisi lain, CH2O dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, sehingga seharusnya lebih mudah larut dalam pelarut tersebut.

Latihan
Apakah yodium (I2) lebih larut dalam air atau dalam karbon disulfida (CS2)?

12.1 Jenis Larutan

Pada Bagian 4.1 telah dicatat bahwa larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat. Karena definisi ini tidak membatasi sifat zat yang terlibat, dapat dibedakan enam jenis larutan, tergantung pada keadaan awal (padat, cair, atau gas) komponen larutan. Tabel 12.1 diberikan contoh untuk setiap jenis.

Tabel 12.1

Jenis Larutan

Komponen 1

Komponen 2

Keadaan hasil larutan

Contoh

Gas

Gas

Gas

Udara

Gas

Cair

Cair

CO2 dalam air

Gas

Padat

Padat

H2 dalam paladium

Cair

Cair

Cair

Etanol dalam air

Padat

Cair

Cair

NaCl dalam air

Padat

Padat

Padat

Cu/Zn, Sn/Pb


Fokus kita dalam bab ini adalah pada larutan yang melibatkan setidaknya satu komponen cair — yaitu larutan gas-cair, cair-cair, dan cair-padat. Dan, mungkin tidak terlalu mengherankan, pelarut cair di sebagian besar larutan yang akan dipelajari adalah air. Jadi setiap kali disebut kata "larutan" dalam blog ini menunjuk pada larutan dalam air (aq).

Kimiawan juga mengkarakterisasi larutan berdasarkan kapasitasnya untuk melarutkan zat terlarut. Larutan jenuh mengandung jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam pelarut tertentu pada suhu tertentu. Larutan tak jenuh mengandung lebih sedikit zat terlarut daripada yang dimiliki larutan jenuh. Jenis ketiga, larutan lewat jenuh, mengandung lebih banyak zat terlarut daripada yang ada dalam larutan jenuh. Larutan lewat jenuh sangat tidak stabil. Pada waktunya, beberapa zat terlarut akan keluar dari larutan lewat jenuh sebagai kristal. Kristalisasi adalah proses di mana zat terlarut keluar dari larutan dan membentuk kristal (Gambar 12.1). Perhatikan bahwa baik pengendapan dan kristalisasi menggambarkan pemisahan zat padat berlebih dari larutan jenuh. Namun, padatan yang dibentuk oleh kedua proses tersebut berbeda dalam penampilannya. Biasanya dianggap endapan yang terdiri dari partikel kecil, sedangkan kristal mungkin lebih besar dan terbentuk dengan baik.


Gambar 12.1 Dalam larutan natrium asetat jenuh (kiri), kristal natrium asetat dengan cepat terbentuk saat kristal butir kecil ditambahkan.


12. Sifat Fisik Larutan




Konsep Penting
  • Bab ini dimulai dengan mempelajari berbagai jenis larutan yang dapat dibentuk dari tiga keadaan materi, yaitu: padat, cair, dan gas. Larutan juga dicirikan oleh jumlah zat terlarut yang terdapat sebagai larutan tidak jenuh, jenuh, dan lewat jenuh. (12.1)
  • Selanjutnya akan dipelajari tentang pembentukan larutan pada tingkat molekuler dan melihat bagaimana gaya antarmolekul mempengaruhi energitika proses larutan dan kelarutan. (12.2)
  • Selanjutnya mempelajari empat jenis utama satuan konsentrasi — persen berdasarkan massa, fraksi mol, molaritas, dan molalitas — serta interkonversinya. (12.3)
  • Selanjutnya mempelajari suhu secara umum memiliki pengaruh yang nyata pada kelarutan gas, cairan dan padatan. (12.4)
  • Selanjutnya mempelajari bahwa tekanan tidak mempengaruhi kelarutan cairan dan padatan, tetapi sangat mempengaruhi kelarutan gas. Hubungan kuantitatif antara kelarutan dan tekanan gas diberikan oleh hukum Henry. (12.5)
  • Selanjutnya mempelajari bahwa sifat fisik seperti tekanan uap, titik leleh, titik didih, dan tekanan osmotik dari suatu larutan hanya bergantung pada konsentrasi dan bukan pada identitas zat terlarut yang ada. Pertama-tama mempelajari sifat koligatif ini dan aplikasinya untuk larutan nonelektrolit. (12.6)
  • Selanjutnya memperluas pelajaran tentang sifat koligatif untuk larutan elektrolit dan mempelajari pengaruh pembentukan pasangan ion pada sifat-sifat ini. (12.7)
  • Bab ini diakhiri dengan pelajaran singkat terhadap koloid, yang merupakan partikel yang lebih besar dari molekul tunggal yang tersebar di medium lain. (12.8)

Sebagian besar reaksi kimia terjadi, bukan antara padatan murni, cairan, atau gas, tetapi di antara ion dan molekul yang terlarut dalam air atau pelarut lain. Dalam Bab 5 dan 11 telah dipelajari sifat-sifat gas, cairan, dan padatan. Dalam bab ini dipelajari sifat larutan, konsentrasi terutama pada peran gaya antarmolekul dalam kelarutan dan sifat fisik larutan lainnya.



