Monday, January 21, 2019

5.4 Persamaan Gas Ideal

Mari kita rangkum hukum gas yang baru saja didiskusikan di Bagian 5.3:


1. Hukum Boyle: V ∝ 1/P (pada n dan T tetap)
2. Hukum Charles: V ∝ T (pada n dan P tetap)
3. Hukum Avogadro: V ∝ n (pada P dan T tetap)


Kita dapat menggabungkan ketiga ungkapan ini menjadi persamaan induk tunggal untuk perilaku gas:

atau 
PV = nRT   (5.8)


di mana R, tetapan proporsionalitas, yang disebut konstanta gas. Persamaan (5.8), disebut persamaan gas ideal, untuk menggambarkan hubungan antara keempat variabel P, V, T, dan n. Gas ideal merupakan gas hipotetik yang perilaku tekanan-volume-suhunya dapat sepenuhnya dihitung dengan persamaan gas ideal. Molekul-molekul gas ideal tidak saling menarik atau menolak satu sama lain, dan volumenya dapat diabaikan terhadap volume wadahnya. Meskipun pada kenyataannya di alam tidak ada yang ditemukan sebagai gas ideal, perkiraan gas ideal bekerja dengan baik pada kisaran suhu dan tekanan yang paling masuk akal. Dengan demikian, dapat dengan aman menggunakan persamaan gas ideal untuk menyelesaikan masalah gas.

Sebelum dapat diterapkan persamaan gas ideal pada sistem nyata, harus dievaluasi konstanta gas R. Pada 0ºC (273,15 K) dan tekanan 1 atm, banyak gas nyata berperilaku seperti gas ideal. Eksperimen menunjukkan bahwa dalam kondisi ini, 1 mol gas ideal menempati 22,414 L, yang sedikit lebih besar daripada volume bola basket, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.11. Keadaan 0ºC dan 1 atm disebut suhu dan tekanan standar, sering disingkat STP. Dari Persamaan (5.8) dapat ditulis




Gambar 5.11 Perbandingan volume molar pada STP (sekitar 22,4 L) dengan bola basket.


Titik-titik antara L dan atm dan antara K dan mol mengingatkan bahwa L dan atm berada pada pembilang dan K dan mol berada pada penyebutnya. Untuk sebagian besar perhitungan, akan dibulatkan nilai R menjadi tiga angka signifikan (0,0821 L⠄Atm/K⠄Mol) dan menggunakan 22,41 L untuk volume molar gas pada STP.


Contoh 5.3 menunjukkan bahwa jika diketahui kuantitas, volume dan suhu gas, maka dapat dihitung tekanannya menggunakan persamaan gas ideal. Kecuali dinyatakan sebaliknya, jika diasumsikan bahwa suhu yang diberikan dalam °C dalam perhitungan adalah tepat maka nilainya tidak mempengaruhi jumlah angka signifikan.


Contoh 5.3

Sulfur heksafluorida (SF₆) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan sangat tidak reaktif. Hitung tekanan (dalam atm) yang diberikan oleh 1,82 mol gas dalam bejana baja volume 5,43 L pada 69,5ºC.



Strategi 

Soal diketahui jumlah mol gas dan volume serta suhu. Apakah gas mengalami perubahan dalam salah satu perilakunya? Persamaan apa yang harus digunakan untuk mengetahui tekanan? Satuan suhu apa yang harus digunakan?



Penyelesaian

Karena tidak ada perubahan perilaku gas yang terjadi, dapat digunakan persamaan gas ideal untuk menghitung tekanan. Dengan menyusun ulang Persamaan (5.8), dapat dituliskan




Latihan
Hitung volume (dalam liter) yang ditempati oleh 2,12 mol gas nitrogen oksida (NO) pada 6,54 atm dan 76ºC.

Dengan menggunakan fakta bahwa volume molar gas menempati 22,41 L pada STP, dapat dihitung volume gas pada STP tanpa menggunakan persamaan gas ideal.

Contoh 5.4

Hitung volume (dalam liter) yang ditempati oleh 7,40 g NH₃ pada STP .


Strategi 

Berapa volume satu mol gas ideal pada STP? Berapa mol yang ada pada 7,40 g NH₃?


Penyelesaian

Dengan mengetahui bahwa 1 mol gas ideal menempati 22,41 L pada STP dan menggunakan massa molar NH₃ (17,03 g), dapat dituliskan urutan konversinya sebagai berikut


gram NH₃ → mol NH₃ → liter NH₃ pada STP

jadi volume NH₃ diberikan oleh




Seringkali benar dalam kimia, khususnya dalam perhitungan hukum gas, bahwa soal-soal kimia dapat diselesaikan dengan lebih dari satu cara. Di sini soalnya juga dapat diselesaikan dengan mengkonversi 7,40 g NH₃, pertama menjadi jumlah mol NH₃, dan kemudian menerapkan persamaan gas ideal (V = nRT/P). Cobalah.

Periksa
Karena 7,40 g NH₃ lebih kecil dari massa molarnya, volumenya pada STP harus lebih kecil dari 22,41 L. Oleh karena itu, jawabannya masuk akal.

Periksa

Berapa volume (dalam liter) yang ditempati oleh 49,8 g gas HCl pada STP?

Ulasan Konsep

Dengan mengasumsikan perilaku gas ideal, manakah dari gas berikut yang akan memiliki volume terbesar pada STP? (a) 0,82 mol He. (b) 24 g N₂. (c) 5,0 x 10²³ molekul Cl₂.

