Showing posts with label bab 9. Show all posts
Showing posts with label bab 9. Show all posts

Tuesday, January 22, 2019

9.6 Menulis Struktur Lewis

Meskipun aturan oktet dan struktur Lewis tidak memberikan gambaran lengkap tentang ikatan kovalen, tetapi gambaran ini sangat membantu menjelaskan skema ikatan dalam banyak senyawa dan menjelaskan sifat dan reaksi molekul pada pokok bahasan bab berikutnya. Untuk alasan ini, kita harus berlatih cara menulis struktur Lewis senyawa. Langkah-langkah dasar cara menulis struktur Lewis adalah sebagai berikut:


  1. Tulis struktur rangka senyawa, menggunakan simbol-simbol kimia dan menempatkan atom-atom berdekatan satu sama lain. Untuk senyawa sederhana, tugas ini cukup mudah. Untuk senyawa yang lebih kompleks, kita harus diberi informasi atau membuat tebakan cerdas tentang hal itu. Secara umum, atom yang paling elektronegatif menempati posisi pusat. Hidrogen dan florin biasanya menempati posisi terminal (ujung) dalam struktur Lewis.
  2. Hitung jumlah total elektron valensi yang ada, merujuk, jika perlu, pada Gambar 9.1. Untuk anion poliatomik, tambahkan jumlah muatan negatif ke total elektron valensi itu. (Misalnya, untuk ion CO₃²⁻ kita menambahkan dua elektron karena muatan -2 menunjukkan bahwa ada dua elektron lebih banyak daripada yang disediakan oleh atom.) Untuk kation poliatomik, kita mengurangi jumlah muatan positif dari total jumlah ini. (Jadi, untuk NH₄⁺ kita kurangi satu elektron karena muatan +1 mengindikasikan lepasnya satu elektron dari kelompok atom.)
  3. Gambarlah ikatan kovalen tunggal antara atom pusat dan masing-masing atom di sekitarnya. Lengkapi oktet dari atom yang terikat pada atom pusat. (Ingat bahwa kulit valensi atom hidrogen lengkap hanya dengan dua elektron.) Elektron yang dimiliki atom pusat atau sekitarnya harus ditunjukkan sebagai pasangan elektron bebas jika pasangan elektronnya tidak terlibat dalam ikatan. Jumlah total elektron yang akan digunakan adalah yang ditentukan pada langkah 2.
  4. Setelah menyelesaikan langkah 1-3, jika atom pusat memiliki kurang dari delapan elektron, coba tambahkan ikatan rangkap atau rangkap tiga antara atom-atom di sekitarnya dan atom pusat, menggunakan pasangan elektron bebas dari atom-atom sekitarnya untuk melengkapi oktet dari atom pusat.
Contoh 9.3, 9.4, dan 9.5 mengilustrasikan prosedur empat langkah diatas untuk menulis struktur senyawa Lewis dan suatu ion.


Contoh 9.3

Tulis struktur Lewis untuk nitrogen trifluorida (NF₃) di mana ketiga atom F terikat pada atom N.


Penyelesaian

Kita mengikuti prosedur sebelumnya untuk menulis struktur Lewis.


Langkah 1: Atom N kurang elektronegatif daripada F, sehingga struktur kerangka NF₃ adalah


Langkah 2: Konfigurasi elektron terluar dari N dan F masing-masing adalah 2s²2p³ dan 2s²2p⁵. Dengan demikian, ada 5 + (3 x 7), atau 26, elektron valensi untuk diperhitungkan dalam NF₃.

Langkah 3: Kita menggambar ikatan kovalen tunggal antara N dan setiap F, dan menyelesaikan oktet untuk atom F. Kita menempatkan dua elektron yang tersisa pada N:


Karena struktur ini memenuhi aturan oktet untuk semua atom, langkah 4 tidak diperlukan.

Periksa
Hitung elektron valensi dalam NF₃ (dalam ikatan dan pasangan elektron bebas). Hasilnya adalah 26, sama dengan jumlah total elektron valensi pada tiga atom F (3 x 7 = 21) dan satu atom N (5).

Latihan 
Tuliskan struktur Lewis untuk karbon disulfida (CS₂).

Tulis struktur Lewis untuk asam nitrat (HNO₃) di mana tiga atom O terikat pada atom pusat N dan atom H yang terionisasi terikat pada salah satu atom O.

Penyelesaian
Kita mengikuti prosedur yang sudah diuraikan untuk menulis struktur Lewis

Langkah 1: Struktur rangka HNO₃ adalah

Langkah 2: Konfigurasi elektron terluar N, O, dan H masing-masing adalah 2s²2p³, 2s²2p⁴, dan 1s¹. Dengan demikian, ada 5 + (3 x 6) + 1, atau 24, elektron valensi yang diperhitungkan dalam HNO₃.

Langkah 3: Kita menarik ikatan kovalen tunggal antara N dengan masing-masing dari tiga atom O dan antara satu atom O dengan atom H. Lalu kita akan mengisi elektron untuk mematuhi aturan oktet untuk atom O:

Langkah 4: Kita melihat bahwa struktur ini memenuhi aturan oktet untuk semua atom O tetapi tidak untuk atom N. Atom N hanya memiliki enam elektron. Oleh karena itu, kita memindahkan pasangan elektron bebas dari salah satu atom O ujung untuk membentuk ikatan lain dengan N. Sekarang aturan oktet juga terpenuhi untuk atom N:

Periksa
Pastikan bahwa semua atom (kecuali H) memenuhi aturan oktet. Hitung elektron valensi dalam HNO₃ (dalam ikatan dan pasangan elektron bebas). Hasilnya adalah 24, sama dengan jumlah total elektron valensi pada tiga atom O (3 x 6 = 18), satu atom N (5), dan satu atom H (1).