Tugas 11


Daftar jenis-jenis gaya antarmolekul yang ada di antara molekul (atau unit dasar) di masing-masing spesies berikut: (a) benzena (C6H6), (b) CH3Cl, (c) PF3, (d) NaCl, (e) CS2

Latihan 11


Berikan contoh untuk setiap jenis gaya antarmolekul. (a) interaksi dipol-dipol, (b) interaksi dipol yang diinduksi, (c) interaksi ion-dipol, (d) gaya dispersi, (e) gaya van der Waals

Kata Kunci

Adhesi, hal. 469
Padatan amorf, hal. 486
Titik didih, hal. 493
Kemasan terdekat, hal. 476

Ringkasan Pengetahuan Faktual dan Konseptual

1. Semua zat ada di salah satu dari tiga keadaan: gas, cair, atau padat. Perbedaan utama antara keadaan terkondensasi dan keadaan gas adalah jarak pemisahan molekul.

Rumus Penting


2d sin u 5 nl (11.1) Persamaan Bragg untuk menghitung jarak antar bidang atom dalam kisi kristal

Kristal Cair

Biasanya, ada perbedaan yang tajam antara keadaan padatan kristal yang sangat teratur dan susunan cairan molekul yang lebih acak. Es kristal dan air cair, misalnya, berbeda satu sama lain dalam hal ini. Satu kelas zat, bagaimanapun, cenderung sangat ke arah pengaturan yang teratur sehingga kristal leleh pertama membentuk cairan seperti susu, yang disebut keadaan paracrystalline, dengan sifat kristal yang khas. Pada suhu yang lebih tinggi, cairan susu ini berubah tajam menjadi cairan bening yang berperilaku seperti cairan biasa. Zat semacam itu dikenal sebagai kristal cair.

Mendidihkan Telur di Atas Puncak Gunung, Pemasak Bertekanan, dan Seluncur Es

Fase kesetimbangan dipengaruhi oleh tekanan eksternal. Tergantung pada kondisi atmosfer, titik didih dan titik beku air masing-masing dapat menyimpang dari 100 ° C dan 0 ° C, seperti yang kita lihat di bawah ini.

Semua Keinginan Satu Tombol

Pada Juni 1812, pasukan kuat Napoleon, sekitar 600.000 yang kuat, berbaris ke Rusia. Namun, pada awal Desember, pasukannya dikurangi menjadi kurang dari 10.000 orang. Sebuah teori menarik untuk kekalahan Napoleon berkaitan dengan tombol timah pada mantel tentaranya! Timah memiliki dua bentuk alotropik yang disebut (timah abu-abu) dan b (timah putih). Timah putih, yang memiliki struktur kubik dan penampilan logam mengkilap, stabil pada suhu kamar dan di atasnya. Di bawah 13 ° C, perlahan-lahan berubah menjadi timah abu-abu. Pertumbuhan acak dari mikrokristal timah abu-abu, yang memiliki struktur tetragonal, melemahkan logam dan membuatnya hancur. Jadi, di musim dingin Rusia yang parah, para prajurit mungkin lebih sibuk memegang mantel mereka bersama-sama dengan tangan mereka daripada membawa senjata.

Superkonduktor Suhu Tinggi

Logam seperti tembaga dan aluminium adalah konduktor listrik yang baik, tetapi mereka memiliki beberapa hambatan listrik. Bahkan, hingga sekitar 20 persen energi listrik dapat hilang dalam bentuk panas ketika kabel yang terbuat dari logam ini digunakan untuk mengirimkan listrik. Bukankah luar biasa jika kita dapat menghasilkan kabel yang tidak memiliki hambatan listrik?

Mengapa Danau Membeku dari Atas ke Bawah?

Fakta bahwa es kurang padat daripada air memiliki makna ekologis yang mendalam. Pertimbangkan, misalnya, perubahan suhu di air tawar danau di iklim dingin. Saat suhu air di dekat permukaan turun, kerapatan air ini meningkat. Air yang lebih dingin kemudian tenggelam ke arah bawah, sementara air yang lebih hangat, yang kurang padat, naik ke atas. Gerakan konveksi normal ini berlanjut sampai suhu di seluruh air mencapai 4 ° C. Di bawah suhu ini, kerapatan air mulai berkurang dengan penurunan suhu (lihat Gambar 11.13), sehingga tidak lagi tenggelam. Pada pendinginan lebih lanjut, air mulai membeku di permukaan. Lapisan es yang terbentuk tidak tenggelam karena kurang padat daripada cairan; bahkan bertindak sebagai isolator termal untuk air di bawahnya. Jika es lebih berat, es akan tenggelam ke dasar danau dan akhirnya air akan membeku ke atas. Sebagian besar organisme hidup di dalam air tidak dapat bertahan hidup dengan dibekukan dalam es. Untungnya, air danau tidak membeku dari bawah. Sifat air yang tidak biasa ini memungkinkan olahraga pemukulan es.

11.9 Diagram Fasa

Hubungan keseluruhan antara fasa padat, cair, dan uap paling baik disajikan dalam satu grafik yang dikenal sebagai diagram fasa. Diagram fasa meringkas keadaan di mana suatu zat ada sebagai padatan, cairan, atau gas. Pada bagian ini akan dibahas secara singkat diagram fasa air dan karbon dioksida.