Persamaan gas ideal berguna untuk soal yang tidak melibatkan perubahan P, V, T, dan n pada sampel gas. Jadi, jika diketahui ada tiga variabel, maka dapat dihitung variabel yang keempat menggunakan persamaan gas ideal. Namun, kadang-kadang, perlu dihadapi perubahan tekanan, volume, dan suhu, atau bahkan dalam jumlah gas. Ketika keadaan berubah, harus digunakan bentuk modifikasi dari persamaan gas ideal yang memperhitungkan kondisi awal dan akhir. Dapat diturunkan persamaan yang dimodifikasi sebagai berikut. Dari Persamaan (5.8),



sehingga
(5.9)
Sangat menarik untuk dicatat bahwa semua hukum gas yang dibahas dalam Bagian 5.3 dapat diturunkan dari Persamaan (5.9). Jika n₁ = n₂, seperti yang biasanya terjadi karena jumlah gas biasanya tidak berubah, maka persamaannya menjadi


(5.10)


Penerapan Persamaan (5.9) ditunjukkan dalam Contoh 5.5, 5.6, dan 5.7.

Contoh 5.5
Balon helium yang dipompa sampai volume 0,55 L pada tekanan permukaan laut (1,0 atm) yang dibiarkan naik sampai ketinggian 6,5 km, di mana tekanannya sekitar 0,40 atm. Dengan mengasumsikan bahwa suhu tetap, berapakah volume akhir balon?


Strategi 

Jumlah gas di dalam balon dan suhunya tetap, tetapi tekanan dan volumenya berubah. Hukum gas apa yang dibutuhkan?


Dimulai dengan Persamaan (5.9)




Karena n₁ = n₂ dan T₁ = T₂,


P₁V₁ = P₂V₂


yang merupakan hukum Boyle [lihat Persamaan (5.2)]. Informasi yang diberikan ditabulasikan sebagai berikut:


Kondisi Awal   Kondisi Akhir

P₁ = 1,0 atm    P₂ = 0,40 atm

V₁ = 0,55 L     V₂ =?

Sehingga,

Periksa 
Ketika tekanan yang diberikan pada balon dikurangi (pada suhu tetap), gas helium mengembang dan volume balon meningkat. Volume akhir lebih besar dari volume awal, jadi jawabannya masuk akal.

Latihan
Sampel gas klor menempati volume 946 mL pada tekanan 726 mmHg. Hitung tekanan gas (dalam mmHg) jika volumenya berkurang pada suhu tetap menjadi 154 mL.

Contoh 5.6

Argon adalah gas inert yang digunakan dalam bola lampu untuk memperlambat penguapan serat tungsten. Bola lampu tertentu yang mengandung argon pada 1,20 atm dan 18ºC dipanaskan sampai 85ºC pada volume tetap. Hitung tekanan akhirnya (dalam atm).


Strategi 

Suhu dan tekanan argon berubah tetapi jumlah dan volume gas tetap. Persamaan apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan tekanan akhir? Satuan suhu apa yang harus digunakan?


Penyelesaian

Karena n₁ = n₂ dan V₁ = V₂, Persamaan (5.9) menjadi


yang merupakan hukum Charles [lihat Persamaan (5.6)]. Selanjutnya dapat dituliskan

Keadaan Awal                      Keadaan Akhir
P₁ = 1.20 atm                        P₂ = ?

T₁ = (18 + 273) K = 291 K  T₂ = (85 + 273) K = 358 K

Tekanan terakhir diberikan oleh




Periksa 
Pada volume tetap, tekanan gas dalam jumlah tertentu berbanding lurus dengan suhu mutlaknya. Oleh karena itu peningkatan tekanan masuk akal.

Latihan

Sampel gas oksigen awalnya pada 0,97 atm didinginkan dari 21ºC menjadi -68ºC pada volume tetap. Berapa tekanan akhirnya (dalam atm)?

Contoh 5.7

Gelembung kecil naik dari dasar danau, di mana suhu dan tekanan 8ºC dan 6,4 atm, ke permukaan air, di mana suhu 25ºC dan tekanannya 1,0 atm. Hitung volume akhir (dalam mL) gelembung jika volume awalnya adalah 2,1 mL.

Strategi 

Dalam memecahkan masalah semacam ini, di mana banyak informasi yang diberikan, kadang-kadang sangat membantu dalam membuat sketsa keadaan, seperti yang ditunjukkan di sini:

Apa satuan suhu yang harus digunakan dalam perhitungan?

Penyelesaian
Menurut Persamaan (5.9)


Dengan berasumsi bahwa jumlah udara dalam gelembung tetap, yaitu, n₁ = n₂ sehingga




yaitu Persamaan (5.10). Informasi yang diberikan dapat dirangkum:

Keadaan Awal                      Keadaan Akhir
P₁ = 6,4 atm                          P₂ = 1,0 atm
V₁ = 2,1 mL                          V₂ = ?

T₁ = (8 + 273) K = 281 K     T₂ = (25 + 273) K = 298 K

Dengan menata ulang Persamaan (5.10) diperoleh


Periksa
Perlu dilihat bahwa volume akhir melibatkan perkalian volume awal dengan rasio tekanan (P₁/P₂) dan rasio suhu (T₂/T₁). Ingat bahwa volume berbanding terbalik dengan tekanan, dan volume berbanding lurus dengan suhu. Karena tekanan berkurang dan suhu meningkat ketika gelembung naik, maka diharapkan volume gelembung meningkat. Bahkan, di sini perubahan tekanan memainkan peran yang lebih besar dalam perubahan volume.

Latihan
Suatu gas yang awalnya bervolume 4,0 L pada 1,2 atm, dan 66ºC mengalami perubahan sehingga volume dan suhu akhirnya adalah 1,7 L dan 42ºC. Berapa tekanan akhirnya? Asumsikan jumlah mol tetap tidak berubah.

