Monday, January 21, 2019

4.4 Reaksi Oksidasi-Reduksi

Reaksi asam-basa dapat dicirikan sebagai proses transfer proton, sedangkan golongan reaksi yang disebut oksidasi-reduksi, atau reaksi redoks, reaksi ini dianggap sebagai reaksi transfer-elektron. Reaksi reduksi oksidasi sangat banyak menjadi bagian dari dunia di sekitar kita. Mulai dari pembakaran bahan bakar fosil hingga aksi pemutih rumah tangga. Selain itu, sebagian besar unsur logam dan nonlogam diperoleh dari bijihnya dengan proses oksidasi atau reduksi.

Banyak reaksi redoks terjadi di dalam air, tetapi tidak semua reaksi redoks terjadi dalam larutan berair. Kita memulai diskusi dengan reaksi dua unsur yang bergabung membentuk senyawa. Perhatikan pembentukan senyawa magnesium oksida (MgO) dari magnesium dan oksigen (Gambar 4.9):


2Mg(s) + O₂(g) → 2MgO(s)


Gambar 4.9 Magnesium dibakar dengan oksigen membentuk magnesium oksida

Magnesium oksida (MgO) adalah senyawa ionik yang tersusun dari ion Mg²⁺ dan O²⁻. Dalam reaksi ini, dua atom Mg melepaskan atau mentransfer empat elektron kepada dua atom O (dalam O₂). Untuk memudahkan, kita dapat menganggap proses ini sebagai dua langkah terpisah, pertama melibatkan lepasnya empat elektron dari dua atom Mg dan selanjutnya adalah penerimaan empat elektron oleh molekul O₂:


2Mg → 2Mg²⁺ + 4e⁻
O₂ + 4e⁻ → 2O²⁻

Masing-masing langkah ini disebut setengah reaksi, yang secara eksplisit menunjukkan elektron yang terlibat dalam reaksi redoks. Jumlah dari setengah reaksi memberikan reaksi keseluruhan:

2Mg + O₂ + 4e⁻ →  2Mg²⁺ + 2O²⁻ + 4e⁻

atau, jika kita menghilangkan elektron yang muncul di kedua sisi persamaan,

2Mg + O₂ →  2Mg²⁺ + 2O²⁻

Akhirnya, ion Mg²⁺ dan O²⁻ bergabung membentuk MgO:

2Mg²⁺ + 2O²⁻ →  2MgO.

Istilah reaksi oksidasi mengacu pada setengah reaksi yang melibatkan lepasnya elektron. Kimiawan awalnya menggunakan "oksidasi" untuk menunjukkan kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, sekarang memiliki makna yang lebih luas yang mencakup reaksi yang tidak melibatkan oksigen. Reaksi reduksi adalah setengah reaksi yang melibatkan penambahan elektron. Dalam pembentukan magnesium oksida, magnesium dioksidasi. Magnesium dikatakan bertindak sebagai agen pereduksi (reduktor) karena menyumbangkan elektron ke oksigen dan menyebabkan oksigen direduksi. Oksigen direduksi dan bertindak sebagai agen pengoksidasi (oksidator) karena oksigen menerima elektron dari magnesium, menyebabkan magnesium teroksidasi. Perhatikan bahwa tingkat oksidasi dalam reaksi redoks harus sama dengan tingkat reduksi; yaitu, jumlah elektron yang dilepas oleh zat pereduksi harus sama dengan jumlah elektron yang diterima oleh zat pengoksidasi.

Terjadinya transfer elektron lebih jelas dalam beberapa reaksi redoks daripada yang lain. Ketika seng logam ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung tembaga (II) sulfat (CuSO₄), seng mereduksi Cu²⁺ dengan menyumbangkan dua elektron ke dalamnya:

Zn(s) + CuSO₄(aq) → ZnSO₄(aq) + Cu(s)

Dalam prosesnya, larutannya kehilangan warna biru yang menjadi ciri keberadaan ion Cu²⁺ terhidrasi (Gambar 4.10):

Zn(s) + Cu²⁺(aq) → Zn²⁺(aq) + Cu(s)

Setengah reaksi oksidasi dan reduksinya adalah

Zn → Zn²⁺ + 2e⁻
Cu²⁺ + 2e⁻ → Cu

Demikian pula, logam tembaga mereduksi ion perak dalam larutan perak nitrat (AgNO₃):

Cu(s) + 2AgNO₃(aq) → Cu(NO₃)₂(aq) + 2Ag(s)

atau

Cu(s) + 2Ag⁺(aq) → Cu²⁺(aq) + 2Ag(s)

Bilangan Oksidasi (Biloks)
Definisi reduksi dan oksidasi dalam hal melepas dan menerima elektron berlaku untuk pembentukan senyawa ionik seperti MgO dan reduksi ion Cu²⁺ oleh Zn. Namun, definisi ini tidak secara akurat mengkarakterisasi pembentukan hidrogen klorida (HCl) dan belerang dioksida (SO₂):

H₂(g) + Cl₂(g) → 2HCl(g)
S(s) + O₂(g) → SO₂(g)

Karena HCl dan SO₂ bukan senyawa ionik tetapi molekul, tidak ada elektron yang benar-benar ditransfer dalam pembentukan senyawa ini, seperti pada MgO. Namun demikian, para ahli kimia menemukan bahwa reaksi ini adalah reaksi redoks karena pengukuran secara eksperimen menunjukkan bahwa terdapat transfer sebagian elektron (dari H ke Cl dalam HCl dan dari S ke O dalam SO₂).

Untuk melacak elektron dalam reaksi redoks, penting untuk menetapkan bilangan oksidasi untuk reaktan dan produk. Bilangan oksidasi atom, juga disebut keadaan oksidasi, menandakan jumlah muatan yang dimiliki atom dalam molekul (atau senyawa ionik) jika elektron ditransfer sepenuhnya. Sebagai contoh, kita dapat menulis ulang persamaan sebelumnya untuk pembentukan HCl dan SO₂ sebagai berikut:


Angka-angka di atas simbol unsur adalah bilangan oksidasi. Dalam kedua reaksi yang ditunjukkan, tidak ada muatan pada atom dalam molekul reaktan. Jadi, bilangan oksidasi molekul adalah nol. Untuk molekul produk, bagaimanapun, diasumsikan bahwa transfer elektron lengkap telah terjadi dan atom telah melepas atau menerima elektron. Bilangan oksidasi mencerminkan jumlah elektron yang "ditransfer".