Air
Gambar 11.40 (a) menunjukkan diagram fasa air. Grafik dibagi menjadi tiga wilayah, yang masing-masing mewakili fasa murni. Garis yang memisahkan dua wilayah menunjukkan kondisi di mana kedua fasa ini dapat berada dalam kesetimbangan. Sebagai contoh, kurva antara fasa cair dan fasa uap menunjukkan variasi tekanan uap dengan temperatur. (Bandingkan kurva ini dengan Gambar 11.35.) Dua kurva lainnya secara serupa menunjukkan kondisi keseimbangan antara es dan air cair dan antara es dan uap air. (Perhatikan bahwa garis batas padat-cair memiliki kemiringan negatif.) Titik di mana ketiga kurva bertemu disebut titik rangkap tiga, yang merupakan satu-satunya kondisi di mana ketiga fasa dapat berada dalam kesetimbangan satu sama lain. Untuk air, titik ini berada pada 0,01°C dan 0,006 atm.

Diagram fasa memungkinkan kita untuk memprediksi perubahan titik leleh dan titik didih suatu zat sebagai akibat dari perubahan tekanan eksternal; kita juga dapat mengantisipasi arah perubahan fasa yang disebabkan oleh perubahan suhu dan tekanan. Titik leleh normal dan titik didih air pada 1 atm masing-masing adalah 0°C dan 100°C. Apa yang akan terjadi jika peleburan dan pendidihan dilakukan pada beberapa tekanan lain? Gambar 11.40 (b) menunjukkan bahwa peningkatan tekanan di atas 1 atm akan menaikkan titik didih dan menurunkan titik leleh. Penurunan tekanan akan menurunkan titik didih dan meningkatkan titik leleh.
Gambar 11.40 (a) Diagram fase air. Setiap garis padat antara dua fasa menentukan keadaan tekanan dan suhu di mana kedua fasa tersebut dapat berada dalam kesetimbangan. Titik di mana ketiga fasa berada dalam kesetimbangan (0,006 atm dan 0,01 °C) disebut titik tripel. (b) Diagram fasa ini memberi tahukan bahwa meningkatkan tekanan pada es akan menurunkan titik lelehnya dan bahwa meningkatkan tekanan air akan meningkatkan titik didihnya.

Karbon Dioksida
Diagram fasa karbon dioksida (Gambar 11.41) secara umum mirip dengan air, dengan satu pengecualian penting — kemiringan kurva antara padat dan cair adalah positif. Faktanya, ini berlaku untuk hampir semua zat lainnya. Air berperilaku berbeda karena es kurang padat dari air cair. Titik tripel karbon dioksida berada pada 5,2 atm dan 257 °C.

Pengamatan yang menarik dapat dilakukan tentang diagram fasa pada Gambar 11.41. Seperti yang Anda lihat, seluruh fasa cair berada jauh di atas tekanan atmosfer; oleh karena itu, tidak mungkin karbon dioksida padat meleleh pada 1 atm. Sebaliknya, ketika CO₂ padat dipanaskan hingga 278 °C pada 1 atm, ia menyublim. Padahal, karbon dioksida padat disebut dry ice atau es kering karena bentuknya seperti es dan tidak mencair (Gambar 11.42). Karena khasiatnya inilah, es kering bermanfaat sebagai refrigerant.
Gambar 11.41 Diagram fasa karbon dioksida. Perhatikan bahwa garis batas padat-cair memiliki kemiringan positif. Fasa cair tidak stabil di bawah 5,2 atm, sehingga hanya fasa padat dan uap yang dapat eksis dalam kondisi atmosfer.

Gambar 11.42 Dalam kondisi atmosfer, karbon dioksida padat tidak meleleh; itu hanya bisa menyublim. Gas karbon dioksida dingin menyebabkan uap air di dekatnya mengembun dan membentuk kabut.

Ulasan Konsep
Diagram fasa helium ditunjukkan di sini. Helium adalah satu-satunya zat yang diketahui memiliki dua fasa cair berbeda yang disebut helium-I dan helium-II. (a) Berapakah suhu maksimum di mana helium-II dapat eksis? (b) Berapakah tekanan minimum di mana helium padat dapat berada? (c) Berapakah titik didih normal helium-I? (d) Bisakah helium padat menyublim? (e) Ada berapa triple point?




11.8 Perubahan Fasa

Diskusi dalam Bab 5 dan dalam bab ini memberikan gambaran tentang sifat-sifat dari tiga fase materi: gas, cair, dan padat. Perubahan fase, transformasi dari satu fase ke fase lainnya, terjadi ketika energi (biasanya dalam bentuk panas) ditambahkan atau dilepaskan dari suatu zat. Perubahan fase adalah perubahan fisik yang ditandai dengan perubahan keteraturan molekul; molekul dalam fase padat memiliki keteraturan terbesar, dan molekul dalam fase gas memiliki keacakan terbesar. Ingatlah bahwa hubungan antara perubahan energi dan kenaikan atau penurunan orde molekul akan membantu dalam memahami sifat dari perubahan fisika.

Kesetimbangan Uap-Cair
Molekul dalam cairan tidak terikat dalam kisi yang kaku. Meskipun molekul-molekul cairan tidak memiliki kebebasan total seperti molekul gas, molekul-molekul ini terus bergerak. Karena cairan lebih padat daripada gas, laju tumbukan antar molekul jauh lebih tinggi di fase cair daripada di fase gas. Ketika molekul dalam cairan memiliki energi yang cukup untuk keluar dari permukaan, perubahan fasa terjadi. Evaporasi, atau penguapan, adalah proses di mana zat cair diubah menjadi gas.