Perhitungan Densitas/Kerapatan
Jika diatur ulang persamaan gas ideal, dapat dihitung kerapatan gas:



Jumlah mol gas, n, diberikan oleh persamaan
di mana m adalah massa gas dalam gram dan ℳ adalah massa molarnya. Karena itu


Karena kerapatan (d) adalah massa per satuan volume, dapat dituliskan
(5.11)

Tidak seperti molekul dalam materi terkondensasi (yaitu, dalam cairan dan padatan), molekul gas dipisahkan oleh jarak yang besar dibandingkan dengan ukurannya. Akibatnya, kerapatan gas sangat rendah di bawah keadaan atmosfer. Karena alasan ini, kerapatan gas biasanya dinyatakan dalam gram per liter (g/L) daripada gram per mililiter (g/mL), seperti ditunjukkan pada Contoh 5.8.

Contoh 5.8
Hitung kerapatan karbon dioksida (CO₂) dalam gram per liter (g/L) pada 0,990 atm dan 55ºC.

Strategi 
Diperlukan Persamaan (5.11) untuk menghitung kerapatan gas. Apakah informasi yang memadai disediakan dalam soal? Apa satuan suhu yang harus digunakan?

Penyelesaian
Untuk menggunakan Persamaan (5.11), dapat diubah suhu menjadi Kelvin (T = 273 + 55 = 328 K) dan menggunakan 44,01 g untuk massa molar CO₂:




Sebagai alternatif, dapat diselesaikan kerapatan dengan menuliskan 
Dengan asumsi bahwa ada 1 mol CO₂, massanya 44,01 g. Volume gas dapat diperoleh dari persamaan gas ideal


Oleh karena itu, kerapatan CO₂ diberikan oleh


Komentar
Dalam satuan gram per mililiter, kerapatan gas adalah 1,62 x 10⁻³ g/mL, yang jumlahnya sangat kecil. Sebagai perbandingan, kerapatan air adalah 1,0 g/mL dan emas adalah 19,3 g/cm³.

Latihan
Berapa kerapatan (dalam g/L) uranium heksafluorida (UF₆) pada 779 mmHg dan 62ºC?

Massa Molar Zat Berwujud Gas
Dari apa yang telah dipelajari sejauh ini, mungkin ada kesan bahwa massa molar suatu zat ditemukan dengan memeriksa rumus kimianya dan menjumlahkan massa molar atom komponennya. Namun, prosedur ini hanya berfungsi jika rumus kimia zat yang sebenarnya telah diketahui. Dalam kenyataannya, ahli kimia sering berurusan dengan zat-zat yang tidak diketahui atau hanya sebagian komposisinya saja yang telah diketahui. Jika zat yang tidak diketahui berbentuk gas, massa molarnya tetap dapat ditemukan berkat adanya persamaan gas ideal. Semua yang diperlukan adalah nilai kerapatan yang telah ditentukan secara eksperimen (atau data massa dan volume) untuk gas pada suhu dan tekanan yang diketahui. Dengan mengatur ulang Persamaan (5.11) didapatkan
Dalam percobaan tertentu, bola lampu dengan volume yang diketahui diisi dengan zat gas yang diteliti. Suhu dan tekanan sampel gas dicatat, dan massa total bola lampu ditambah sampel gas ditentukan (Gambar 5.12). Bola lampu kemudian dievakuasi (dikosongkan) dan ditimbang lagi. Perbedaan massa adalah massa gas. Kerapatan gas sama dengan massanya dibagi dengan volume bola lampu. Setelah diketahui kerapatan gas, dapat dihitung massa molar zat menggunakan Persamaan (5.12). Tentu saja, spektrometer massa akan menjadi instrumen ideal untuk menentukan massa molar, tetapi tidak semua ahli kimia mampu membelinya.


Gambar 5.12 Alat untuk mengukur kerapatan gas. Bola dengan volume yang diketahui diisi dengan gas yang diteliti pada suhu dan tekanan tertentu. Pertama bola ditimbang, dan kemudian dikosongkan (dievakuasi) dan ditimbang lagi. Perbedaan massa memberikan massa gas. Dengan mengetahui volume bola lampu, kita bisa menghitung kerapatan gas. Dalam kondisi atmosfer, 100 mL udara memiliki berat sekitar 0,12 g, jumlah yang mudah diukur.


Contoh 5.9 menunjukkan metode kerapatan untuk penentuan massa molar.


Contoh 5.9

Seorang ahli kimia telah mensintesis senyawa gas klorin dan oksigen berwarna kuning kehijauan dan menemukan bahwa kerapatannya adalah 7,71 g/L pada suhu 36ºC dan 2,88 atm. Hitung massa molar senyawa dan tentukan rumus molekulnya.


Strategi 

Karena Persamaan (5.11) dan (5.12) adalah pengaturan ulang antara satu sama lain, dapat dihitung massa molar gas jika diketahui kerapatan, suhu, dan tekanannya. Rumus molekul senyawa harus konsisten dengan massa molarnya. Apa satuan suhu yang harus digunakan?

Penyelesaian
Dari Persamaan (5.12)
Atau, dapat diselesaikan untuk massa molar dengan menuliskan
Dari kerapatan yang diberikan diketahui ada 7,71 g gas dalam 1 L. Jumlah mol gas dalam volume ini dapat diperoleh dari persamaan gas ideal

Oleh karena itu, massa molar senyawa diberikan oleh persamaan

Untuk menentukan rumus molekul senyawa dengan cara coba-coba, hanya menggunakan pengetahuan massa molar klorin (35,45 g) dan oksigen (16,00 g). Diketahui bahwa suatu senyawa yang mengandung satu atom Cl dan satu atom O akan memiliki massa molar 51,45 g, yang terlalu rendah, sedangkan massa molar suatu senyawa terdiri dari dua atom Cl dan satu atom O adalah 86,90 g, yang terlalu tinggi. Dengan demikian, senyawa tersebut harus mengandung satu atom Cl dan dua atom O dan memiliki rumus ClO₂, yang memiliki massa molar 67,45 g.