Gambar 4.10 Reaksi perpindahan logam dalam larutan. (a) Gelas pertama: Sebuah seng ditempatkan dalam larutan CuSO₄ biru. Segera ion Cu²⁺ direduksi menjadi logam Cu dalam bentuk lapisan gelap. Gelas kedua: Pada waktunya, sebagian besar ion Cu²⁺ direduksi dan larutan menjadi tidak berwarna. (b) Gelas pertama: Sepotong kawat Cu ditempatkan dalam larutan AgNO₃ yang tidak berwarna. Ion Ag⁺ direduksi menjadi logam Ag. Gelas kedua: Seiring berjalannya waktu, sebagian besar ion Ag⁺ direduksi dan larutan memperoleh warna biru yang khas karena adanya ion Cu²⁺ terhidrasi.

Bilangan oksidasi memungkinkan kita untuk mengidentifikasi unsur yang teroksidasi dan direduksi secara cepat. Unsur-unsur yang menunjukkan peningkatan bilangan oksidasi — hidrogen dan belerang dalam contoh-contoh sebelumnya — dioksidasi. Klorin dan oksigen direduksi, sehingga bilangan oksidasi menunjukkan penurunan dari nilai awalnya. Perhatikan bahwa jumlah bilangan oksidasi H dan Cl dalam HCl (+1 dan -1) adalah nol. Demikian juga, jika kita menambahkan muatan pada S (+4) dan dua atom O [2 x (2-)], totalnya adalah nol. Alasannya adalah bahwa molekul HCl dan SO₂ netral, sehingga muatan harus dihilangkan.

Kita menggunakan aturan berikut untuk menetapkan bilangan oksidasi:

  1. Dalam unsur bebas (yaitu, dalam keadaan tidak terkombinasi), setiap atom memiliki bilangan oksidasi nol. Jadi, setiap atom dalam H₂, Br₂, Na, Be, K, O₂, dan P₄ memiliki bilangan oksidasi yang sama: yaitu nol.
  2. Untuk ion yang hanya terdiri dari satu atom (yaitu, ion monatomik), bilangan oksidasi sama dengan muatan pada ion. Jadi, ion Li⁺ memiliki bilangan oksidasi +1; Ion Ba²⁺, +2; Ion Fe³⁺, +3; Ion I⁻, -1; Ion O²⁻, -2; dan seterusnya. Semua logam alkali memiliki bilangan oksidasi +1 dan semua logam alkali tanah memiliki bilangan oksidasi +2 dalam senyawanya. Aluminium memiliki bilangan oksidasi +3 dalam semua senyawanya.
  3. Bilangan oksidasi oksigen dalam sebagian besar senyawa (misalnya, MgO dan H₂O) adalah -2, tetapi dalam hidrogen peroksida (H₂O₂) dan ion peroksida (O₂²⁻), adalah -1.
  4. Bilangan oksidasi hidrogen adalah +1, kecuali ketika terikat pada logam dalam senyawa biner. Dalam kasus ini (misalnya, LiH, NaH, CaH₂), bilangan oksidasinya adalah -1.
  5. Fluorin memiliki bilangan oksidasi -1 dalam semua senyawanya. Halogen lain (Cl, Br, dan I) memiliki bilangan oksidasi negatif ketika mereka muncul sebagai ion halida dalam senyawanya. Ketika dikombinasikan dengan oksigen — misalnya dalam asam okso dan anion okso (lihat Bagian 2.7) —halida memiliki bilangan oksidasi positif.
  6. Dalam molekul netral, jumlah bilangan oksidasi semua atom harus nol. Dalam ion poliatomik, jumlah bilangan oksidasi semua unsur dalam ion harus sama dengan muatan bersih ion. Misalnya, dalam ion amonium (NH₄⁺) bilangan oksidasi N adalah -3 dan H adalah +1. Jadi jumlah bilangan oksidasi adalah -3 + 4 (+1) = +1, yang sama dengan muatan bersih dari ion.
  7. Bilangan oksidasi tidak harus bilangan bulat. Misalnya, bilangan oksidasi O dalam ion superoksida, O₂⁻, adalah -½.

Kita menerapkan aturan sebelumnya untuk menetapkan bilangan oksidasi dalam Contoh 4.4.


Contoh 4.4

Tetapkan bilangan oksidasi untuk semua unsur dalam senyawa dan ion berikut ini: (a) Li₂O, (b) HNO₃, (c) Cr₂O₇²⁻.


Strategi 

Secara umum, kita mengikuti aturan yang baru saja dicatat untuk menetapkan bilangan oksidasi. Ingat bahwa semua logam alkali memiliki bilangan oksidasi +1, dan dalam banyak kasus hidrogen memiliki bilangan oksidasi +1 dan oksigen memiliki bilangan oksidasi -2 dalam senyawanya.


Penyelesaian 

(a) Berdasarkan aturan 2 kita melihat bahwa litium memiliki bilangan oksidasi +1 (Li⁺) dan bilangan oksidasi oksigen adalah -2 (O²⁻).


(b) Ini adalah rumus untuk asam nitrat, yang menghasilkan ion H⁺ dan ion NO₃⁻ dalam larutan. Dari aturan 4 kita melihat bahwa H memiliki bilangan oksidasi +1. Dengan demikian gugus lain (ion nitrat) harus memiliki bilangan oksidasi bersih -1. Oksigen memiliki bilangan oksidasi -2, dan jika kita menggunakan x untuk mewakili bilangan oksidasi nitrogen, maka ion nitrat dapat ditulis sebagai


[N⁽ˣ⁾O₃⁽²⁻⁾]⁻

sehingga  
x + 3(-2) = -1

atau
x = +5

(c) Dari aturan 6 kita melihat bahwa jumlah bilangan oksidasi dalam ion dikromat Cr₂O₇²⁻ harus -2. Kita tahu bahwa bilangan oksidasi O adalah -2, jadi yang tersisa hanyalah menentukan bilangan oksidasi Cr, yang kita misalkan disebut y. Ion dikromat dapat ditulis sebagai
sehingga
2(y) + 7(-2) = -2
atau
y = +6

Periksa 
Dalam setiap kasus, apakah jumlah bilangan oksidasi semua atom sama dengan muatan bersih pada spesi?