Latihan

Tulis struktur Lewis untuk asam formiat (HCOOH).


Contoh 9.5

Tulis struktur Lewis untuk ion karbonat (CO₃²⁻).


Penyelesaian

Kita mengikuti prosedur sebelumnya untuk menulis struktur Lewis dan mencatat bahwa ini adalah anion dengan dua muatan negatif.


Langkah 1: Kita dapat menyimpulkan struktur kerangka ion karbonat dengan mengakui bahwa C kurang elektronegatif daripada O. Oleh karena itu, hanya kemungkinan atom C menempati posisi pusat sebagai berikut:

Langkah 2: Konfigurasi elektron kulit terluar C dan O masing-masing adalah 2s²2p² dan 2s²2p⁴, dan ion itu sendiri memiliki dua muatan negatif. Dengan demikian, jumlah total elektron adalah 4 + (3 x 6) + 2, atau 24.


Langkah 3: Kita menarik ikatan kovalen tunggal antara C dengan masing-masing O dan mematuhi aturan oktet untuk atom O:

Struktur ini menunjukkan semua ada 24 elektron.

Langkah 4: Meskipun aturan oktet terpenuhi untuk atom O, tetapi tidak untuk atom C. Oleh karena itu, kita memindahkan pasangan elektron bebas dari salah satu atom O untuk membentuk ikatan lain dengan C. Sekarang aturan oktet juga terpenuhi untuk atom C:


Periksa
Pastikan bahwa semua atom memenuhi aturan oktet. Hitung elektron valensi dalam CO₃²⁻ (dalam ikatan kimia dan pasangan elektron bebas). Hasilnya adalah 24, sama dengan jumlah total elektron valensi pada tiga atom O (3 x 6 = 18), satu atom C (4), dan dua muatan negatif (2).

Latihan
Tuliskan struktur Lewis untuk ion nitrit (NO₂⁻).

Ulasan Konsep
Model molekul yang ditunjukkan di sini merepresentasi guanin, komponen molekul DNA. Hanya ikatan antar atom yang ditampilkan dalam model ini. Gambarkan struktur molekul Lewis yang lengkap, yang menunjukkan semua ikatan rangkap dan pasangan elektron bebas.

Atom hitam mewakili karbon; biru-nitrogen; merah-oksigen; dan abu-abu-hidrogen.

9.5 Elektronegatifitas

Ikatan kovalen, seperti yang telah kita pelajari, adalah pemakaian pasangan elektron bersama oleh dua atom. Dalam molekul seperti H₂, di mana atom-atomnya identik, kita harapkan elektron-elektronnya dibagi rata — yaitu, elektron menghabiskan jumlah waktu yang sama di sekitar masing-masing inti atom. Namun, dalam molekul HF yang terikat secara kovalen, atom H dan F tidak memiliki elektron ikatan yang sama karena H dan F adalah atom yang berbeda.
Ikatan dalam HF disebut ikatan kovalen polar, atau ikatan polar, karena elektron menghabiskan lebih banyak waktu di sekitar satu atom daripada yang lain. Bukti eksperimen menunjukkan bahwa dalam molekul HF elektron menghabiskan lebih banyak waktu di dekat inti atom F. Kita dapat menganggap pembagian elektron yang tidak merata ini sebagai transfer elektron parsial atau pergeseran densitas elektron, seperti yang lebih umum dijelaskan, dari H ke F (Gambar 9.4). Pemakaian bersama ini "berbagi tidak merata" dari pasangan elektron ikatan menghasilkan kerapatan elektron yang relatif lebih besar di dekat inti atom fluor dan lebih rendah kepadatan elektronnya didekat inti hidrogen. Ikatan HF dan ikatan polar lainnya dapat dianggap sebagai perantara antara ikatan kovalen (nonpolar), di mana pembagian elektron persis sama, dan ikatan ionik, di mana transfer elektron hampir penuh.
Gambar 9.4 Peta potensial elektrostatik dari molekul HF. Variasi distribusi sesuai dengan warna pelangi. Wilayah yang paling kaya elektron adalah merah; wilayah yang paling miskin elektron adalah biru.

Suatu sifat yang membantu kita membedakan ikatan kovalen nonpolar dari ikatan kovalen polar adalah keelektronegatifan, yaitu kemampuan atom untuk menarik elektron ke arahnya dalam ikatan kimia. Unsur dengan elektronegatifitas tinggi memiliki kecenderungan lebih besar untuk menarik elektron daripada unsur dengan elektronegatifitas rendah. Seperti yang kita duga, elektronegatifitas terkait dengan afinitas elektron dan energi ionisasi. Dengan demikian, atom seperti florin, yang memiliki afinitas elektron yang tinggi (cenderung untuk mengambil elektron dengan mudah) dan energi ionisasi yang tinggi (tidak mudah melepas elektron), juga memiliki keelektronegatifan yang tinggi. Di sisi lain, natrium memiliki afinitas elektron yang rendah, energi ionisasi yang rendah, dan elektronegatifitas yang rendah dibanding florin.