Latihan

Kerapatan gas suatu senyawa organik adalah 3,38 g/L pada 40ºC dan 1,97 atm. Berapa massa molarnya?

Karena Persamaan (5.12) berasal dari persamaan gas ideal, juga dapat dihitung massa molar suatu zat gas menggunakan persamaan gas ideal, seperti ditunjukkan dalam Contoh 5.10.


Contoh 5.10

Analisis kimia gas suatu senyawa menunjukkan bahwa senyawa itu mengandung 33,0 persen silikon (Si) dan 67,0 persen florin (F) berdasarkan massa. Pada 35°C, 0,210 L senyawa memberikan tekanan 1,70 atm. Jika massa 0,210 L senyawa adalah 2,38 g, tentukan rumus molekul senyawa tersebut.


Strategi 

Masalah ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, soal meminta rumus empiris senyawa dari persen berdasarkan massa Si dan F. Kedua, informasi yang diberikan memungkinkan untuk menghitung massa molar senyawa dan karenanya dapat ditentukan rumus molekulnya. Apa hubungan antara massa molar empiris dan massa molar yang dihitung dari rumus molekul?


Penyelesaian

Dengan mengikuti prosedur dalam Contoh 3.9 untuk menghitung rumus empiris dengan mengasumsikan bahwa ada 100 g senyawa, sehingga persentase diubah menjadi gram. Jumlah mol Si dan F diberikan oleh
Oleh karena itu, rumus empirisnya adalah Si₁,₁₇ F₃,₅₃, atau, dibagi dengan indeks atau subskrip yang lebih kecil (1,17), diperoleh SiF₃.

Untuk menghitung massa molar senyawa, pertama-tama perlu dihitung jumlah mol yang terkandung dalam 2,38 g senyawa. Dari persamaan gas ideal

Karena ada 2,38 g dalam 0,0141 mol senyawa, massa dalam 1 mol, atau massa molar, diberikan oleh
Massa molar rumus empiris SiF₃ adalah 85,09 g. Ingatlah bahwa rasio (massa molar/massa molar empiris) selalu berupa bilangan bulat (169/85,09 = 2). Oleh karena itu, rumus molekul senyawa seharusnya (SiF₃)₂ atau Si₂F₆.

Latihan

Suatu senyawa gas mengandung 78,14 persen boron dan 21,86 persen hidrogen. Pada 27°C, 74,3 mL gas memberikan tekanan 1,12 atm. Jika massa gas adalah 0,0934 g, tentukan rumus molekulnya?

5.3 Hukum Gas

Hukum gas yang akan kita pelajari dalam bab ini adalah hasil eksperimen yang tak terhitung jumlahnya pada sifat fisika gas yang dilakukan selama beberapa abad. Masing-masing generalisasi mengenai perilaku makroskopis zat berwujud gas mewakili tonggak sejarah ilmu pengetahuan. Bersama-sama mereka telah memainkan peran utama dalam pengembangan banyak ide dalam kimia.

Hubungan Tekanan-Volume: Hukum Boyle

Pada abad ketujuh belas, Robert Boyle mempelajari perilaku gas secara sistematis dan kuantitatif. Dalam satu seri studi, Boyle menyelidiki hubungan tekanan-volume dari sampel gas. Data yang dikumpulkan oleh Boyle ditunjukkan pada Tabel 5.2. Perhatikan bahwa ketika tekanan (P) meningkat pada suhu tetap, volume (V) yang ditempati oleh jumlah gas tertentu berkurang. Bandingkan titik data pertama dengan tekanan 724 mmHg dan volume 1,50 (dalam satuan yang diinginkan) ke titik data terakhir dengan tekanan 2.250 mmHg dan volume 0,58. Jelas ada hubungan terbalik antara tekanan dan volume gas pada suhu tetap. Ketika tekanan meningkat, volume yang ditempati oleh gas berkurang. Sebaliknya, jika tekanan yang diberikan berkurang, volume yang ditempati gas meningkat. Hubungan ini sekarang dikenal sebagai hukum Boyle, yang menyatakan bahwa tekanan dari sejumlah tetap suatu gas pada suhu tetap berbanding terbalik dengan volume gas.

Peralatan yang digunakan oleh Boyle dalam percobaan ini sangat sederhana (Gambar 5.5). Pada Gambar 5.5 (a), tekanan yang diberikan pada gas sama dengan tekanan atmosfer dan volume gas adalah 100 mL. (Perhatikan bahwa tabung terbuka di bagian atas dan karena itu dikenai tekanan atmosfer.) Pada Gambar 5.5 (b), lebih banyak merkuri telah ditambahkan untuk menggandakan tekanan pada gas, dan volume gas berkurang hingga 50 mL. Tiga kali lipat tekanan pada gas bertambah volumenya berkurang hingga sepertiga dari nilai awalnya [Gambar 5.5 (c)].

Gambar 5.5 Peralatan untuk mempelajari hubungan antara tekanan dan volume gas. (a) Kadar merkuri tetap dan tekanan gas sama dengan tekanan atmosfer (760 mmHg). Volume gas adalah 100 mL. (b) Menggandakan tekanan dengan menambahkan lebih banyak merkuri mengurangi volume gas hingga 50 mL. (c) Tekanan tiga kali lipat menurunkan volume gas hingga sepertiga dari nilai awalnya. Suhu dan jumlah gas dijaga tetap.