Bagaimana penguapan bergantung pada suhu? Gambar 11.32 menunjukkan distribusi energi kinetik molekul dalam cairan pada dua temperatur berbeda. Seperti yang dapat dilihat, semakin tinggi suhunya, semakin besar energi kinetiknya, dan karenanya lebih banyak molekul yang meninggalkan cairan.
Gambar 11.32 Kurva distribusi energi kinetik untuk molekul dalam cairan (a) pada suhu T₁ dan (b) pada suhu T₂ yang lebih tinggi. Perhatikan bahwa pada suhu yang lebih tinggi, kurva menjadi rata. Area yang diarsir menunjukkan jumlah molekul yang memiliki energi kinetik sama dengan atau lebih besar dari energi kinetik tertentu E₁. Semakin tinggi suhunya, semakin banyak jumlah molekul dengan energi kinetik yang tinggi.
Tekanan uap
Saat cairan menguap, molekul gasnya memberikan tekanan uap. Pertimbangkan peralatan yang ditunjukkan pada Gambar 11.33. Sebelum proses penguapan dimulai, kadar merkuri dalam tabung manometer berbentuk U adalah sama. Segera setelah beberapa molekul meninggalkan cairan, fase uap terbentuk. Tekanan uap hanya dapat diukur jika terdapat uap dalam jumlah yang cukup. Namun, proses penguapan tidak berlanjut tanpa batas waktu. Akhirnya, ketinggian merkuri menjadi stabil dan tidak ada perubahan lebih lanjut yang terlihat.
Gambar 11.33 Alat untuk mengukur tekanan uap cairan. (a) Awalnya cairan dibekukan sehingga tidak ada molekul dalam fase uap. (b) Pada pemanasan, fase cair terbentuk dan penguapan dimulai. Pada kesetimbangan, jumlah molekul yang meninggalkan cairan sama dengan jumlah molekul yang kembali ke cairan. Perbedaan ketinggian merkuri (h) memberikan tekanan uap kesetimbangan cairan pada suhu yang ditentukan.
Apa yang terjadi pada tingkat molekul selama penguapan? Pada awalnya, lalu lintas hanya satu arah: Molekul bergerak dari zat cair ke ruang kosong. Segera molekul di ruang di atas cairan membentuk fase uap. Ketika konsentrasi molekul dalam fase uap meningkat, beberapa molekul mengembun, yaitu kembali ke fase cair. Kondensasi, perubahan dari fasa gas ke fasa cair, terjadi karena molekul menabrak permukaan cairan dan terperangkap oleh gaya antarmolekul dalam cairan.

Laju penguapan konstan pada suhu tertentu, dan laju kondensasi meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi molekul dalam fase uap. Keadaan kesetimbangan dinamis, di mana laju proses maju persis seimbang dengan laju proses balik, tercapai ketika laju kondensasi dan penguapan menjadi sama (Gambar 11.34). Tekanan uap kesetimbangan adalah tekanan uap yang diukur saat kesetimbangan dinamis terjadi antara kondensasi dan penguapan. Kita sering menggunakan istilah yang lebih sederhana "tekanan uap" ketika berbicara tentang tekanan uap kesetimbangan suatu zat cair. Praktik ini dapat diterima selama diketahui arti dari istilah yang disingkat ini.
Gambar 11.34 Perbandingan laju penguapan dan kondensasi pada suhu konstan.
Penting untuk dicatat bahwa tekanan uap kesetimbangan adalah tekanan uap maksimum suatu zat cair pada suhu tertentu dan konstan pada suhu konstan. (Ini tidak tergantung pada jumlah cairan selama ada cairan.) Dari pembahasan sebelumnya kita perkirakan tekanan uap suatu cairan meningkat seiring peningkatan suhu. Plot tekanan uap terhadap suhu untuk tiga cairan berbeda pada Gambar 11.35 menegaskan ekspektasi ini.
Gambar 11.35 Kenaikan tekanan uap terhadap suhu untuk tiga cairan. Titik didih normal zat cair (pada 1 atm) ditunjukkan pada sumbu horizontal. Ikatan logam yang kuat dalam merkuri menghasilkan tekanan uap cairan yang jauh lebih rendah pada suhu kamar.
Kalor Penguapan Molar dan Titik Didih
Ukuran kekuatan gaya antarmolekul dalam cairan adalah kalor penguapan molar (𝛥Hvap), yang didefinisikan sebagai energi (biasanya dalam kilojoule) yang dibutuhkan untuk menguapkan 1 mol cairan. Kalor penguapan molar berhubungan langsung dengan kekuatan gaya antarmolekul yang ada pada zat cair. Jika tarikan antarmolekul kuat, dibutuhkan banyak energi untuk membebaskan molekul dari fasa cair dan kalor penguapan molar akan semakin tinggi. Cairan semacam itu juga akan memiliki tekanan uap yang rendah.