Keelektronegatifan adalah konsep relatif, yang berarti bahwa keelektronegatifan suatu unsur hanya dapat diukur dalam kaitannya dengan keelektronegatifan unsur lain. Linus Pauling menemukan metode untuk menghitung elektronegatifitas relatif dari sebagian besar unsur. Nilai-nilai ini ditunjukkan pada Gambar 9.5. Pemeriksaan yang cermat terhadap grafik ini mengungkapkan kecenderungan dan hubungan antara nilai-nilai keelektronegatifan dari berbagai unsur. Secara umum, elektronegatifitas meningkat dari kiri ke kanan dalam satu periode dalam tabel periodik, karena karakter logam unsur-unsur menurun. Dalam satu golongan, elektronegatifitas menurun dengan meningkatnya nomor atom, dan peningkatan karakter logam. Perhatikan bahwa logam transisi tidak mengikuti kecenderungan ini. Unsur yang paling elektronegatif — halogen, oksigen, nitrogen, dan belerang — ditemukan di sudut kanan atas tabel periodik, dan unsur yang paling tidak elektronegatif (logam alkali dan logam alkali tanah) berkumpul di dekat sisi kiri bawah sudut. Kecenderungan ini mudah terlihat pada grafik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.6.

Gambar 9.5. Keelektronegatifan unsur-unsur yang umum.

Gambar 9.6 Variasi keelektronegatifan berdasarkan nomor atom. Halogen memiliki keelektronegatifan tertinggi, dan logam-logam alkali paling rendah.

Atom unsur dengan keelektronegatifan yang sangat berbeda cenderung membentuk ikatan ionik (contohnya senyawa NaCl dan CaO) antara satu sama lain karena atom unsur yang kurang elektronegatif melepaskan elektronnya untuk atom unsur yang lebih elektronegatif. Ikatan ionik umumnya gabungan antara atom unsur logam dan atom unsur nonlogam. Atom unsur dengan elektronegatifitas yang sebanding cenderung membentuk ikatan kovalen polar antara satu sama lain karena pergeseran kerapatan elektron biasanya kecil. Sebagian besar ikatan kovalen melibatkan atom-atom unsur nonlogam. Hanya atom dari unsur yang sama, yang memiliki elektronegatifitas yang sama, dapat bergabung dengan ikatan kovalen. Kecenderungan dan karakteristik ini adalah apa yang kita harapkan, dengan mengingat pengetahuan kita tentang energi ionisasi dan afinitas elektron.

Tidak ada perbedaan tajam antara ikatan polar dan ikatan ion, tetapi aturan umum berikut ini membantu dalam membedakan di antara keduanya. Ikatan ionik terbentuk ketika perbedaan keelektronegatifan antara kedua atom ikatan adalah 2,0 atau lebih. Aturan ini berlaku untuk sebagian besar tetapi tidak semua senyawa ionik. Terkadang ahli kimia menggunakan kuantitas karakter ionik untuk menggambarkan sifat ikatan. Ikatan ionik murni akan memiliki karakter ionik 100 persen, tetapi tidak ada ikatan ionik seperti itu yang dijumpai, sedangkan ikatan nonpolar atau kovalen murni memiliki karakter ionik 0 persen. Seperti yang ditunjukkan Gambar 9.7, ada korelasi antara persen karakter ionik dari ikatan dan perbedaan elektronegatifitas antara atom-atom ikatan.


Gambar 9.7 Hubungan antara persen karakter ionik dan perbedaan keelektronegatifan.

Keelektronegatifan dan afinitas elektron terkait tetapi berbeda konsep. Keduanya menunjukkan kecenderungan atom untuk menarik elektron. Perbedaannya, afinitas elektron mengacu pada tarikan suatu atom yang terisolasi bagi elektron tambahan, sedangkan elektronegatifitas menandakan kemampuan sebuah atom dalam ikatan kimia (dengan atom lain) untuk menarik elektron yang dipakai bersama. Selain itu, afinitas elektron adalah kuantitas yang dapat diukur secara eksperimen, sedangkan elektronegatifitas adalah kuantitas yang diperkirakan karena tidak dapat diukur secara eksperimen.


Contoh 9.2 menunjukkan bagaimana pengetahuan tentang elektronegatifitas dapat membantu kita menentukan apakah suatu ikatan kimia bersifat kovalen atau ion.


Contoh 9.2
Klasifikasikan ikatan kimia berikut sebagai ikatan ion, kovalen polar, atau kovalen murni: (a) ikatan dalam HCl, (b) ikatan dalam KF, dan (c) ikatan C-C dalam H₃CCH₃.

Strategi
Kita mengikuti aturan perbedaan elektronegatifitas 2,0 dan mencari nilai-nilai berdasarkan pada Gambar 9.5.

Penyelesaian
(a) Perbedaan keelektronegatifan antara H dan Cl adalah 0,9, yang cukup besar, tetapi tidak cukup besar (berdasarkan aturan 2,0) untuk memenuhi syarat HCl sebagai senyawa ionik. Oleh karena itu, ikatan antara H dan Cl adalah ikatan kovalen polar. (b) Perbedaan elektronegatifitas antara K dan F adalah 3,2, yang jauh di atas aturan 2,0; oleh karena itu, ikatan antara K dan F adalah ikatan ion. (c) Kedua atom C identik dalam segala hal — keduanya terikat satu sama lain dan masing-masing terikat pada tiga atom H lainnya. Oleh karena itu, ikatan di antara mereka ikatan kovalen murni.

Latihan
Manakah dari ikatan berikut ini yang kovalen, mana yang kovalen polar, dan mana yang ionik? (a) ikatan dalam CsCl, (b) ikatan dalam H₂S, (c) ikatan N-N dalam H₂NNH₂.

Ulasan Konsep
Tulis rumus hidrida senyawa biner untuk unsur periode kedua (dari LiH sampai HF). Gambarkan perubahan dari karakter ionik menjadi kovalen dari senyawa-senyawa ini. Perhatikan bahwa berilium berperilaku berbeda dari logam Golongan 2A.