Dapat ditulis persamaan matematika yang menunjukkan hubungan terbalik antara tekanan dan volume:

di mana simbol ∝ berarti sebanding dengan. Dapat diubah ∝ menjadi tanda sama dengan dan menulis
(5.1a)


di mana k₁ adalah konstanta yang disebut konstanta proporsionalitas. Persamaan (5.1a) adalah ekspresi matematis dari hukum Boyle. Dapat diatur ulang Persamaan (5.1a) dan diperoleh

PV = k₁  (5.1b)


Bentuk hukum Boyle ini menyatakan bahwa hasilkali dari tekanan dan volume gas pada suhu dan jumlah gas tetap adalah tetap. Gambar teratas pada Gambar 5.6 adalah representasi skematis dari hukum Boyle. Kuantitas n adalah jumlah mol gas dan R adalah konstanta yang harus didefinisikan dalam Bagian 5.4. Kita akan mempelajari di Bagian 5.4 bahwa konstanta proporsionalitas k₁ dalam Persamaan (5.1b) sama dengan nRT.

Konsep satu besaran yang proporsional dengan besaran yang lain dan penggunaan konstanta proporsionalitas dapat diklarifikasi melalui analogi berikut. Penghasilan harian bioskop XXI tergantung pada harga tiket (dalam rupiah per tiket) dan jumlah tiket yang terjual. Dengan asumsi bahwa bioskop membebankan satu harga untuk semua tiket, dapat ditulis
pendapatan = (rupiah/tiket) x jumlah tiket terjual


Karena jumlah tiket yang dijual bervariasi dari hari ke hari, pendapatan pada hari tertentu dikatakan sebanding dengan jumlah tiket yang terjual:
pendapatan  ∝ jumlah tiket terjual
= C x jumlah tiket terjual

di mana C, konstanta proporsionalitas, adalah harga per tiket.


Gambar 5.6 Ilustrasi skematis tentang hukum Boyle, hukum Charles, dan hukum Avogadro.


Gambar 5.7 menunjukkan dua cara konvensional untuk mengekspresikan temuan Boyle secara grafis. Gambar 5.7 (a) adalah grafik dari persamaan PV = k₁; Gambar 5.7 (b) adalah grafik persamaan ekuivalen P = k₁ x 1/V. Perhatikan bahwa yang terakhir adalah persamaan linier dari bentuk y = mx + b, di mana b = 0 dan m = k₁.
Gambar 5.7 Grafik yang menunjukkan variasi volume gas dengan tekanan yang diberikan pada gas, pada suhu tetap. (a) P terhadap V. Perhatikan bahwa volume gas bertambah dua kali lipat saat tekanannya dikurangi setengahnya. (b) P terhadap 1/V. Kemiringan garis sama dengan k₁.


Meskipun nilai dari masing-masing tekanan dan volume dapat sangat bervariasi untuk sampel gas tertentu, selama suhu tetap konstan dan jumlah gas tidak berubah, P kali V selalu sama dengan konstanta yang sama. Oleh karena itu, untuk sampel gas tertentu di bawah dua set keadaan yang berbeda pada suhu tetap, diperoleh
P₁V₁ = k₁ = P₂V₂
atau
P₁V₁ = P₂V₂

di mana V₁ dan V₂ adalah volume masing-masing pada tekanan P₁ dan P₂.


Hubungan Suhu-Volume: Hukum Charles dan Gay-Lussac
Hukum Boyle tergantung pada suhu sistem yang tetap. Tetapi misalkan suhu berubah: Bagaimana perubahan suhu mempengaruhi volume dan tekanan gas? Untuk melihat pengaruh suhu pada volume gas, Peneliti paling awal dari hubungan ini adalah ilmuwan Prancis, Jacques Charles dan Joseph Gay-Lussac. Penelitiannya menunjukkan bahwa, pada tekanan tetap, volume sampel gas mengembang ketika dipanaskan dan menyusut saat didinginkan (Gambar 5.8). Hubungan kuantitatif yang terlibat dalam perubahan suhu dan volume gas ternyata sangat konsisten. Sebagai contoh, dapat diamati sebuah fenomena menarik ketika mempelajari hubungan suhu-volume pada berbagai tekanan. Pada tekanan berapa pun, plot volume terhadap suhu menghasilkan garis lurus. Dengan memperpanjang garis ke volume nol, ditemukan perpotongan pada sumbu suhu dengan nilai -273,15ºC. Pada tekanan lain, diperoleh garis lurus yang berbeda dari plot antara suhu-volume, tetapi didapatkan perpotongan suhu pada volume nol yang sama, yaitu pada -273,15ºC (Gambar 5.9). (Dalam praktiknya, dapat diukur volume gas hanya pada kisaran suhu terbatas, karena semua gas mengembun pada suhu rendah membentuk cairan.)

Pada tahun 1848 Lord Kelvin menyadari arti penting dari fenomena ini. Ia mengidentifikasi -273,15ºC sebagai nol mutlak, secara teoritis suhu terendah yang dapat dicapai. Kemudian dia mengatur skala suhu mutlak, yang sekarang disebut skala suhu Kelvin, dengan nol mutlak sebagai titik awal. (lihat Bagian 1.7). Pada skala Kelvin, satu kelvin (K) besarnya sama dengan satu derajat Celcius. Satu-satunya perbedaan antara skala suhu mutlak dan skala Celcius adalah bahwa posisi nol digeser. Poin-poin penting pada dua skala disusun sebagai berikut:


                           Skala Kelvin       Celsius
Nol mutlak                0 K                  -273,15ºC
Titik beku air        273,15 K                  0ºC
Titik didih air        373,15 K                100ºC


Konversi antara ºC dan K diberikan. Dalam sebagian besar perhitungan akan digunakan 273 bukannya 273,15 sebagai istilah yang berhubungan dengan K dan ºC. Dengan perjanjian, digunakan T untuk menunjukkan suhu mutlak (Kelvin) dan t untuk menunjukkan suhu pada skala Celcius.