Latihan
Tetapkan bilangan oksidasi untuk semua unsur dalam senyawa dan ion berikut ini: (a) PF₃, (b) MnO₄⁻.

Gambar 4.11 menunjukkan bilangan oksidasi yang diketahui dari unsur-unsur yang dikenal, diatur sesuai dengan posisinya di tabel periodik. Kita dapat meringkas isi gambar ini sebagai berikut:

  • Unsur logam hanya memiliki bilangan oksidasi positif, sedangkan unsur bukan logam dapat memiliki bilangan oksidasi positif atau negatif.
  • Bilangan oksidasi tertinggi yang dimiliki unsur dalam Golongan 1A-7A adalah nomor golongannya. Sebagai contoh, halogen berada di Golongan 7A, jadi bilangan oksidasi tertinggi yang mungkin adalah +7.
  • Logam transisi (Golongan 1B, 3B-8B) biasanya memiliki beberapa kemungkinan bilangan oksidasi.

Gambar 4.11 Bilangan oksidasi unsur dalam senyawanya. Bilangan oksidasi yang lebih umum berwarna merah.

Jenis-jenis Reaksi Redoks
Di antara reaksi reduksi oksidasi yang paling umum adalah reaksi pembentukan (kombinasi), penguraian (dekomposisi), pembakaran, dan perpindahan (substitusi). Satu jenis yang juga terlibat disebut reaksi disproporsionasi, yang juga akan dibahas dalam bagian ini.

Reaksi Pembentukan (Kombinasi) 
Reaksi pembentukan adalah reaksi di mana dua atau lebih zat bergabung membentuk produk tunggal. Gambar 4.12 menunjukkan beberapa reaksi kombinasi. Sebagai contoh,


Gambar 4.12 Beberapa reaksi redoks kombinasi sederhana. (a) Belerang terbakar di udara membentuk belerang dioksida. (b) Pembakaran natrium dalam klorin membentuk natrium klorida. (c) Aluminium bereaksi dengan bromin membentuk aluminium bromida.

Reaksi Penguraian (dekomposisi)
Reaksi penguraian adalah kebalikan dari reaksi pembentukan (kombinasi). Secara khusus, reaksi dekomposisi adalah penguraian senyawa menjadi dua atau lebih komponen (Gambar 4.13). Sebagai contoh,


Gambar 4.13 (a) Pada pemanasan, merkuri (II) oksida (HgO) terurai membentuk merkuri dan oksigen. (b) Pemanasan kalium klorat (KClO₃) menghasilkan oksigen, yang mendukung pembakaran bilah kayu.

Reaksi pembakaran
Reaksi pembakaran adalah reaksi di mana suatu zat bereaksi dengan oksigen, biasanya dengan melepaskan panas dan cahaya menghasilkan api. Reaksi antara magnesium dan sulfur dengan oksigen yang dijelaskan sebelumnya adalah reaksi pembakaran. Contoh lain adalah pembakaran propana (C₃H₈), komponen gas alam yang digunakan untuk pemanasan dan memasak rumah tangga:


C₃H₈(g) + 5O₂(g) → 3CO₂(g) + 4H₂O(l)

Pengaturan bilangan oksidasi atom C dalam senyawa organik lebih banyak terlibat. Di sini, kita hanya fokus pada bilangan oksidasi atom O, yang berubah dari 0 menjadi -2.


Reaksi Perpindahan (substitusi)
Dalam reaksi substitusi (perpindahan), ion (atau atom) dalam suatu senyawa digantikan oleh ion (atau atom) unsur lain: Sebagian besar reaksi perpindahan masuk ke dalam salah satu dari tiga subkategori: perpindahan hidrogen, perpindahan logam, atau perpindahan halogen.

1. Perpindahan Hidrogen. 

Semua logam alkali dan beberapa logam alkali tanah (Ca, Sr, dan Ba), yang merupakan unsur logam paling reaktif, akan menggantikan hidrogen dari air dingin (Gambar 4.14):




Gambar 4.14 Reaksi (a) natrium (Na) dan (b) kalsium (Ca) dengan air dingin. Perhatikan bahwa reaksinya lebih kuat dengan Na daripada dengan Ca.

Banyak logam, termasuk yang tidak bereaksi dengan air, mampu menggantikan hidrogen dari asam. Misalnya, seng (Zn) dan magnesium (Mg) tidak bereaksi dengan air dingin tetapi bereaksi dengan asam klorida, sebagai berikut:




Gambar 4.15 menunjukkan reaksi antara asam klorida (HCl) dan besi (Fe), seng (Zn), dan magnesium (Mg). Reaksi-reaksi ini digunakan untuk menyiapkan gas hidrogen di laboratorium.



Gambar 4.15 Reaksi (a) besi (Fe), (b) seng (Zn), dan (c) magnesium (Mg) dengan asam hidroklorida membentuk gas hidrogen dan logam klorida (FeCl₂ ZnCl₂, MgCl₂). Reaktivitas logam-logam ini tercermin dalam laju pembentukan gas hidrogen, yang paling lambat untuk logam yang paling tidak reaktif, Fe, dan tercepat untuk logam yang paling reaktif, Mg.

2. Perpindahan Logam.
Suatu logam dalam suatu senyawa dapat digantikan oleh logam lain dalam keadaan unsur. Kita telah melihat contoh-contoh seng menggantikan ion tembaga dan tembaga menggantikan ion perak. Membalikkan peran logam tidak akan menghasilkan reaksi. Dengan demikian, logam tembaga tidak akan menggantikan ion seng dari seng sulfat, dan logam perak tidak akan menggantikan ion tembaga dari tembaga nitrat.

