Ikatan kovalen, seperti yang telah kita pelajari, adalah pemakaian pasangan elektron bersama oleh dua atom. Dalam molekul seperti H₂, di mana atom-atomnya identik, kita harapkan elektron-elektronnya dibagi rata — yaitu, elektron menghabiskan jumlah waktu yang sama di sekitar masing-masing inti atom. Namun, dalam molekul HF yang terikat secara kovalen, atom H dan F tidak memiliki elektron ikatan yang sama karena H dan F adalah atom yang berbeda.
Ikatan dalam HF disebut ikatan kovalen polar, atau ikatan polar, karena elektron menghabiskan lebih banyak waktu di sekitar satu atom daripada yang lain. Bukti eksperimen menunjukkan bahwa dalam molekul HF elektron menghabiskan lebih banyak waktu di dekat inti atom F. Kita dapat menganggap pembagian elektron yang tidak merata ini sebagai transfer elektron parsial atau pergeseran densitas elektron, seperti yang lebih umum dijelaskan, dari H ke F (Gambar 9.4). Pemakaian bersama ini "berbagi tidak merata" dari pasangan elektron ikatan menghasilkan kerapatan elektron yang relatif lebih besar di dekat inti atom fluor dan lebih rendah kepadatan elektronnya didekat inti hidrogen. Ikatan HF dan ikatan polar lainnya dapat dianggap sebagai perantara antara ikatan kovalen (nonpolar), di mana pembagian elektron persis sama, dan ikatan ionik, di mana transfer elektron hampir penuh.
Gambar 9.4 Peta potensial elektrostatik dari molekul HF. Variasi distribusi sesuai dengan warna pelangi. Wilayah yang paling kaya elektron adalah merah; wilayah yang paling miskin elektron adalah biru.
Suatu sifat yang membantu kita membedakan ikatan kovalen nonpolar dari ikatan kovalen polar adalah keelektronegatifan, yaitu kemampuan atom untuk menarik elektron ke arahnya dalam ikatan kimia. Unsur dengan elektronegatifitas tinggi memiliki kecenderungan lebih besar untuk menarik elektron daripada unsur dengan elektronegatifitas rendah. Seperti yang kita duga, elektronegatifitas terkait dengan afinitas elektron dan energi ionisasi. Dengan demikian, atom seperti florin, yang memiliki afinitas elektron yang tinggi (cenderung untuk mengambil elektron dengan mudah) dan energi ionisasi yang tinggi (tidak mudah melepas elektron), juga memiliki keelektronegatifan yang tinggi. Di sisi lain, natrium memiliki afinitas elektron yang rendah, energi ionisasi yang rendah, dan elektronegatifitas yang rendah dibanding florin.
Keelektronegatifan adalah konsep relatif, yang berarti bahwa keelektronegatifan suatu unsur hanya dapat diukur dalam kaitannya dengan keelektronegatifan unsur lain. Linus Pauling menemukan metode untuk menghitung elektronegatifitas relatif dari sebagian besar unsur. Nilai-nilai ini ditunjukkan pada Gambar 9.5. Pemeriksaan yang cermat terhadap grafik ini mengungkapkan kecenderungan dan hubungan antara nilai-nilai keelektronegatifan dari berbagai unsur. Secara umum, elektronegatifitas meningkat dari kiri ke kanan dalam satu periode dalam tabel periodik, karena karakter logam unsur-unsur menurun. Dalam satu golongan, elektronegatifitas menurun dengan meningkatnya nomor atom, dan peningkatan karakter logam. Perhatikan bahwa logam transisi tidak mengikuti kecenderungan ini. Unsur yang paling elektronegatif — halogen, oksigen, nitrogen, dan belerang — ditemukan di sudut kanan atas tabel periodik, dan unsur yang paling tidak elektronegatif (logam alkali dan logam alkali tanah) berkumpul di dekat sisi kiri bawah sudut. Kecenderungan ini mudah terlihat pada grafik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.6.
Gambar 9.5. Keelektronegatifan unsur-unsur yang umum.
Gambar 9.6 Variasi keelektronegatifan berdasarkan nomor atom. Halogen memiliki keelektronegatifan tertinggi, dan logam-logam alkali paling rendah.
Atom unsur dengan keelektronegatifan yang sangat berbeda cenderung membentuk ikatan ionik (contohnya senyawa NaCl dan CaO) antara satu sama lain karena atom unsur yang kurang elektronegatif melepaskan elektronnya untuk atom unsur yang lebih elektronegatif. Ikatan ionik umumnya gabungan antara atom unsur logam dan atom unsur nonlogam. Atom unsur dengan elektronegatifitas yang sebanding cenderung membentuk ikatan kovalen polar antara satu sama lain karena pergeseran kerapatan elektron biasanya kecil. Sebagian besar ikatan kovalen melibatkan atom-atom unsur nonlogam. Hanya atom dari unsur yang sama, yang memiliki elektronegatifitas yang sama, dapat bergabung dengan ikatan kovalen. Kecenderungan dan karakteristik ini adalah apa yang kita harapkan, dengan mengingat pengetahuan kita tentang energi ionisasi dan afinitas elektron.