Ketergantungan volume gas pada suhu diberikan oleh
(5.3)

di mana k₂ adalah konstanta proporsionalitas. Persamaan (5.3) dikenal sebagai hukum Charles dan Gay-Lussac, atau hanya hukum Charles, yang menyatakan bahwa volume sejumlah tetap gas yang dipertahankan pada tekanan tetap berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Hukum Charles juga diilustrasikan pada Gambar 5.6. Dapat dilihat bahwa konstanta proporsionalitas k₂ dalam Persamaan (5.3) sama dengan nR/P.

Seperti yang dilakukan untuk hubungan tekanan-volume pada suhu tetap, dapat dibandingkan dua set keadaan volume-suhu untuk sampel gas tertentu pada tekanan tetap. Dari Persamaan (5.3) dapat ditulis
atau
(5.4)

di mana V₁ dan V₂ adalah volume masing-masing gas pada suhu T₁ dan T₂ (keduanya dalam Kelvin).

Bentuk lain dari hukum Charles menunjukkan bahwa pada jumlah gas dan volume tetap, tekanan gas sebanding dengan suhu
atau
(5.5)

Dari Gambar 5.6 dapat dilihat bahwa k₃ = nR/V. Dimulai dengan Persamaan (5.5), diperoleh


atau
(5.6)

di mana P₁ dan P₂ adalah tekanan gas masing-masing pada suhu T₁ dan T₂.


Hubungan Volume-Jumlah Mol: Hukum Avogadro
Karya ilmuwan Italia Amedeo Avogadro melengkapi studi tentang Boyle, Charles, dan Gay-Lussac. Pada tahun 1811 ia menerbitkan hipotesis yang menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas yang sama memiliki jumlah molekul yang sama (atau atom jika gasnya monatomik). Oleh karena itu, volume gas apa pun yang diberikan harus sebanding dengan jumlah mol molekul yang ada; itu adalah,


(5.7)


di mana n mewakili jumlah mol dan k₄ adalah konstanta proporsionalitas. Persamaan (5.7) adalah ekspresi matematis hukum Avogadro, yang menyatakan bahwa pada tekanan dan suhu tetap, volume gas berbanding lurus dengan jumlah mol gas yang ada. Dari Gambar 5.6 kita melihat bahwa k₄ = RT/P.


Menurut hukum Avogadro dapat dilihat bahwa ketika dua gas bereaksi satu sama lain, volume reaksi gas-gas memiliki rasio sederhana antara satu sama lain. Jika produk tersebut berupa gas, volumenya terkait dengan volume reaktan dengan rasio sederhana (fakta yang ditunjukkan sebelumnya oleh Gay-Lussac). Sebagai contoh, perhatikan sintesis amonia dari molekul hidrogen dan molekul nitrogen

Karena, pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas berbanding lurus dengan jumlah mol gas yang ada, sekarang dapat ditulis


Rasio volume molekul hidrogen dengan molekul nitrogen adalah 3: 1, dan amonia (produk) dengan jumlah volume molekul hidrogen dan mol molekul nitrogen (reaktan) adalah 2:4 atau 1:2 (Gambar 5.10 ).

Gambar 5.10 Hubungan volume gas dalam suatu reaksi kimia. Rasio volume molekul hidrogen dengan molekul nitrogen adalah 3:1, dan amonia (produk) dengan molekul hidrogen dan molekul nitrogen yang digabungkan (reaktan) adalah 2:4, atau 1:2.

Contoh-contoh kerja yang menggambarkan hukum gas disajikan pada Bagian 5.4.

5.2 Tekanan Gas

Gas memberikan tekanan pada permukaan apa pun yang bersentuhan dengannya, karena molekul gas terus bergerak. Manusia telah beradaptasi dengan baik secara fisiologis terhadap tekanan udara di sekitarnya sehingga biasanya tidak menyadarinya, mungkin seperti halnya ikan yang tidak menyadari akan tekanan air terhadap dirinya.

Sangat mudah untuk menunjukkan tekanan atmosfer. Salah satu contoh sehari-hari adalah kemampuan untuk minum cairan melalui sedotan. Mengisap udara keluar dari sedotan mengurangi tekanan di dalam sedotan. Tekanan atmosfer yang lebih besar pada cairan mendorongnya ke dalam sedotan untuk menggantikan udara yang telah tersedot keluar.


Satuan Tekanan Menurut SI

Tekanan merupakan salah satu sifat gas yang paling mudah diukur. Untuk memahami bagaimana mengukur tekanan gas, akan sangat membantu untuk mengetahui bagaimana satuan pengukuran diturunkan. Dimulai dengan kecepatan dan percepatan.

Kecepatan didefinisikan sebagai jarak perpindahan per satuan waktu; yaitu adalah,

Satuan SI untuk kecepatan adalah m/s, tetapi juga akan digunakan cm/s.


Percepatan adalah perubahan kecepatan per satuan waktu, atau

Percepatan diukur dalam m/s² (atau dapat juga digunakan cm/s²).