Keelektronegatifan dan Bilangan Oksidasi
Dalam Bab 4 kita mempelajari aturan untuk menetapkan bilangan oksidasi unsur dalam senyawanya. Konsep elektronegatifitas adalah dasar untuk aturan-aturan ini. Pada intinya, bilangan oksidasi mengacu pada jumlah muatan yang dimiliki sebuah atom jika elektron ditransfer sepenuhnya ke atom elektronegatif yang terikat dalam suatu molekul.

Perhatikan molekul NH₃, di mana atom N membentuk tiga ikatan tunggal dengan atom H. Karena N lebih elektronegatif daripada H, kerapatan elektron akan bergeser dari H ke N. Jika transfer selesai, setiap H akan menyumbangkan satu elektron untuk N, yang akan memiliki muatan total -3 sedangkan setiap H akan memiliki muatan +1 Jadi, kita menetapkan bilangan oksidasi -3 untuk N dan bilangan oksidasi +1 untuk H dalam NH₃.


Oksigen biasanya memiliki bilangan oksidasi -2 dalam senyawanya, kecuali dalam hidrogen peroksida (H₂O₂), yang struktur Lewisnya adalah

Ikatan antara atom-atom yang identik tidak memberikan kontribusi pada bilangan oksidasi atom-atom itu karena pasangan elektron dari ikatan itu dibagi rata. Karena H memiliki bilangan oksidasi +1, setiap atom O memiliki bilangan oksidasi -1.

Dapatkah kita mengetahui sekarang mengapa fluorin selalu memiliki bilangan oksidasi -1? Ini adalah unsur paling elektronegatif yang dikenal, dan selalu membentuk ikatan tunggal dalam senyawanya. Oleh karena itu, akan dikenakan muatan -1 jika transfer elektron selesai.


Ulasan Konsep
Identifikasi peta potensial elektrostatik yang ditunjukkan di sini dengan HCl dan LiH. Di kedua gambar, atom H ada di sebelah kiri.



9.4 Ikatan Kovalen

Meskipun konsep molekul telah dimulai pada abad ketujuh belas, baru pada awal abad kedua puluh ahli kimia mulai memahami bagaimana dan mengapa molekul terbentuk. Terobosan utama dan pertama adalah usulan Gilbert Lewis bahwa ikatan kimia melibatkan penggunaan bersama pasangan elektron oleh atom-atom. Dia menggambarkan pembentukan ikatan kimia dalam H₂ sebagai
Jenis pasangan elektron ini adalah contoh dari ikatan kovalen, yaitu ikatan yang terbentuk dari dua elektron yang dipakai bersama oleh kedua atom H. Senyawa kovalen adalah senyawa yang hanya mengandung ikatan kovalen. Untuk penyederhanaan, pasangan elektron yang dipakai bersama sering direpresentasikan oleh satu garis. Dengan demikian, ikatan kovalen dalam molekul hidrogen dapat ditulis sebagai H-H. Dalam ikatan kovalen, setiap elektron dalam pasangan yang dipakai bersama tertarik ke inti kedua atom. Daya tarik ini menyatukan kedua atom dalam H₂ dan daya tarik ini berperan dalam pembentukan ikatan kovalen pada molekul lain.

Ikatan kovalen diantara atom berelektron banyak hanya melibatkan elektron valensi. Perhatikan molekul florin (F₂). Konfigurasi elektron F adalah 1s²2s²2p⁵. Elektron 1s berenergi paling rendah dan tinggal di dekat inti sepanjang waktu. Karena alasan ini elektron dekat inti F tidak berpartisipasi dalam pembentukan ikatan. Jadi, setiap atom F memiliki tujuh elektron valensi (elektron 2s dan 2p). Menurut Gambar 9.1, hanya ada satu elektron tidak berpasangan pada F, sehingga pembentukan molekul F₂ dapat direpresentasikan sebagai berikut:

Perhatikan bahwa hanya dua elektron valensi yang berperan dalam pembentukan F₂, masing-masing satu elektron dari setiap atom. Yang lainnya, elektron yang tidak berpasangan, disebut pasangan elektron bebas (PEB) — pasangan elektron valensi yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan kovalen. Jadi, setiap F dalam F₂ memiliki tiga pasangan elektron bebas:

Struktur yang kita gunakan ini untuk mereprsentasikan senyawa kovalen, seperti H₂ dan F₂, disebut struktur Lewis. Struktur Lewis adalah representasi ikatan kovalen di mana pasangan elektron yang dipakai bersama ditampilkan sebagai garis atau sebagai pasangan titik-titik diantara kedua atom, dan pasangan elektron bebas ditampilkan sebagai pasangan titik pada masing-masing atom. Hanya elektron valensi yang diperlihatkan dalam struktur Lewis.

Mari kita perhatikan struktur Lewis molekul air. Gambar 9.1 menunjukkan simbol titik Lewis untuk oksigen dengan dua titik tidak berpasangan atau dua elektron tidak berpasangan, jadi kita harapkan bahwa O dapat membentuk dua ikatan kovalen. Karena hidrogen hanya memiliki satu elektron, hidrogen hanya dapat membentuk satu ikatan kovalen. Jadi, struktur Lewis untuk air adalah

Dalam hal ini, atom O memiliki dua pasangan elektron bebas. Atom hidrogen tidak memiliki pasangan elektron bebas karena hanya ada satu elektronnya dan digunakan untuk membentuk ikatan kovalen.