Tidak ada perbedaan tajam antara ikatan polar dan ikatan ion, tetapi aturan umum berikut ini membantu dalam membedakan di antara keduanya. Ikatan ionik terbentuk ketika perbedaan keelektronegatifan antara kedua atom ikatan adalah 2,0 atau lebih. Aturan ini berlaku untuk sebagian besar tetapi tidak semua senyawa ionik. Terkadang ahli kimia menggunakan kuantitas karakter ionik untuk menggambarkan sifat ikatan. Ikatan ionik murni akan memiliki karakter ionik 100 persen, tetapi tidak ada ikatan ionik seperti itu yang dijumpai, sedangkan ikatan nonpolar atau kovalen murni memiliki karakter ionik 0 persen. Seperti yang ditunjukkan Gambar 9.7, ada korelasi antara persen karakter ionik dari ikatan dan perbedaan elektronegatifitas antara atom-atom ikatan.
Gambar 9.7 Hubungan antara persen karakter ionik dan perbedaan keelektronegatifan.
Keelektronegatifan dan afinitas elektron terkait tetapi berbeda konsep. Keduanya menunjukkan kecenderungan atom untuk menarik elektron. Perbedaannya, afinitas elektron mengacu pada tarikan suatu atom yang terisolasi bagi elektron tambahan, sedangkan elektronegatifitas menandakan kemampuan sebuah atom dalam ikatan kimia (dengan atom lain) untuk menarik elektron yang dipakai bersama. Selain itu, afinitas elektron adalah kuantitas yang dapat diukur secara eksperimen, sedangkan elektronegatifitas adalah kuantitas yang diperkirakan karena tidak dapat diukur secara eksperimen.
Contoh 9.2 menunjukkan bagaimana pengetahuan tentang elektronegatifitas dapat membantu kita menentukan apakah suatu ikatan kimia bersifat kovalen atau ion.
Contoh 9.2
Klasifikasikan ikatan kimia berikut sebagai ikatan ion, kovalen polar, atau kovalen murni: (a) ikatan dalam HCl, (b) ikatan dalam KF, dan (c) ikatan C-C dalam H₃CCH₃.
Strategi
Kita mengikuti aturan perbedaan elektronegatifitas 2,0 dan mencari nilai-nilai berdasarkan pada Gambar 9.5.
Penyelesaian
(a) Perbedaan keelektronegatifan antara H dan Cl adalah 0,9, yang cukup besar, tetapi tidak cukup besar (berdasarkan aturan 2,0) untuk memenuhi syarat HCl sebagai senyawa ionik. Oleh karena itu, ikatan antara H dan Cl adalah ikatan kovalen polar. (b) Perbedaan elektronegatifitas antara K dan F adalah 3,2, yang jauh di atas aturan 2,0; oleh karena itu, ikatan antara K dan F adalah ikatan ion. (c) Kedua atom C identik dalam segala hal — keduanya terikat satu sama lain dan masing-masing terikat pada tiga atom H lainnya. Oleh karena itu, ikatan di antara mereka ikatan kovalen murni.
Latihan
Manakah dari ikatan berikut ini yang kovalen, mana yang kovalen polar, dan mana yang ionik? (a) ikatan dalam CsCl, (b) ikatan dalam H₂S, (c) ikatan N-N dalam H₂NNH₂.
Ulasan Konsep
Tulis rumus hidrida senyawa biner untuk unsur periode kedua (dari LiH sampai HF). Gambarkan perubahan dari karakter ionik menjadi kovalen dari senyawa-senyawa ini. Perhatikan bahwa berilium berperilaku berbeda dari logam Golongan 2A.
Keelektronegatifan dan Bilangan Oksidasi
Dalam Bab 4 kita mempelajari aturan untuk menetapkan bilangan oksidasi unsur dalam senyawanya. Konsep elektronegatifitas adalah dasar untuk aturan-aturan ini. Pada intinya, bilangan oksidasi mengacu pada jumlah muatan yang dimiliki sebuah atom jika elektron ditransfer sepenuhnya ke atom elektronegatif yang terikat dalam suatu molekul.
Perhatikan molekul NH₃, di mana atom N membentuk tiga ikatan tunggal dengan atom H. Karena N lebih elektronegatif daripada H, kerapatan elektron akan bergeser dari H ke N. Jika transfer selesai, setiap H akan menyumbangkan satu elektron untuk N, yang akan memiliki muatan total -3 sedangkan setiap H akan memiliki muatan +1 Jadi, kita menetapkan bilangan oksidasi -3 untuk N dan bilangan oksidasi +1 untuk H dalam NH₃.
Oksigen biasanya memiliki bilangan oksidasi -2 dalam senyawanya, kecuali dalam hidrogen peroksida (H₂O₂), yang struktur Lewisnya adalah
Ikatan antara atom-atom yang identik tidak memberikan kontribusi pada bilangan oksidasi atom-atom itu karena pasangan elektron dari ikatan itu dibagi rata. Karena H memiliki bilangan oksidasi +1, setiap atom O memiliki bilangan oksidasi -1.
Dapatkah kita mengetahui sekarang mengapa fluorin selalu memiliki bilangan oksidasi -1? Ini adalah unsur paling elektronegatif yang dikenal, dan selalu membentuk ikatan tunggal dalam senyawanya. Oleh karena itu, akan dikenakan muatan -1 jika transfer elektron selesai.
Ulasan Konsep
Identifikasi peta potensial elektrostatik yang ditunjukkan di sini dengan HCl dan LiH. Di kedua gambar, atom H ada di sebelah kiri.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.