Hukum kedua gerak, yang dirumuskan oleh Sir Isaac Newton pada akhir abad ke-17, mendefinisikan istilah lain, dari mana satuan-satuan tekanan diturunkan, yaitu, gaya. Menurut hukum ini,

gaya = massa x percepatan

Dalam konteks ini, satuan gaya SI adalah newton (N), di mana

1 N = 1 kg m/s²

Akhirnya, dapat didefinisikan tekanan sebagai gaya yang diterapkan per satuan luas:
Satuan SI tekanan adalah pascal (Pa), didefinisikan sebagai satu newton per meter persegi:
1 Pa = 1 N/m²

Tekanan atmosfer
Atom-atom dan molekul-molekul gas di atmosfer, seperti halnya semua materi lainnya, patuh pada hukum gaya gravitasi bumi. Akibatnya, atmosfer jauh lebih rapat di dekat permukaan bumi daripada di ketinggian tertentu. (Udara di luar kabin pesawat yang bertekanan pada 9 km terlalu tipis untuk bernapas.) Faktanya, kerapatan udara berkurang sangat cepat dengan meningkatnya jarak dari bumi. Pengukuran menunjukkan bahwa sekitar 50 persen atmosfer terletak dalam 6,4 km dari permukaan bumi, 90 persen dalam 16 km, dan 99 persen dalam 32 km. Tidak mengherankan, semakin rapat udaranya, semakin besar tekanan yang diberikannya. Gaya yang dialami oleh setiap wilayah mana pun yang terpapar atmosfer bumi sama dengan berat kolom udara yang terpapar di atasnya. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang diberikan oleh atmosfer bumi (Gambar 5.2). Nilai aktual tekanan atmosfer tergantung pada lokasi, suhu, dan kondisi cuaca.
Gambar 5.2. Kolom udara yang memanjang dari permukaan laut ke atmosfer bagian atas.

Apakah tekanan atmosfer hanya bertindak ke bawah, seperti yang mungkin dapat disimpulkan dari definisi di atas? Bayangkan apa yang akan terjadi kemudian, jika selembar kertas sampul berukuran A4 dipegang (dengan kedua tangan) di atas kepala dan meletakannya. Mungkin diharapkan kertas menekuk karena tekanan udara yang bekerja padanya, tetapi ini tidak terjadi. Alasannya adalah bahwa udara, seperti halnya air, adalah fluida. Tekanan yang diberikan pada suatu benda dalam fluida datang dari segala arah — ke bawah dan ke atas, serta dari kiri dan dari kanan. Pada tingkat molekul, tekanan udara dihasilkan dari tabrakan antara molekul udara dan permukaan apa pun yang bersentuhan dengannya. Besarnya tekanan tergantung pada seberapa sering dan seberapa kuat molekul bertabrakan pada permukaan. Ternyata ada banyak molekul yang mengenai kertas dari atas seperti halnya ada di bawahnya, sehingga kertas tetap menempel dan tidak menekuk.

Bagaimana tekanan atmosfer diukur? Barometer mungkin merupakan instrumen yang paling dikenal untuk mengukur tekanan atmosfer. Barometer sederhana terdiri dari tabung kaca panjang, ditutup di satu ujung dan diisi dengan merkuri. Jika tabung dengan hati-hati dibalik di dalam piringan merkuri sehingga tidak ada udara yang masuk ke tabung, beberapa merkuri akan mengalir keluar dari tabung ke dalam piringan, menciptakan ruang hampa udara di bagian atas (Gambar 5.3). Berat merkuri yang tersisa dalam tabung didorong oleh tekanan atmosfer yang bekerja pada permukaan merkuri dalam piringan. Tekanan atmosfer standar (1 atm) sama dengan tekanan yang menopang kolom merkuri tepatnya setinggi 760 mm (atau 76 cm) pada 0°C di permukaan laut. Dengan kata lain, atmosfer standar sama dengan tekanan 760 mmHg, di mana mmHg mewakili tekanan yang diberikan oleh kolom merkuri setinggi 1 mm. Satuan mmHg juga disebut torr, setelah ilmuwan Italia Evangelista Torricelli, menemukan barometer. Demikian sehingga,

1 torr = 1 mmHg
dan
1 atm = 760 mmHg

Hubungan antara atmosfer dan pascal (lihat Lampiran 2) adalah

1 atm = 101.325 Pa
1 atm = 1,01325 x 10⁵ Pa

dan karena 1.000 Pa = 1 kPa (kilopascal)

1 atm = 1,01325 x 10² kPa
Gambar 5.3 Barometer untuk mengukur tekanan atmosfer. Di atas merkuri dalam tabung ada ruang hampa. (Ruang tersebut sebenarnya mengandung jumlah uap merkuri yang sangat kecil.) Kolom merkuri didorong oleh tekanan atmosfer.

Contoh 5.1 dan 5.2 menunjukkan konversi dari mmHg menjadi atm dan kPa.

Contoh 5.1
Tekanan di luar pesawat jet yang terbang pada ketinggian tinggi jauh di bawah tekanan atmosfer standar. Karena itu, udara di dalam kabin harus diberi tekanan untuk melindungi penumpang. Berapa tekanan di atmosfer di kabin jika pembacaan barometer adalah 688 mmHg?

Strategi
Karena 1 atm = 760 mmHg, faktor konversi berikut diperlukan untuk mendapatkan tekanan di atmosfer


Penyelesaian
Tekanan di kabin diberikan oleh
Latihan
Konversi 749 mmHg ke atmosfer.

Contoh 5.2

Tekanan atmosfer di San Francisco pada hari tertentu adalah 732 mmHg. Berapa tekanan dalam kPa?

Strategi

Diminta untuk mengkonversi mmHg menjadi kPa. Karena


1 atm = 1,01325 x 10⁵ Pa = 760 mmHg

faktor konversi yang dibutuhkan adalah

Penyelesaian
Tekanan dalam kPa adalah

Latihan
Konversi 295 mmHg menjadi kilopascal.

Manometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan gas selain atmosfer. Prinsip operasi manometer mirip dengan barometer. Ada dua jenis manometer, ditunjukkan pada Gambar 5.4. Manometer tabung tertutup biasanya digunakan untuk mengukur tekanan di bawah tekanan atmosfer [Gambar 5.4 (a)], sedangkan manometer tabung terbuka lebih cocok untuk mengukur tekanan yang sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer [Gambar 5.4 (b)].

Hampir semua barometer dan banyak manometer menggunakan merkuri sebagai fluida yang berfungsi, meskipun faktanya merkuri adalah zat beracun dengan uap berbahaya. Alasannya adalah bahwa merkuri memiliki kerapatan yang sangat tinggi (13,6 g/mL) dibandingkan dengan kebanyakan cairan lainnya. Karena ketinggian cairan dalam kolom berbanding terbalik dengan kerapatan cairan, sifat ini memungkinkan konstruksi barometer dan manometer kecil yang dikelola dengan baik.

Gambar 5.4 Dua jenis manometer yang digunakan untuk mengukur tekanan gas. (a) Tekanan gas lebih kecil dari tekanan atmosfer. (b) Tekanan gas lebih besar dari tekanan atmosfer.

Ulasan Konsep
Apakah akan lebih mudah untuk minum air dengan sedotan di atas atau di kaki gunung Mt. Everest?

5.1 Zat-zat Yang Berwujud Gas

Manusia hidup di dasar lautan udara yang komposisinya sekitar 78% gas N₂, 21% gas O₂, dan 1% gas lainnya, termasuk CO₂. Saat ini, sifat-sifat kimia dari campuran gas-gas penting ini telah menjadi sumber minat besar karena pengaruhnya terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan. Kimia atmosfer dan gas pencemar dibahas dalam Bab 17. Di bab ini akan difokuskan secara umum pada perilaku zat yang bewujud gas pada keadaan standar atau keadaan atmosfer normal, yang didefinisikan sebagai 25°C dan tekanan 1 atmosfer (atm).

Gambar 5.1 menunjukkan unsur-unsur yang berwujud gas pada keadaan atmosfer normal. Pertimbangkan bahwa gas hidrogen, nitrogen, oksigen, florin, dan klorin ada sebagai molekul diatomik: H₂, N₂, O₂, F₂, dan Cl₂. Alotrop oksigen, yaitu ozon (O₃), juga berwujud gas pada suhu kamar. Semua unsur dalam Golongan 8A, yaitu gas mulia, adalah gas monatomik: He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn.



Gambar 5.1 Unsur yang berwujud gas pada 25ºC dan 1 atm. Gas mulia (unsur Golongan 8A) adalah spesi monatomik; unsur-unsur gas lain berada sebagai molekul diatomik. Ozon (O₃) juga merupakan gas.

Tabel 5.1 Beberapa Zat Ditemukan Berwujud Gas pada 1 atm dan 25°C


Senyawa ionik tidak ada yang berwujud gas pada 25°C dan 1 atm, karena kation dan anion dalam padatan ionik disatukan oleh kekuatan elektrostatik yang sangat kuat; yaitu, kekuatan antara muatan positif dan negatif. Untuk mengatasi atraksi ini harus diterapkan sejumlah besar energi, yang dalam praktiknya dengan cara memanaskan benda padat menggunakan kekuatan panas yang tinggi. Dalam kondisi normal, yang bisa dilakukan hanyalah melelehkan padatan; misalnya, NaCl meleleh pada suhu agak tinggi 800°C. Untuk mendidihkannya, kita harus menaikkan suhu hingga di atas 1.000°C.

Perilaku senyawa molekul (biasanya senyawa kovalen) lebih bervariasi. Beberapa — misalnya, CO, CO₂, HCl, NH₃, dan CH₄ (metana) —adalah gas, tetapi sebagian besar senyawa kovalen adalah cairan atau padatan pada suhu kamar. Namun, pada pemanasan senyawa kovalen dikonversi menjadi gas, jauh lebih mudah daripada senyawa ionik. Dengan kata lain, senyawa kovalen biasanya mendidih pada suhu yang jauh lebih rendah daripada senyawa ionik. Tidak ada aturan sederhana untuk membantu kita menentukan apakah suatu senyawa kovalen tertentu berwujud gas dalam kondisi atmosfer normal. Untuk membuat tekad seperti itu, perlu dipahami sifat dan besarnya kekuatan-kekuatan atraktif di antara molekul-molekul, yang disebut gaya antarmolekul (dibahas pada Bab 11)Secara umum, semakin kuat daya tarik ini, semakin kecil kemungkinan senyawa dapat eksis sebagai gas pada suhu normal.



Dari gas yang tercantum dalam Tabel 5.1, hanya O₂ yang penting untuk kelangsungan hidup di bumi. Hidrogen sulfida (H₂S) dan hidrogen sianida (HCN) merupakan senyawa racun yang mematikan. Beberapa lainnya, seperti CO, NO₂, O₃, dan SO₂, agak kurang beracun. Gas-gas He, Ne, dan Ar secara kimia inert; yaitu, semuanya tidak bereaksi dengan zat lain apa pun. Sebagian besar gas tidak berwarna. Pengecualian adalah F₂, Cl₂, dan NO₂. Warna gelap-coklat dari NO₂ kadang-kadang terlihat di udara yang tercemar. Semua gas memiliki karakteristik fisik berikut:
  • Gas memilik volume dan bentuk menyerupai wadahnya.
  • Gas merupakan wujud materi yang paling mudah dimampatkan.
  • Gas-gas akan segera bercampur secara merata dan sepenuhnya jika ditempatkan pada wadah yang sama.
  • Gas memiliki kerapatan jauh lebih rendah daripada cairan dan padatan.

V terhadap P Pada Suhu (T) Tetap

V terhadap T Pada Tekanan (P) Tetap