Dalam molekul F₂ dan H₂O, atom F dan O mencapai konfigurasi gas mulia dengan pemakaian bersama sepasang elektron:



Pembentukan molekul-molekul ini menggambarkan aturan oktet, yang diformulasikan oleh Lewis: Sebuah atom selain hidrogen cenderung membentuk ikatan sampai dikelilingi oleh delapan elektron valensi. Dengan kata lain, ikatan kovalen terbentuk ketika tidak ada cukup elektron untuk setiap atom individu memiliki oktet lengkap. Dengan pemakaian bersama pasangan elektron dalam ikatan kovalen, masing-masing atom dapat mencapai oktetnya. Pengecualian untuk hidrogen yang mencapai konfigurasi elektron gas mulia helium, cukup dengan dua elektron yang disebut duplet.

Aturan oktet dan duplet berfungsi terutama untuk unsur di periode kedua (Li dan Be duplet; B, C, O, N dan F oktet) dalam tabel periodik. Unsur-unsur ini hanya memiliki subkulit 2s dan 2p, yang dapat menampung total delapan elektron. Ketika sebuah atom dari salah satu unsur ini membentuk senyawa kovalen, atom ini dapat mencapai konfigurasi elektron gas mulia [Ne] dengan pemakaian bersama pasangan elektron dengan atom lain dalam senyawa yang sama. Kemudian, kita akan membahas sejumlah pengecualian penting terhadap aturan oktet yang memberi kita wawasan lebih lanjut tentang sifat ikatan kovalen.


Atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovalen. Dalam satu ikatan, dua atom disatukan oleh satu pasangan elektron. Banyak senyawa disatukan oleh ikatan rangkap, yaitu ikatan yang terbentuk ketika dua atom memakai bersama dua atau lebih pasangan elektron. Jika dua atom memiliki dua pasangan elektron, ikatan kovalen disebut ikatan rangkap dua. Ikatan rangkap dua ditemukan dalam molekul karbon dioksida (CO₂) dan etilena (C₂H₄):



Ikatan rangkap tiga muncul ketika dua atom memakai bersama tiga pasang elektron, seperti pada molekul nitrogen (N₂):

Molekul asetilena (C₂H₂) juga mengandung ikatan rangkap tiga, ikatan ini antara dua atom karbon:


Perhatikan bahwa dalam senyawa etilena dan asetilena semua elektron valensi digunakan dalam pembentukan ikatan; tidak ada pasangan elektron bebas pada kedua atom karbon. Faktanya, dengan pengecualian karbon monoksida, molekul stabil yang mengandung karbon tidak memiliki pasangan elektron bebas pada atom karbon.

Panjang ikatan rangkap lebih pendek daripada ikatan kovalen tunggal. Panjang ikatan didefinisikan sebagai jarak antara inti kedua atom yang terikat secara kovalen dalam suatu molekul (Gambar 9.3). Tabel 9.2 menunjukkan beberapa panjang ikatan yang ditentukan secara eksperimen. Untuk pasangan atom tertentu, seperti karbon dan nitrogen, ikatan rangkap tiga lebih pendek dari ikatan rangkap dua, ikatan rangkap dua lebih pendek dari ikatan tunggal. Ikatan rangkap yang lebih pendek juga lebih stabil daripada ikatan tunggal, penjelasannya akan kita pelajari di bagian bab berikutnya.


Gambar 9.3 Panjang ikatan (dalam pm) dalam H₂ dan HI.

Tabel 9.2 Panjang Ikatan Rata-Rata untuk Beberapa Ikatan Tunggal, Rangkap Dua, dan Rangkap Tiga


Perbandingan Sifat-sifat Senyawa Kovalen dan Ionik
Senyawa ionik dan kovalen berbeda nyata dalam sifat fisika umumnya karena perbedaan sifat ikatan antara keduanya. Ada dua jenis kekuatan menarik dalam senyawa kovalen. Jenis pertama adalah gaya yang menyatukan atom-atom dalam sebuah molekul. Ukuran kuantitatif dari daya tarik ini diberikan oleh entalpi ikatan, yang dibahas dalam Bagian 9.10. Jenis kedua dari gaya tarik menarik yang beroperasi di antara molekul-molekul yang disebut gaya antar molekul. Karena gaya antarmolekul biasanya sangat lemah dibandingkan dengan gaya ikatan kovalen dalam suatu molekul, tetapi molekul-molekul senyawa kovalen tidak terikat bersama. Akibatnya senyawa kovalen biasanya berupa gas, cairan, atau padatan dengan titik leleh rendah. Di sisi lain, gaya elektrostatik yang mengikat ion bersama dalam senyawa ionik biasanya sangat kuat, sehingga senyawa ionik umumnya berbentuk padat pada suhu kamar dan memiliki titik leleh yang tinggi. Banyak dari senyawa ionik ini larut dalam air, dan larutan encer yang dihasilkan dapat menghantarkan arus listrik, karena senyawa ionik umumnya adalah elektrolit yang kuat. Sebagian besar senyawa kovalen tidak larut dalam air, atau jika larut, larutan encernya umumnya tidak menghantarkan listrik, karena senyawanya nonelektrolit. Larutan senyawa ionik menghantarkan listrik karena mengandung kation dan anion yang dapat bergerak; senyawa kovalen cair atau molten tidak menghantarkan listrik karena tidak ada ion. Tabel 9.3 membandingkan beberapa sifat umum senyawa ionik yang khas, natrium klorida (NaCl), dengan senyawa kovalen, karbon tetraklorida (CCl₄).