Pembahasan sebelumnya memprediksi bahwa tekanan uap kesetimbangan (P) suatu zat cair akan meningkat dengan meningkatnya suhu, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.35. Analisis perilaku ini mengungkapkan bahwa hubungan kuantitatif antara tekanan uap P cairan dan suhu mutlak T diberikan oleh persamaan Clausius -Clapeyron
dimana ln adalah logaritma natural, R adalah konstanta gas (8,314 J/K.mol), dan C adalah konstanta. Persamaan Clausius-Clapeyron berbentuk persamaan linier y = mx + b:
Dengan mengukur tekanan uap cairan pada suhu yang berbeda (lihat Gambar 11.35) dan memplot ln P terhadap 1/T, kita menentukan kemiringan, yang sama dengan -𝛥Hvap/R. (𝛥Hvap diasumsikan tidak bergantung pada suhu.) Ini adalah metode yang digunakan untuk menentukan kalor penguapan (Tabel 11.6). Gambar 11.36 menunjukkan plot ln P terhadap 1/T untuk air dan dietileter. Perhatikan bahwa garis lurus untuk air memiliki kemiringan yang lebih curam karena air memiliki 𝛥Hvap yang lebih besar.
Gambar 11.36 Plot ln P terhadap 1/T untuk air dan dietil eter. Kemiringan dalam setiap kasus sama dengan -𝛥Hvap/R.

Jika kita mengetahui nilai 𝛥Hvap dan P suatu zat cair pada satu temperatur, maka dapat digunakan persamaan Clausius-Clapeyron untuk menghitung tekanan uap zat cair pada temperatur yang berbeda. Pada suhu T₁ dan T₂, tekanan uapnya adalah P₁ dan P₂. Dari Persamaan (11.2) dapat ditulis
Mengurangkan Persamaan (11.4) dari Persamaan (11.3) didapatkan
Sehingga,
Contoh 11.7 mengilustrasikan penggunaan Persamaan (11.5).

Contoh 11.7
Dietil eter adalah cairan organik yang mudah menguap dan sangat mudah terbakar yang digunakan terutama sebagai pelarut. Tekanan uap dietil eter adalah 401 mmHg pada suhu 18°C. Hitung tekanan uapnya pada 32°C.

Strategi
Diketahui tekanan uap dietil eter pada satu suhu dan diminta untuk menemukan tekanan pada suhu lain. Oleh karena itu, diperlukan Persamaan (11.5).

Penyelesaian
Tabel 11.6 memberi data bahwa 𝛥Hvap = 26,0 kJ/mol. Datanya
P₁ = 401 mmHg
P₂ = ?
T₁ = 18ºC = 291 K
T₂ = 32ºC = 305 K

Dari Persamaan (11.5) didapatkan
Mengambil antilog dari kedua sisi (lihat Lampiran 4), diperoleh
sehingga,
P₂ = 656 mmHg

Memeriksa
Diharapkan tekanan uap lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Karena itu, jawabannya masuk akal.

Praktek
Latihan Tekanan uap etanol adalah 100 mmHg pada suhu 34,9°C. Berapa tekanan uapnya pada 63,5°C? (𝛥Hvap untuk etanol adalah 39,3 kJ/mol.)

Cara praktis untuk mendemonstrasikan kalor molar penguapan adalah dengan menggosokkan alkohol seperti etanol (C₂H₅OH) atau isopropanol (C₃H₇OH), atau alkohol gosok, pada telapak tangan. Alkohol ini memiliki 𝛥Hvap yang lebih rendah daripada air, sehingga kalor dari tangan cukup untuk meningkatkan energi kinetik molekul alkohol dan menguapkannya. Akibat hilangnya kalor, tangan akan terasa dingin. Proses ini mirip dengan keringat, yang merupakan salah satu cara tubuh manusia mempertahankan suhu yang konstan. Karena ikatan hidrogen antarmolekul yang kuat yang ada di air, sejumlah besar energi diperlukan untuk menguapkan air dalam keringat dari permukaan tubuh. Energi ini dipasok oleh kalor yang dihasilkan dalam berbagai proses metabolisme.

Telah ditunjukkan bahwa tekanan uap suatu zat cair meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Setiap cairan memiliki suhu di mana ia mulai mendidih. Titik didih adalah suhu di mana tekanan uap suatu zat cair sama dengan tekanan eksternal. Titik didih normal suatu zat cair adalah suhu di mana zat itu mendidih ketika tekanan luar adalah 1 atm.

Pada titik didih, gelembung terbentuk di dalam cairan. Ketika gelembung terbentuk, cairan yang menempati ruang itu terdorong ke samping, dan ketinggian cairan di dalam wadah dipaksa naik. Tekanan yang diberikan pada gelembung sebagian besar adalah tekanan atmosfer, ditambah beberapa tekanan hidrostatik (yaitu, tekanan karena adanya cairan). Tekanan di dalam gelembung hanya disebabkan oleh tekanan uap cairan. Ketika tekanan uap menjadi sama dengan tekanan eksternal, gelembung naik ke permukaan cairan dan meledak. Jika tekanan uap dalam gelembung lebih rendah dari tekanan eksternal, gelembung tersebut akan pecah sebelum bisa naik. Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa titik didih suatu zat cair bergantung pada tekanan luar. (Biasanya dapat diabaikan kontribusi kecil karena tekanan hidrostatik.) Misalnya, pada 1 atm, air mendidih pada 100°C, tetapi jika tekanan dikurangi menjadi 0,5 atm, air mendidih hanya pada 82°C.