Cara mudah untuk memprediksi apakah reaksi substitusi logam atau hidrogen akan benar-benar terjadi adalah dengan merujuk pada seri aktivitas (kadang-kadang disebut seri elektrokimia), ditunjukkan pada Gambar 4.16. Pada dasarnya, seri aktivitas adalah ringkasan yang mudah dari hasil dari banyak kemungkinan reaksi perpindahan yang serupa dengan yang telah dibahas. Menurut seri ini, setiap logam di atas hidrogen akan memindahkannya dari air atau dari asam, tetapi logam di bawah hidrogen tidak akan bereaksi dengan air atau asam. Faktanya, setiap logam yang terdaftar dalam seri aktivitas akan bereaksi dengan logam apa saja (dalam senyawa) di bawahnya. Misalnya, Zn berada di atas Cu, sehingga logam seng akan menggantikan ion tembaga dari tembaga sulfat.



Gambar 4.16 Seri aktivitas untuk logam. Logam-logam tersebut diatur sesuai dengan kemampuannya untuk menggantikan hidrogen dari asam atau air. Li (litium) adalah logam yang paling reaktif, dan Au (emas) adalah yang paling tidak reaktif.

Reaksi substitusi logam menemukan banyak aplikasi dalam proses metalurgi, yang tujuannya adalah untuk memisahkan logam murni dari bijihnya. Sebagai contoh, vanadium diperoleh dengan memperlakukan vanadium (V) oksida dengan logam kalsium :


V₂O₅(s) + 5Ca(l) → 2V(l) + 5CaO(s)

Demikian pula, titanium diperoleh dari titanium (IV) klorida sesuai dengan reaksi

TiCl₄(g) + 2Mg(l) → Ti(s) + 2MgCl₂(l)

Dalam setiap kasus, logam yang bertindak sebagai zat pereduksi terletak di atas logam yang direduksi (yaitu, Ca di atas V dan Mg di atas Ti) dalam seri aktivitas. Kita akan melihat lebih banyak contoh dari jenis reaksi ini di Bab 19.

3. Substitusi Halogen.
Seri aktivitas lainnya yang merangkum perilaku halogen dalam reaksi perpindahan halogen:


F₂ > Cl₂ > Br₂ > I₂

Kekuatan unsur-unsur ini sebagai zat pengoksidasi berkurang jika kita mengurutkan Golongan 7A dari florin ke iodin, sehingga molekul florin dapat menggantikan ion klorida, bromida, dan iodida dalam larutan. Faktanya, molekul fluor sangat reaktif sehingga juga menyerang air; dengan demikian reaksi ini tidak dapat dilakukan dalam larutan berair. Di sisi lain, molekul klorin dapat menggantikan ion bromida dan iodida dalam larutan berair. Persamaan substitusi adalah



Persamaan ionik adalah



Molekul bromin, pada gilirannya, dapat menggantikan ion iodida dalam larutan:




Membalikkan peran halogen tidak menghasilkan reaksi. Dengan demikian, brom tidak dapat menggantikan ion klorida, dan yodium tidak dapat menggantikan ion bromida dan klorida.


Reaksi perpindahan halogen memiliki aplikasi industri langsung. Halogen sebagai suatu gugus adalah yang paling reaktif dari unsur-unsur bukan logam. Semua halogen adalah agen pengoksidasi kuat. Akibatnya, halogen ditemukan di alam dalam keadaan gabungan (dengan logam) sebagai halida dan tidak pernah sebagai unsur bebas. Dari keempat unsur ini, klorin sejauh ini merupakan bahan kimia industri yang paling penting. Pada tahun 2008 jumlah klorin yang diproduksi di Amerika Serikat adalah sekitar 25 miliar pound, menjadikan klorin sebagai bahan kimia industri peringkat kesepuluh. Produksi tahunan bromin hanya seperseratus dari klorin, sementara jumlah florin dan iodin yang dihasilkan bahkan lebih sedikit.


Memulihkan halogen dari halida mereka membutuhkan proses oksidasi, yang diwakili oleh



2X⁻ → X₂ + 2e⁻

di mana X menunjukkan unsur halogen. Air laut dan air asin alami (misalnya, air bawah tanah yang bersentuhan dengan endapan garam) adalah sumber yang kaya akan ion Cl₂, Br₂, dan I₂. Mineral seperti florit (CaF₂) dan kriolit (Na₃AlF₆) digunakan untuk membuat florin. Karena florin adalah zat pengoksidasi terkuat yang diketahui, tidak ada cara untuk mengubah ion F⁻ menjadi F₂ dengan cara kimia. Satu-satunya cara untuk melakukan oksidasi adalah dengan cara elektrolitik, yang rinciannya akan dibahas pada Bab 19. Secara industri, klorin, seperti florin, diproduksi secara elektrolitik.


Bromin dibuat secara industri dengan mengoksidasi ion Br₂ dengan klor, yang merupakan agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk mengoksidasi ion Br₂ tetapi bukan air:



2Br⁻(aq) → Br₂(l) + 2e⁻

Salah satu sumber terkaya ion Br₂ adalah Laut Mati — sekitar 4000 bagian per juta (ppm) berdasarkan massa semua zat terlarut di Laut Mati adalah Br. Setelah oksidasi ion Br₂, brom dihilangkan dari larutan dengan meniupkan udara ke atas larutan, dan campuran udara-bromin kemudian didinginkan untuk memadatkan bromin (Gambar 4.17).



Yodium juga dibuat dari air laut dan air garam alami oleh oksidasi ion I₂ dengan klorin. Karena ion Br₂ dan I₂ selalu ada di sumber yang sama, keduanya teroksidasi oleh klorin. Namun, relatif mudah untuk memisahkan Br₂ dari I₂ karena yodium adalah padatan yang sedikit larut dalam air. Prosedur peniupan udara akan menghilangkan sebagian besar bromin yang terbentuk tetapi tidak akan memengaruhi kehadiran yodium.