Tabel 9.3 Perbandingan Beberapa Sifat Umum dari Senyawa Ionik dan Senyawa kovalen
* Kalor molar fusi dan kalor molar penguapan adalah jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melelehkan 1 mol padatan dan untuk menguapkan 1 mol cairan.

9.3 Energi Kisi Senyawa Ionik

Kita dapat memprediksi unsur mana yang cenderung membentuk senyawa ionik berdasarkan data energi ionisasi dan afinitas elektron, tetapi bagaimana kita mengevaluasi stabilitas senyawa ionik? Energi ionisasi dan afinitas elektron didefinisikan untuk proses yang terjadi dalam fase gas, tetapi pada 1 atm dan 25°C semua senyawa ionik merupakan padatan. Keadaan padat adalah lingkungan yang sangat berbeda karena setiap kation dalam padatan dikelilingi oleh sejumlah anion tertentu, dan sebaliknya. Dengan demikian, kestabilan keseluruhan senyawa ionik padat bergantung pada interaksi semua ion-ion ini dan bukan hanya pada interaksi kation dan anion tunggal. Ukuran kuantitatif stabilitas setiap padatan ion adalah energi kisi, yang didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk benar-benar memisahkan 1 (satu) mol senyawa ionik padat menjadi ion-ion gas (lihat Bagian 6.7).

Siklus Born-Haber untuk Menentukan Energi Kisi
Energi kisi tidak dapat diukur secara langsung. Namun, jika kita mengetahui struktur dan komposisi senyawa ionik, kita dapat menghitung energi kisi senyawa dengan menggunakan hukum Coulomb, yang menyatakan bahwa energi potensial (E) antara dua ion berbanding lurus dengan produk muatannya dan berbanding terbalik dengan jarak pemisahan di antara keduanya. Untuk ion Li⁺ tunggal dan ion F⁻ tunggal yang dipisahkan oleh jarak r, energi potensial sistem diberikan oleh

(9.2)

di mana QLi dan QF adalah muatan pada ion Li⁺ dan F⁻ sedangkan k adalah konstanta proporsionalitas. Karena QLi⁺ positif dan QF⁻ negatif, E adalah kuantitas negatif, dan pembentukan ikatan ionik dari Li⁺ dan F⁻ adalah proses eksotermik. Akibatnya, energi harus disuplai untuk membalikkan proses (dengan kata lain, energi kisi LiF adalah positif), sehingga pasangan ikatan ion Li⁺ dan F⁻ lebih stabil daripada ion Li⁺ dan F⁻ yang terpisah.


Kita juga dapat menentukan energi kisi secara tidak langsung, dengan mengasumsikan bahwa pembentukan senyawa ionik terjadi dalam serangkaian langkah-langkah. Prosedur ini, yang dikenal sebagai siklus Born-Haber, menghubungkan energi kisi senyawa ionik dengan energi ionisasi, afinitas elektron, dan sifat-sifat atom dan molekul lainnya. Cara ini didasarkan pada hukum Hess (lihat Bagian 6.6). Dikembangkan oleh Max Born dan Fritz Haber, siklus Born-Haber mendefinisikan berbagai langkah yang mendahului pembentukan padatan ionik. Kita akan menggambarkan penggunaannya untuk menemukan energi kisi litium fluorida.


Perhatikan reaksi antara litium dan fluorin:


Perubahan entalpi standar untuk reaksi ini adalah 2594,1 kJ/mol. (Karena reaktan dan produk dalam keadaan standar, yaitu, pada 1 atm dan 25⁰C, perubahan entalpi juga merupakan entalpi pembentukan standar untuk LiF.) Ingatlah bahwa jumlah perubahan entalpi untuk langkah-langkahnya sama dengan entalpi perubahan reaksi keseluruhan (2594,1 kJ/mol), kita dapat melacak pembentukan LiF dari unsur-unsurnya melalui lima langkah terpisah. Prosesnya mungkin tidak terjadi persis seperti ini, tetapi jalur ini memungkinkan kita untuk menganalisis perubahan energi pembentukan senyawa ionik, dengan penerapan hukum Hess.


1. Konversikan litium padat menjadi uap litium (konversi langsung padatan ke gas disebut sublimasi):

Energi sublimasi untuk lithium adalah 155,2 kJ/mol.


2. Lepaskan ½ mol gas F₂ menjadi atom F gas yang terpisah:

Energi yang dibutuhkan untuk memutus ikatan dalam 1 mol molekul F₂ adalah 150,6 kJ. Di sini kita memutuskan ikatan menjadi setengah mol F₂, sehingga perubahan entalpi adalah 150,6/2, atau 75,3 kJ.

3. Ionisasi 1 mol atom Li gas (lihat Tabel 8.2):
Proses ini sesuai dengan ionisasi pertama litium.


4. Tambahkan 1 mol elektron ke 1 mol atom F gas. Sebagaimana dibahas pada bagian 8.5, perubahan energi untuk proses ini adalah kebalikan dari afinitas elektron (lihat Tabel 8.3):

5. Gabungan 1 mol Li⁺ gas dan 1 mol F⁻ membentuk 1 mol LiF padat:
Kebalikan dari langkah 5,
mendefinisikan energi kisi LiF. Dengan demikian, energi kisi harus memiliki besaran yang sama dengan 𝚫H₅°  tetapi merupakan tanda yang berlawanan. Meskipun kita tidak dapat menentukan 𝚫H₅° secara langsung, kita dapat menghitung nilainya dengan prosedur berikut.

Menurut hukum Hess, kita dapat menuliskan


atau


sehingga,
dan energi kisi LiF adalah +1.017 kJ/mol.