Karena titik didih ditentukan dalam istilah tekanan uap cairan, maka titik didih diharapkan terkait dengan kalor molar penguapan: Semakin tinggi 𝛥Hvap, semakin tinggi titik didihnya. Data pada Tabel 11.6 secara kasar mengkonfirmasi prediksi ini. Pada akhirnya, baik titik didih maupun 𝛥Hvap ditentukan oleh kekuatan gaya antarmolekul. Misalnya, argon (Ar) dan metana (CH₄), yang memiliki gaya dispersi lemah, memiliki titik didih rendah dan kalor penguapan molar kecil. Dietil eter (C₂H₅OC₂H₅) memiliki momen dipol, dan gaya dipol-dipol menyebabkan titik didih dan 𝛥Hvapnya cukup tinggi. Baik etanol (C₂H₅OH) dan air memiliki ikatan hidrogen yang kuat, yang menyebabkan titik didihnya yang tinggi dan nilai 𝛥Hvap yang besar. Ikatan logam yang kuat menyebabkan merkuri memiliki titik didih dan 𝛥Hvap tertinggi dari kelompok cairan ini. Menariknya, titik didih benzena, yang nonpolar, sebanding dengan titik didih etanol. Benzene memiliki polarisasi tinggi karena distribusi elektronnya di orbital molekul pi yang terdelokalisasi, dan gaya dispersi di antara molekul benzena bisa sekuat atau bahkan lebih kuat dari gaya dipol-dipol dan/atau ikatan hidrogen.

Ulasan Konsep
Seorang siswa mempelajari plot ln P terhadap 1/T untuk dua cairan organik: metanol (CH₃OH) dan dimetil eter (CH₃OCH₃), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.36. Kemiringannya masing-masing adalah 22,32 x 10³ K dan 24,50 x 10³ K. Bagaimana dia harus menetapkan nilai 𝛥Hvap untuk kedua senyawa ini?

Suhu dan Tekanan Kritis
Kebalikan dari penguapan adalah kondensasi. Pada prinsipnya, gas dapat dicairkan dengan salah satu dari dua teknik. Dengan mendinginkan sampel gas, dapat dikurangi energi kinetik molekulnya, sehingga akhirnya molekul berkumpul untuk membentuk tetesan kecil cairan. Alternatifnya, dapat diberi tekanan pada gas. Kompresi mengurangi jarak rata-rata antar molekul sehingga mereka terikat oleh daya tarik timbal balik. Proses pencairan pada industri menggabungkan dua metode ini.

Setiap zat memiliki suhu kritis (Tc), di atasnya fase gasnya tidak dapat dicairkan, tidak peduli seberapa besar tekanan yang diberikan. Ini juga merupakan suhu tertinggi di mana suatu zat dapat eksis sebagai cairan. Dengan kata lain, di atas suhu kritis tidak ada perbedaan mendasar antara cairan dan gas — kita hanya memiliki fluida. Tekanan kritis (Pc) adalah tekanan minimum yang harus diterapkan untuk menghasilkan likuifaksi pada suhu kritis. Adanya temperatur kritis secara kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut. Gaya tarik antarmolekul adalah kuantitas terbatas untuk zat tertentu dan tidak bergantung pada suhu. Di bawah Tc, gaya ini cukup kuat untuk menahan molekul bersama-sama (di bawah tekanan yang sesuai) dalam cairan. Di atas Tc, gerakan molekul menjadi sangat energik sehingga molekul dapat melepaskan diri dari tarikan ini. Gambar 11.37 menunjukkan apa yang terjadi jika sulfur heksafluorida dipanaskan di atas suhu kritisnya (45,5°C) dan kemudian didinginkan hingga di bawah 45,5°C.
Gambar 11.37 Fenomena kritis belerang heksafluorida. (a) Di bawah suhu kritis fasa cairan bening terlihat. (b) Di atas suhu kritis, fase cair telah menghilang. (c) Zat didinginkan tepat di bawah suhu kritisnya. Kabut mewakili kondensasi uap. (d) Akhirnya, fase cair muncul kembali.
Tabel 11.7 mencantumkan suhu kritis dan tekanan kritis dari sejumlah zat yang umum dijumpai. Suhu kritis suatu zat mencerminkan kekuatan gaya antarmolekulnya. Benzena, etanol, merkuri, dan air, yang memiliki gaya antarmolekul yang kuat, juga memiliki suhu kritis yang tinggi dibandingkan dengan zat lain yang tercantum dalam tabel.


Kesetimbangan Cair-Padat
Transformasi dari cairan menjadi padat disebut pembekuan, dan proses sebaliknya disebut peleburan, atau mencair. Titik leleh zat padat atau titik beku zat cair adalah suhu di mana fase padat dan cair berada bersama dalam kesetimbangan. Titik leleh (atau beku) normal suatu zat adalah suhu di mana zat meleleh (atau membeku) pada tekanan 1 atm. Biasanya dihilangkan kata "normal" saat tekanan berada di 1 atm.

Kesetimbangan cair-padat yang paling dikenal adalah air dan es. Pada 0°C dan 1 atm, kesetimbangan dinamis diwakili oleh
H₂O(s) ⇋ H₂O(l)
Ilustrasi praktis kesetimbangan dinamis ini disediakan oleh segelas air es. Saat es batu meleleh membentuk air, sebagian air di antara es batu dapat membeku, sehingga keduanya bergabung. Namun, ini bukan kesetimbangan dinamis yang sebenarnya, karena es tidak disimpan pada 0°C; dengan demikian, balok es batu pada akhirnya akan mencair.