Gambar 4.17 Pembuatan industri brom (cairan merah berasap) dengan mengoksidasi larutan berair yang mengandung ion Br₂ dengan gas klor.

Reaksi disproporsionasi

Jenis reaksi redoks yang khusus adalah reaksi disproporsionasi. Dalam reaksi disproporsionasi, suatu unsur dalam satu keadaan oksidasi secara bersamaan dioksidasi dan direduksi. Satu reaktan dalam reaksi disproporsionasi selalu mengandung unsur yang dapat memiliki setidaknya tiga keadaan oksidasi. Unsur itu sendiri dalam keadaan oksidasi menengah; yaitu, tingkat oksidasi yang lebih tinggi dan lebih rendah ada untuk unsur tersebut dalam produk. Dekomposisi hidrogen peroksida adalah contoh dari reaksi disproporsionasi:

Di sini bilangan oksidasi oksigen dalam reaktan (-1) meningkat menjadi nol pada O₂ dan menurun menjadi -2 pada H₂O. Contoh lain adalah reaksi antara molekul klorin dan larutan NaOH:

Reaksi ini menjelaskan pembentukan zat pemutih rumah tangga, karena ion hipoklorit (ClO₂) yang mengoksidasi zat pembawa warna dalam noda, mengubahnya menjadi senyawa tidak berwarna.

Akhirnya, menarik untuk membandingkan reaksi redoks dan reaksi asam-basa. Keduanya analog dengan reaksi asam-basa yang melibatkan transfer proton sedangkan reaksi redoks melibatkan transfer elektron. Namun, sementara reaksi asam basa cukup mudah dikenali (karena selalu melibatkan asam dan basa), tidak ada prosedur sederhana untuk mengidentifikasi proses redoks. Satu-satunya cara yang pasti adalah membandingkan bilangan oksidasi dari semua unsur dalam reaktan dan produk. Setiap perubahan dalam bilangan oksidasi menjamin bahwa reaksi tersebut bersifat redoks.


Klasifikasi berbagai jenis reaksi redoks diilustrasikan dalam Contoh 4.5.


Contoh 4.5
Klasifikasikan reaksi redoks berikut dan tunjukkan perubahan dalam bilangan oksidasi unsur:

(a) 2N₂O(g) → 2N₂(g) + O₂(g)
(b) 6Li(s) + N₂(g)  2Li₃N(s)
(c) Ni(s) + Pb(NO₃)₂(aq)  Pb(s) + Ni(NO₃)₂(aq)

(d) 2NO₂(g) + H₂O(l)  HNO₂(aq) + HNO₃(aq)

Strategi 
Tinjau definisi reaksi pembentukan, reaksi penguraian, reaksi pembakaran, reaksi perpindahan, dan reaksi disproporsionasi.

Penyelesaian

(a) Ini adalah reaksi penguraian karena satu reaktan diubah menjadi dua produk yang berbeda. Bilangan oksidasi N berubah dari +1 menjadi 0, sedangkan O berubah dari -2 menjadi 0.
(b) Ini adalah reaksi pembentukan (dua reaktan membentuk produk tunggal). Bilangan oksidasi Li berubah dari 0 menjadi +1 sedangkan N berubah dari 0 menjadi -3.
(c) Ini adalah reaksi perpindahan logam. Logam Ni menggantikan (mereduksi) ion Pb²⁺. Bilangan oksidasi Ni meningkat dari 0 menjadi +2 sedangkan Pb menurun dari +2 menjadi 0.

(d) Bilangan oksidasi N adalah +4 dalam NO₂ dan +3 dalam HNO₂ dan +5 dalam HNO₃. Karena bilangan oksidasi dari unsur yang sama meningkat dan menurun, ini adalah reaksi disproporsionasi.


Latihan

Identifikasi reaksi redoks berikut berdasarkan jenisnya:
(a) Fe + H₂SO₄ → FeSO₄ + H₂
(b) S + 3F₂  SF₆
(c) 2CuCl  Cu + CuCl₂
(d) 2Ag + PtCl₂  2AgCl + Pt

Ulasan Konsep
Manakah dari reaksi pembentukan berikut ini yang bukan reaksi redoks?
(a) 2Mg(s) + O₂(g)  2MgO(s)
(b) H₂(g) + F₂(g)  2HF(g)
(c) NH₃(g) + HCl(g)  NH₄Cl(s)
(d) 2Na(s) + S(s)  Na₂S(s)

4.3 Reaksi Asam Basa

Asam dan basa sama akrabnya dengan aspirin dan susu magnesium hanya saja sebagian besar orang tidak tahu nama kimianya — asam asetilsalisilat (aspirin) dan magnesium hidroksida (susu magnesium). Selain menjadi bahan dasar dari banyak produk obat dan rumah tangga, kimia asam-basa penting dalam proses industri dan penting dalam mempertahankan sistem biologis. Sebelum kita membahas reaksi asam-basa, kita perlu tahu lebih banyak tentang asam dan basa itu sendiri.

Sifat Umum Asam dan Basa
Dalam Bagian 2.7 kita mendefinisikan asam sebagai zat yang terionisasi dalam air menghasilkan ion H⁺ dan basa sebagai zat yang terionisasi dalam air menghasilkan ion OH⁻. Definisi ini dirumuskan pada akhir abad kesembilan belas oleh ahli kimia Swedia Svante Arrhenius untuk mengelompokkan zat yang sifatnya sudah diketahui ketika larut dalam air.

Asam
  • Asam memiliki rasa asam; misalnya, cuka berasa asam mengandung asam asetat, lemon dan buah jeruk lainnya mengandung asam sitrat.
  • Asam menyebabkan perubahan warna indikator asam-basa; misalnya, asam mengubah warna lakmus dari biru menjadi merah.
  • Asam bereaksi dengan logam tertentu, seperti seng, magnesium, dan besi, menghasilkan gas hidrogen. Reaksi khas adalah antara asam klorida dan magnesium:
  • Asam bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat, seperti Na₂CO₃, CaCO₃, dan NaHCO₃, menghasilkan gas karbon dioksida (Gambar 4.6). Sebagai contoh,
  • Larutan asam dalam air menghantarkan arus listrik.