Gambar 9.2 merangkum siklus Born-Haber untuk LiF. Langkah 1, 2, dan 3 semuanya membutuhkan suplai energi. Di sisi lain, langkah 4 dan 5 melepaskan energi. Karena 𝚫H₅° adalah jumlah negatif yang besar, energi kisi LiF adalah jumlah positif yang besar, yang bertanggung jawab atas stabilitas LiF padat. Semakin besar energi kisi, semakin stabil senyawa ionik. Ingatlah bahwa energi kisi selalu merupakan nilai positif karena pemisahan ion dalam padatan menjadi ion dalam fase gas, menurut hukum Coulomb, merupakan proses endotermik.


Tabel 9.1 mencantumkan energi kisi dan titik leleh beberapa senyawa ionik yang umum dijumpai. Ada korelasi antara energi kisi dan titik lebur. Semakin besar energi kisi, semakin stabil zat padat dan semakin kuat memegang ion. Dibutuhkan lebih banyak energi untuk melelehkan padatan yang demikian, sehingga padatan memiliki titik lebur yang lebih tinggi daripada padatan dengan energi kisi yang lebih kecil. Perhatikan bahwa MgCl₂, Na₂O, dan MgO memiliki energi kisi yang luar biasa tinggi. Yang pertama dari senyawa ionik ini memiliki kation bermuatan ganda (Mg²⁺) dan yang kedua adalah anion bermuatan ganda (O₂²⁻); di senyawa ketiga ada interaksi antara dua spesi bermuatan ganda (Mg²⁺ dan O₂²⁻). Daya tarik coulomb antara dua spesi bermuatan ganda, atau antara ion bermuatan ganda dan ion bermuatan tunggal, jauh lebih kuat daripada di antara anion dan kation bermuatan tunggal.


Gambar 9.2 Siklus Born-Haber untuk pembentukan 1 mol LiF padat.

Tabel 9.1 Energi Kisi dan Titik lebur dari Beberapa Logam Alkali dan Logam Alkali Tanah Halida dan Oksida

Energi Kisi dan Rumus Senyawa Ionik
Karena energi kisi adalah ukuran stabilitas senyawa ionik, nilainya dapat membantu untuk menjelaskan rumus senyawa ini. Perhatikan magnesium klorida sebagai contoh. Kita telah mempelajari bahwa energi ionisasi suatu unsur meningkat dengan signifikan jika elektron-elektron secara berurutan dikeluarkan dari atomnya. Sebagai contoh, energi ionisasi magnesium pertama adalah 738 kJ/mol, dan energi ionisasi kedua adalah 1.450 kJ/mol, hampir dua kali lipat dari energi ionisasi pertama. Kita mungkin bertanya mengapa, dari sudut pandang energi, magnesium tidak memilih untuk membentuk ion yang tidak positif dalam senyawanya. Mengapa magnesium klorida tidak memiliki rumus MgCl (mengandung ion Mg⁺) daripada MgCl₂ (mengandung ion Mg²⁺)? Diketahui, ion Mg²⁺ memiliki konfigurasi gas mulia [Ne], yang mewakili stabilitas karena kulitnya benar-benar berlapis. Tetapi stabilitas yang diperoleh melalui kulit berlapis tidak (pada kenyataannya) lebih besar dari input energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari ion Mg⁺. Alasannya adalah MgCl₂ terletak pada stabilitas tambahan yang diperoleh dengan pembentukan magnesium klorida padat. Energi kisi MgCl₂ adalah 2.527 kJ/mol, yang lebih dari cukup untuk mengimbangi energi yang dibutuhkan untuk melepaskan dua elektron pertama dari atom Mg (738 kJ/mol + 1.450 kJ/mol = 2.188 kJ/mol).


Bagaimana dengan natrium klorida? Mengapa rumus untuk natrium klorida NaCl dan bukan NaCl₂ (mengandung ion Na²⁺)? Meskipun Na²⁺ tidak memiliki konfigurasi elektron gas mulia, kita mungkin mengharapkan senyawa tersebut menjadi NaCl₂ karena Na²⁺ memiliki muatan yang lebih tinggi dan karenanya NaCl₂ hipotetis seharusnya memiliki energi kisi yang lebih besar. Sekali lagi, jawabannya terletak pada keseimbangan antara input energi (yaitu, energi ionisasi) dan stabilitas yang diperoleh dari pembentukan padatan. Jumlah dari dua energi ionisasi pertama natrium adalah

496 kJ/mol + 4.560 kJ/mol = 5.056 kJ/mol


Senyawa NaCl₂ tidak ada, tetapi jika kita mengasumsikan nilai 2.527 kJ/mol sebagai energi kisinya (sama dengan yang untuk MgCl₂), kita melihat bahwa hasil energi akan terlalu kecil untuk mengimbangi energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan Ion Na²⁺.


Apa yang dikatakan tentang kation berlaku juga untuk anion. Dalam Bagian 8.5 kita akan menemukan bahwa afinitas elektron oksigen adalah 141 kJ/mol, yang berarti bahwa proses berikut melepaskan energi (dan karenanya lebih disukai):


O(g) + e⁻  →  O⁻(g)


Seperti yang kita harapkan, menambahkan elektron lain ke ion O⁻


O(g) + e⁻  →  O²⁻(g)

akan tidak disukai dalam fase gas karena peningkatan tolakan elektrostatik. Memang, afinitas elektron O⁻ negatif (2.780 kJ/mol). Namun senyawa yang mengandung ion oksida (O²⁻) memang ada dan sangat stabil, sedangkan senyawa yang mengandung ion O⁻ tidak diketahui. Sekali lagi, energi kisi tinggi yang dihasilkan dari ion O²⁻ dalam senyawa seperti Na₂O dan MgO jauh melebihi energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion O²⁻.