Gambar 11.38 menunjukkan bagaimana suhu suatu zat berubah saat menyerap panas dari lingkungan sekitarnya. Dapat dilihat bahwa saat padatan dipanaskan, suhunya meningkat hingga mencapai titik lelehnya. Pada suhu ini, energi kinetik rata-rata molekul telah menjadi cukup besar untuk mulai mengatasi gaya antarmolekul yang menahan molekul bersama-sama dalam keadaan padat. Transisi dari fase padat ke cair dimulai di mana penyerapan panas digunakan untuk memecah lebih banyak molekul dalam padatan. Penting untuk dicatat bahwa selama transisi ini (A→B) energi kinetik rata-rata molekul tidak berubah, sehingga suhu tetap konstan. Setelah zat benar-benar meleleh, penyerapan panas lebih lanjut akan meningkatkan suhunya hingga titik didih tercapai (B→C). Di sini, terjadi transisi dari fase cair ke fase gas (C→D) di mana panas yang diserap digunakan untuk memutus gaya antarmolekul yang menahan molekul dalam fase cair sehingga suhunya tetap konstan. Setelah transisi ini selesai, suhu gas meningkat pada pemanasan lebih lanjut.

Gambar 11.38 Kurva pemanasan tipikal, dari fase padat melalui fase cair ke fase gas suatu zat. Karena 𝚫Hfus lebih kecil dari 𝚫Hvap, suatu zat meleleh dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang dibutuhkan untuk mendidih. Ini menjelaskan mengapa AB lebih pendek dari CD. Kecuraman garis pemanas padat, cair, dan uap ditentukan oleh panas spesifik zat di setiap keadaan

Kalor fusi molar (𝚫H
fus) adalah energi (biasanya dalam kilojoule) yang dibutuhkan untuk melebur 1 mol zat padat. Tabel 11.8 menunjukkan kalor fusi molar untuk zat-zat yang tercantum dalam Tabel 11.6. Perbandingan data pada kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk masing-masing zat 𝚫Hfus lebih kecil dari 𝚫Hvap. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa molekul-molekul dalam suatu cairan masih cukup rapat, sehingga diperlukan energi untuk melakukan penataan ulang dari padat menjadi cair. Di sisi lain, ketika cairan menguap, molekul-molekulnya menjadi terpisah satu sama lain dan lebih banyak energi diperlukan untuk mengatasi gaya tarik.

Seperti yang diduga, mendinginkan suatu zat memiliki efek kebalikan dari memanaskannya. Jika ingin menghilangkan panas dari sampel gas dengan kecepatan tetap, suhunya menurun. Saat cairan terbentuk, panas dilepaskan oleh sistem, karena energi potensialnya menurun. Untuk alasan ini, suhu sistem tetap konstan selama periode kondensasi (D→C). Setelah semua uap mengembun, suhu cairan mulai turun. Pendinginan cairan yang berkelanjutan akhirnya mengarah ke pembekuan (B→A).


Fenomena yang dikenal sebagai supercooling mengacu pada situasi di mana cairan dapat didinginkan untuk sementara hingga di bawah titik bekunya. Supercooling terjadi ketika panas dikeluarkan dari cairan dengan sangat cepat sehingga molekul tidak memiliki waktu untuk mengasumsikan struktur padat yang teratur. Cairan super dingin tidak stabil; pengadukan lembut atau penambahan kristal “benih” kecil dari bahan yang sama akan menyebabkannya cepat mengeras.

Kesetimbangan Padat-Uap
Zat padat juga mengalami penguapan dan karena itu memiliki tekanan uap. Pertimbangkan kesetimbangan dinamis berikut:

Padat ⇋ Uap

Sublimasi adalah proses di mana molekul diubah langsung dari padat ke fase uap. Deposisi adalah proses kebalikannya, yaitu molekul melakukan transisi dari uap menjadi padat secara langsung. Naftalena, yaitu zat yang digunakan untuk membuat kapur barus, memiliki tekanan uap (kesetimbangan) yang cukup tinggi untuk zat padat (1 mmHg pada 53°C); dengan demikian, uapnya yang menyengat dengan cepat menembus ruang tertutup. Yodium juga menyublim. Di atas suhu kamar, warna ungu uap yodium mudah terlihat dalam wadah tertutup.

Karena molekul lebih erat ditahan dalam zat padat, tekanan uap zat padat umumnya jauh lebih kecil daripada tekanan uap yang sesuai. Kalor molar sublimasi (𝚫Hsub) suatu zat adalah energi (biasanya dalam kilojoule) yang dibutuhkan untuk menyublim 1 mol zat padat. Ini sama dengan jumlah kalor molar fusi dan penguapan:

𝚫Hsub = 𝚫Hfus + 𝚫Hvap (11.6)

Persamaan (11.6) adalah ilustrasi hukum Hess (lihat Bagian 6.6). Entalpi, atau perubahan panas, untuk keseluruhan proses adalah sama apakah zat berubah secara langsung dari padat ke bentuk uap atau dari padat ke cair dan kemudian ke uap. Perhatikan bahwa Persamaan (11.6) berlaku hanya jika semua perubahan fasa terjadi pada suhu yang sama. Jika tidak, persamaan tersebut hanya dapat digunakan sebagai perkiraan.

Gambar 11.39 Berbagai perubahan fase yang dapat dialami suatu zat.