Basa
  • Basa memiliki rasa pahit.
  • Basa terasa licin; misalnya, sabun, yang mengandung basa, menunjukkan sifat ini.
  • Basa menyebabkan perubahan warna indikator asam-basa; misalnya, basa mengubah warna lakmus dari merah menjadi biru.
  • Larutan basa dalam air menghantarkan arus listrik.
Gambar 4.6. Sepotong papan tulis kapur, yang sebagian besar CaCO₃, bereaksi dengan asam klorida.

Asam dan Basa Brønsted
Definisi asam dan basa Arrhenius terbatas karena hanya berlaku untuk larutan dalam air. Definisi yang lebih luas diusulkan oleh ahli kimia Denmark Johannes Brønsted pada tahun 1932; asam Brønsted adalah donor proton, dan basa Brønsted adalah akseptor proton. Perhatikan bahwa definisi Brønsted tidak memerlukan asam dan basa pada larutan dalam air. Asam hidroklorat adalah asam Brønsted karena ia menyumbangkan proton dalam air:

Perhatikan bahwa ion H⁺ adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya; H⁺ adalah proton yang tanpa elektron dan neutron. Ukuran proton adalah sekitar 10⁻¹⁵ m, dibandingkan dengan diameter untuk atom atau ion rata-ratanya sekitar 10⁻¹⁰ m. Partikel bermuatan positif yang sangat kecil ini tidak dapat eksis sebagai entitas terpisah dalam larutan karena daya tarik yang kuat terhadap kutub negatif (atom O) dalam H₂O. Akibatnya, proton ada dalam bentuk terhidrasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. Oleh karena itu, ionisasi asam klorida harus ditulis sebagai berikut:

Proton terhidrasi, H₃O⁺, disebut ion hidronium. Persamaan ini menunjukkan reaksi di mana asam Brønsted (HCl) menyumbangkan proton ke basa Brønsted (H₂O).

Eksperimen menunjukkan bahwa ion hidronium terhidrasi lebih lanjut sehingga proton dapat memiliki beberapa molekul air yang tertarik dengannya. Karena sifat asam proton tidak terpengaruh oleh tingkat hidrasi, dalam diskusi ini kita akan terbiasa menggunakan H⁺ (aq) untuk mewakili proton terhidrasi. Notasi ini untuk kenyamanan, tetapi H₃O⁺ lebih dekat dengan fakta eksperimen. Perlu diingat bahwa kedua notasi tersebut mewakili spesi yang sama dalam larutan berair.

Asam yang biasa digunakan di laboratorium meliputi asam hidroklorat (HCl), asam nitrat (HNO₃), asam asetat (CH₃COOH), asam sulfat (H₂SO₄), dan asam fosfat (H₃PO₄). Tiga asam pertama adalah asam monoprotik; yaitu, setiap satuan asam menghasilkan satu ion hidrogen setelah ionisasi:

Seperti disebutkan sebelumnya, karena ionisasi asam asetat tidak seluruhnya (perhatikan panah ganda), asam itu adalah elektrolit yang lemah. Untuk alasan ini disebut asam lemah (lihat Tabel 4.1). Di sisi lain, HCl dan HNO₃ adalah asam kuat karena keduanya adalah elektrolit kuat, sehingga keduanya terionisasi seluruhnya dalam larutan (perhatikan penggunaan panah tunggal).

Asam sulfat (H₂SO₄) adalah asam diprotik karena setiap satuan asam melepaskan dua ion H⁺, dalam dua langkah terpisah:

H₂SO₄ adalah elektrolit kuat atau asam kuat (langkah pertama ionisasi seluruhnya), tetapi HSO₄⁻ adalah asam lemah atau elektrolit lemah, dan kita membutuhkan panah ganda untuk merepresentasi ionisasi yang tidak seluruhnya.

Asam triprotik, yang menghasilkan tiga ion H⁺, jumlahnya relatif sedikit. Asam triprotik yang paling terkenal adalah asam fosfat, yang ionisasinya


Ketiga spesi (H₃PO₄, H₂PO₄⁻, dan HPO₄²⁻) dalam contoh ini adalah asam lemah, dan kita menggunakan panah ganda untuk merepresentasi setiap langkah ionisasi. Anion seperti H₂PO₄⁻ dan HPO₄²⁻ ditemukan dalam larutan fosfat berair seperti NaH₂PO₄ dan Na₂HPO₄. Tabel 4.3 mencantumkan beberapa asam kuat dan lemah yang umum.

Tabel 4.3 Beberapa Asam Kuat dan 
Asam Lemah Yang Umum

Gambar 4.8 Ionisasi amonia dalam air membentuk ion amonium dan ion hidroksida.

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa natrium hidroksida (NaOH) dan barium hidroksida [Ba(OH)₂] adalah elektrolit yang kuat. Ini berarti bahwa keduanya seluruhnya terionisasi dalam larutan:


Ion OH⁻ dapat menerima proton sebagai berikut:

H⁺(aq) + OH⁻(aq) → H₂O(l)

Dengan demikian, OH⁻ adalah basa Brønsted.

Ammonia (NH₃) diklasifikasikan sebagai basa Brønsted karena dapat menerima ion H⁺ (Gambar 4.8):

NH₃(aq) + H₂O(l) ⇋ NH₄⁺(aq) + OH⁻(aq)

Amonia adalah elektrolit yang lemah (dan karenanya basa lemah) karena hanya sebagian kecil molekul NH₃ terlarut yang bereaksi dengan air membentuk ion NH₄⁺ dan OH⁻.

Basa kuat yang paling umum digunakan di laboratorium adalah natrium hidroksida. Basa itu murah dan mudah larut. (Faktanya, semua hidroksida logam alkali larut dalam air). Basa lemah yang paling umum digunakan adalah larutan amonia berair, yang kadang-kadang keliru disebut ammonium hidroksida. Tidak ada bukti bahwa spesi NH₄OH sebenarnya ada selain ion NH₄⁺ dan OH⁻ dalam larutan. Semua unsur Golongan 2A membentuk hidroksida tipe M(OH)₂, di mana M menunjukkan logam alkali tanah. Dari hidroksida ini, hanya Ba(OH)₂ yang larut dalam air. Magnesium dan kalsium hidroksida digunakan dalam kedokteran dan industri. Hidroksida dari logam lain, seperti Al(OH)₃ dan Zn(OH)₂ tidak larut dalam air dan tidak digunakan sebagai basa.