Ulasan Konsep
Manakah dari senyawa berikut ini yang memiliki energi kisi lebih besar, LiCl atau CsBr?

9.2 Ikatan Ionik

Litium fluorida
Dalam Bab 8 kita mempelajari bahwa atom unsur dengan energi ionisasi rendah cenderung membentuk kation, sedangkan atom unsur dengan afinitas elektron tinggi cenderung membentuk anion. Sebagai aturan, unsur yang paling mungkin membentuk kation dalam senyawa ion adalah logam alkali dan logam alkali tanah, dan unsur yang paling mungkin membentuk anion adalah unsur golongan halogen dan oksigen. Akibatnya, berbagai macam senyawa ionik menggabungkan logam Golongan 1A atau Golongan 2A dengan unsur golongan halogen atau oksigen. Ikatan ion adalah gaya elektrostatik yang menyatukan ion dalam senyawa ionik. Perhatikan, misalnya, reaksi antara litium dan fluor membentuk litium fluorida, bubuk putih beracun yang digunakan untuk menurunkan titik leleh solder dan dalam pembuatan keramik. Konfigurasi elektron litium adalah 1s²2s¹, dan fluorin adalah 1s²2s²2p⁵. Ketika atom litium dan florin bersentuhan satu sama lain, elektron valensi 2s¹ dari lithium ditransfer ke atom florin. Dengan menggunakan simbol titik Lewis, kita merepresentasikan reaksi seperti ini:

 (9.1)

Untuk kenyamanan, bayangkan reaksi ini terjadi dalam langkah terpisah — pertama ionisasi Li:


dan kemudian penerimaan elektron oleh F:

Selanjutnya, bayangkan dua ion terpisah bergabung membentuk satuan senyawa LiF:

Perhatikan bahwa jumlah ketiga persamaan ini adalah

yang sama dengan Persamaan (9.1). Ikatan ionik dalam LiF adalah tarikan elektrostatik antara ion litium bermuatan positif dan ion florida bermuatan negatif. Senyawa itu sendiri netral secara muatan listrik.

Banyak reaksi umum lainnya mengarah pada pembentukan ikatan ionik. Misalnya, kalsium terbakar dalam oksigen membentuk kalsium oksida:

Dengan asumsi bahwa molekul O₂ diatomik pertama kali membelah menjadi atom oksigen yang terpisah (kita akan melihat energetika dari langkah ini pada bagian bab berikutnya), kita dapat merepresentasikan reaksi dengan simbol titik Lewis:


Ada transfer dua elektron dari atom kalsium ke atom oksigen. Perhatikan bahwa ion kalsium yang dihasilkan (Ca₂⁺) memiliki konfigurasi elektron argon, ion oksida (O₂²⁻) isoelektronik dengan neon, dan senyawa (CaO) netral secara muatan listrik.


Dalam banyak kasus, kation dan anion dalam senyawa tidak membawa muatan yang sama. Misalnya, ketika litium terbakar di udara membentuk litium oksida (Li₂O), persamaan yang setara adalah


Menggunakan simbol titik Lewis, kita tuliskan

Dalam proses ini, atom oksigen menerima dua elektron (masing-masing satu dari dua atom litium) membentuk ion oksida. Ion Li⁺ isoelektronik dengan helium.

Ketika magnesium bereaksi dengan nitrogen pada suhu tinggi, senyawa padatan putih, magnesium nitrida (Mg₃N₂), membentuk:

atau


Reaksi ini melibatkan transfer enam elektron (masing-masing dua dari atom Mg) ke dua atom nitrogen. Ion magnesium yang dihasilkan (Mg21) dan ion nitrida (N32) keduanya isoelektronik dengan neon. Karena ada tiga 12 ion dan dua 23 ion, keseimbangan muatan dan senyawanya netral secara listrik.

Dalam Contoh 9.1, kita menerapkan simbol titik Lewis untuk mempelajari pembentukan senyawa ionik.

Contoh 9.1
Gunakan simbol titik Lewis untuk menunjukkan pembentukan aluminium oksida (Al₂O₃).

Strategi
Kita menggunakan elektronetralitas sebagai panduan dalam menulis rumus untuk senyawa ionik, yaitu, muatan positif total pada kation harus sama dengan muatan negatif total pada anion.

Penyelesaian
Menurut Gambar 9.1, simbol titik Lewis dari Al dan O adalah

Karena aluminium cenderung membentuk kation (Al³⁺) dan oksigen membentuk anion (O₂²⁻) dalam senyawa ionik, transfer elektron adalah dari Al ke O. Ada tiga elektron valensi di setiap atom Al; setiap atom O membutuhkan dua elektron untuk membentuk ion O₂²⁻, yang isoelektronik dengan neon. Dengan demikian, rasio netralisasi paling sederhana dari Al³⁺ ke O₂²⁻ adalah 2:3; dua ion Al³⁺ memiliki muatan total +6, dan tiga ion O₂²⁻ memiliki muatan total -6. Jadi rumus empiris aluminium oksida adalah Al₂O₃, dan reaksinya adalah

Periksa
Pastikan bahwa jumlah elektron valensi (24) sama di kedua sisi persamaan. Apakah subskrip dalam Al₂O₃ direduksi menjadi bilangan bulat terkecil yang dimungkinkan?

Latihan
Gunakan simbol titik Lewis untuk merepresentasikan pembentukan barium hidrida.