Gambar 11.39 merangkum jenis-jenis perubahan fase yang dibahas di bagian ini. Saat suatu zat dipanaskan, suhunya akan naik dan pada akhirnya akan mengalami transisi fase. Untuk menghitung perubahan energi total untuk proses semacam itu, kita harus memasukkan semua langkah, yang ditunjukkan pada Contoh 11.8.

Contoh 11.8
Hitung jumlah energi (dalam kilojoule) yang dibutuhkan untuk memanaskan 346 g air cair dari 0°C hingga 182°C. Asumsikan bahwa kalor jenis air adalah 4,184 J/g°C pada seluruh rentang cairan dan bahwa kalor jenis uap adalah 1,99 J/g°C.

Strategi
Perubahan kalor (q) pada setiap tahap diberikan oleh q = ms𐊅t, di mana m adalah massa air, s adalah panas spesifik, dan 𐊅t adalah perubahan suhu. Jika ada perubahan fasa, seperti penguapan, q diberikan oleh n𐊅Hvap, di mana n adalah jumlah mol air.

Penyelesaian
Perhitungan dapat dipecah dalam tiga langkah.
Langkah 1: Pemanasan air dari 0°C hingga 100°C Menggunakan Persamaan (6.12) ditulis
Langkah 2: Menguapkan 346 g air pada 100°C (perubahan fasa) Pada Tabel 11.6 kita melihat 𐊅Hvap = 40,79 kJ/mol untuk air, jadi

Langkah 3: Memanaskan uap dari 100°C hingga 182°C

Energi keseluruhan yang dibutuhkan diberikan oleh

Periksa
Semua qs bertanda positif, yang konsisten dengan fakta bahwa kalor diserap untuk menaikkan suhu dari 0°C menjadi 182°C. Juga, seperti yang diharapkan, lebih banyak kalor yang diserap selama perubahan fase.

Latihan
Hitung kalor yang dilepaskan ketika 68,0 g uap pada 124°C diubah menjadi air pada 45°C.


11.7 Padatan Amorf

Padatan paling stabil dalam bentuk kristal. Namun, jika zat padat terbentuk dengan cepat (misalnya, ketika cairan didinginkan dengan cepat), atom atau molekulnya tidak punya waktu untuk menyelaraskan diri dan mungkin terkunci pada posisi selain kristal biasa. Padatan yang dihasilkan dikatakan amorf. Zat padat amorf, seperti kaca, tidak memiliki susunan atom tiga dimensi yang teratur. Pada bagian ini, kita akan membahas secara singkat tentang sifat-sifat kaca.

Kaca adalah salah satu bahan peradaban yang paling berharga dan serbaguna. Ini juga salah satu yang tertua — barang kaca yang berasal dari 1000 SM. Kaca umumnya mengacu pada produk fusi transparan secara optik dari bahan anorganik yang telah didinginkan ke keadaan kaku tanpa mengkristal. Yang dimaksud dengan produk fusi adalah bahwa kaca dibentuk dengan mencampurkan silikon dioksida cair (SiO₂), komponen utamanya, dengan senyawa seperti natrium oksida (Na₂O), boron oksida (B₂O₃), dan oksida logam transisi tertentu untuk warna dan sifat lainnya. Dalam beberapa hal, kaca berperilaku lebih seperti cairan daripada padatan. Studi difraksi sinar-X menunjukkan bahwa kaca tidak memiliki tatanan periodik jarak jauh.

Ada sekitar 800 jenis kaca yang umum digunakan saat ini. Gambar 11.31 menunjukkan representasi skematik dua dimensi dari kristal kuarsa dan kaca kuarsa amorf. Tabel 11.5 menunjukkan komposisi dan sifat gelas kuarsa, Pyrex, dan soda-kapur.
Gambar 11.31 Representasi dua dimensi dari (a) kuarsa kristal dan (b) kaca kuarsa nonkristalin. Bola kecil mewakili silikon. Pada kenyataannya, struktur kuarsa memiliki tiga dimensi. Setiap atom Si terikat secara tetrahedral pada empat atom O.
Warna kaca sebagian besar disebabkan oleh keberadaan ion logam (sebagai oksida). Misalnya, gelas hijau mengandung besi (III) oksida, Fe₂O₃, atau tembaga (II) oksida, CuO; gelas kuning mengandung uranium (IV) oksida, UO₂; gelas biru mengandung oksida kobalt (II) dan tembaga (II), CoO dan CuO; dan kaca merah mengandung partikel kecil emas dan tembaga. Perhatikan bahwa sebagian besar ion yang disebutkan di sini berasal dari logam transisi.

Tabel 11.5 Komposisi dan Sifat Tiga Jenis Kaca
Nama
Komposisi
Sifat dan Kegunaan
Kaca Kuarsa Murni
100% SiO₂
Ekspansi termal rendah, transparan untuk berbagai panjang gelombang. Digunakan dalam penelitian optik.
Kaca Pyrex
SiO₂ (60-80%), B₂O₃ (10-25%), Al₂O₃ (sedikit)
Ekspansi termal rendah; transparan untuk terlihat dan inframerah, tetapi tidak untuk UV, radiasi. Digunakan terutama di laboratorium dan gelas memasak rumah tangga.
Kaca Soda-Kapur
SiO₂ (75%), Na₂O (15%), CaO (10%)
Mudah terserang bahan kimia dan peka terhadap guncangan termal. Mengirimkan cahaya tampak, tetapi menyerap radiasi UV. Digunakan terutama di jendela dan botol.