Contoh 4.3 mengklasifikasikan zat sebagai asam Brønsted atau basa Brønsted.

Contoh 4.3
Klasifikasi masing-masing spesi berikut dalam larutan air sebagai asam atau basa Brønsted: (a) HBr, (b) NO₂⁻, (c) HCO₃⁻.

Strategi
Apa karakteristik asam Brønsted? Apakah asam Brønsted mengandung setidaknya satu atom H? Dengan pengecualian amonia, sebagian besar basa Brønsted yang akan kita jumpai pada tahap ini adalah anion.

Penyelesaian
(a) Kita tahu bahwa HCl adalah asam. Karena Br dan Cl keduanya adalah halogen (Golongan 7A), kita harapkan HBr, seperti HCl, terionisasi dalam air sebagai berikut:

HBr(aq) → H⁺(aq) + Br⁻(aq)

Oleh karena itu HBr adalah asam Brønsted.

(b) Dalam larutan, ion nitrit dapat menerima proton dari air membentuk asam nitrit:

NO₂⁻(aq) + H⁺(aq) → HNO₂(aq)

Sifat ini menjadikan NO₂⁻ basa Brønsted.

(c) Ion bikarbonat adalah asam Brønsted karena terionisasi dalam larutan sebagai berikut:

HCO₃⁻ (aq) ⇋ H⁺(aq) + CO₃²⁻(aq)

Ion ini juga merupakan basa Brønsted karena dapat menerima proton membentuk asam karbonat:

HCO₃⁻(aq)  +  H⁺(aq) ⇋  H₂CO₃(aq)

Komentar
Spesi HCO₃⁻ dikatakan bersifat amfoter karena memiliki sifat asam dan sifat basa. Panah ganda menunjukkan bahwa ini adalah reaksi yang dapat balik.

Latihan
Klasifikasi masing-masing spesi berikut sebagai asam atau basa Brønsted: (a) SO₄²⁻, (b) HI.

Reaksi Netralisasi Asam-Basa
Reaksi netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa. Umumnya, reaksi larutan asam-basa berair menghasilkan garam dan air, yang merupakan senyawa ionik yang terdiri dari kation selain H⁺ dan anion selain OH⁻ atau O²⁻:

asam + basa → garam + air

Zat yang kita kenal sebagai garam meja atau garam dapur (NaCl) adalah produk dari reaksi asam-basa

HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H₂O(l)

Namun, karena asam dan basa adalah elektrolit yang kuat, keduanya sepenuhnya terionisasi dalam larutan berair. Persamaan ioniknya adalah

H⁺(aq) + Cl⁻(aq) + Na⁺(aq) + OH⁻(aq) → Na⁺(aq) + Cl⁻(aq) + H₂O(l)

Oleh karena itu, reaksi dapat direpresentasi oleh persamaan ion bersih

H⁺(aq) +  OH⁻(aq) → H₂O(l)

Baik Na⁺ maupun Cl⁻ adalah ion spektator.

Jika kita memulai reaksi sebelumnya dengan jumlah molar yang sama dari asam kuat dan basa kuat, pada akhir reaksi kita hanya akan memiliki garam dan tanpa sisa asam atau basa. Rekasi ini adalah karakteristik dari reaksi netralisasi asam-basa.

Reaksi antara asam lemah seperti asam hidrosianat (HCN) dan basa kuat adalah

HCN(aq) + NaOH(aq) → NaCN(aq) + H₂O(l)

Karena HCN adalah asam lemah, HCN tidak terionisasi dalam larutan. Jadi, persamaan ionik ditulis sebagai

HCN(aq) + Na⁺(aq) + OH⁻(aq) → Na⁺(aq) + CN⁻(aq) + H₂O(l)

dan persamaan ion bersihnya adalah


HCN(aq) + OH⁻(aq) → CN⁻(aq) + H₂O(l)

Perlu dicatat bahwa hanya Na⁺  merupakan ion spektator, OH⁻ dan CN⁻ bukan.
Berikut ini juga contoh reaksi netralisasi asam-basa, yang diwakili oleh persamaan molekul:


Persamaan yang terakhir terlihat berbeda karena tidak menunjukkan adanya air sebagai produk. Namun, jika kita menyatakan NH₃(aq) sebagai NH₄⁺(aq) dan OH⁻(aq), seperti yang dibahas sebelumnya, maka persamaannya menjadi


HNO₃(aq) + NH₄⁺(aq) + OH⁻(aq) → NH₄NO₃(aq) + H₂O(l)

Reaksi Asam-Basa Yang Membentuk Gas
Garam tertentu seperti karbonat (mengandung ion CO₃²⁻), bikarbonat (mengandung ion HCO₃⁻), sulfit (mengandung ion SO₃²⁻), dan sulfida (mengandung ion S²⁻) bereaksi dengan asam membentuk produk gas. Sebagai contoh, persamaan molekul untuk reaksi antara natrium karbonat (Na₂CO₃) dan HCl(aq) adalah (lihat Gambar 4.6)


Na₂CO₃(aq) + 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H₂CO₃(aq)

Asam karbonat tidak stabil dan jika ada dalam larutan dalam konsentrasi yang cukup akan terurai sebagai berikut:



H₂CO₃(aq) → H₂O(l) + CO₂(g)

Reaksi serupa yang melibatkan garam lain yang disebutkan adalah


Ulasan Konsep
Manakah dari diagram berikut yang paling merepresentasi asam lemah? Yang merupakan asam yang sangat lemah? Yang merupakan asam kuat? Proton ada dalam air sebagai ion hidronium. Semua asam bersifat monoprotik. (Untuk penyederhanaan, molekul air tidak diperlihatkan.)


4.2 Reaksi Pengendapan

Salah satu jenis reaksi yang umum terjadi pada larutan dalam air (zat yang dilarutkan dalam air) adalah reaksi presipitasi atau reaksi pengendapan, yang menghasilkan pembentukan produk yang tidak larut, atau endapan. Endapan adalah padatan tidak larut yang tidak bercampur dengan larutan. Reaksi presipitasi biasanya melibatkan senyawa ionik. Sebagai contoh, ketika larutan encer timbal (II) nitrat [Pb(NO₃)₂] ditambahkan ke dalam larutan kalium iodida (KI), terbentuk endapan timbal (II) iodida (PbI₂) berwarna kuning:

Pb(NO₃)₂(aq) + 2KI(aq) → PbI₂(s) + 2KNO₃(aq)

Kalium nitrat tetap di dalam larutan. Gambar 4.3 menunjukkan reaksi ini sedang berlangsung.


Reaksi di atas adalah contoh dari reaksi metatesis (juga disebut reaksi perpindahan ganda atau substitusi), reaksi yang melibatkan pertukaran komponen antara dua senyawa. (Dalam hal ini, kation dalam kedua senyawa saling berganti anion, sehingga Pb²⁺ berakhir dengan I⁻ sebagai PbI₂ dan K⁺ berakhir dengan NO₃⁻ sebagai KNO₃.) Seperti yang akan kita pelajari, reaksi presipitasi yang dibahas dalam bab ini adalah contoh reaksi metatesis.


Gambar 4.3 Pembentukan endapan PbI₂ kuning ketika larutan Pb(NO₃)₂ ditambahkan ke dalam larutan KI.

Kelarutan
Bagaimana kita dapat memprediksi apakah endapan akan terbentuk ketika suatu senyawa ditambahkan ke dalam larutan atau ketika dua larutan dicampur? Hal itu tergantung pada kelarutan zat terlarut, yang didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam jumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Ahli kimia menyebutnya sebagai dapat larut, sedikit larut, atau tidak dapat larut dalam pengertian kualitatif. Suatu zat dikatakan dapat larut jika sejumlah besar zat larut ketika ditambahkan air. Jika tidak, zat tersebut dideskripsikan sebagai sedikit larut atau tidak dapat larut. Semua senyawa ionik adalah elektrolit yang kuat, tetapi tidak semuanya larut dalam air.

Tabel 4.2 mengelompokkan sejumlah senyawa ionik yang umum sebagai senyawa larut atau senyawa tidak larut. Perlu diingat, bahwa bahkan senyawa yang tidak larut pun larut sampai batas tertentu. Gambar 4.4 menunjukkan beberapa endapan.


Tabel 4.2 Aturan Kelarutan untuk Senyawa Ionik Umum dalam Air pada 25°C


Gambar 4.4. Penampilan beberapa endapan. Dari kiri ke kanan: CdS, PbS, Ni(OH)₂, dan Al(OH)₃.

Contoh 4.1 menerapkan aturan kelarutan dalam Tabel 4.2.

Contoh 4.1
Kelompokkan senyawa ionik berikut sebagai dapat larut atau tidak dapat larut: (a) perak sulfat (Ag₂SO₄), (b) kalsium karbonat (CaCO₃), (c) natrium fosfat (Na₃PO₄).

Strategi
Meskipun tidak perlu menghafal kelarutan senyawa, kita harus tetap mengingat aturan yang berguna berikut: semua senyawa ionik yang mengandung kation logam alkali; ion amonium; dan ion nitrat, bikarbonat, dan klorat adalah zat dapat larut. Untuk senyawa yang lain, kita perlu merujuk pada Tabel 4.2.

Penyelesaian 
(a) Menurut Tabel 4.2, Ag₂SO₄ tidak dapat larut. (b) Ini adalah karbonat dan Ca adalah logam Golongan 2A. Oleh karena itu, CaCO₃ tidak dapat larut. (c) Natrium adalah logam alkali (Golongan 1A) jadi Na₃PO₄ larut.

Latihan
Kelompokkan senyawa ionik berikut sebagai dapat larut atau tidak dapat larut: (a) CuS, (b) Ca(OH)₂, (c) Zn(NO₃)₂.

Persamaan Molekul, Persamaan Ion, dan Persamaan Ion Bersih
Persamaan yang menggambarkan presipitasi timbal (II) iodida pada persamaan diatas disebut persamaan molekul karena rumus-rumus senyawa ditulis seolah-olah semua spesi ada sebagai molekul atau satuan utuh. Persamaan molekul berguna karena mengidentifikasi reagen [yaitu, timbal (II) nitrat dan kalium iodida]. Jika kita ingin membawa reaksi ini di laboratorium, kita akan menggunakan persamaan molekul. Namun, persamaan molekul tidak menjelaskan secara rinci apa yang sebenarnya terjadi dalam larutan.

Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, ketika senyawa ionik larut dalam air, molekul dipecah menjadi kation dan anion komponennya. Agar lebih realistis, persamaan harus menunjukkan disosiasi senyawa ion terlarut menjadi anion dan kation. Oleh karena itu, kembali ke reaksi antara kalium iodida dan timbal  II) nitrat, kita menulis


Pb²⁺(aq) + 2NO₃⁻(aq) + 2K⁺(aq) + 2I⁻(aq) → PbI₂(s) + 2K⁺(aq) + 2NO₃⁻(aq)

Persamaan ini adalah contoh persamaan ionik, yang menunjukkan spesi terlarut sebagai ion bebas. Untuk melihat apakah endapan terbentuk dari larutan ini, pertama-tama kita menggabungkan kation dan anion dari senyawa yang berbeda; yaitu, PbI₂ dan KNO₃. Mengacu pada Tabel 4.2, kita melihat bahwa PbI₂ adalah senyawa tidak dapat larut dan KNO₃ dapat larut. Oleh karena itu, KNO₃ terlarut tetap dalam larutan sebagai ion K⁺ dan NO₃⁻ yang terhidrasi, yang disebut ion penonton, atau ion yang tidak terlibat dalam reaksi keseluruhan. Karena ion penonton muncul di kedua sisi persamaan, ion-ion ini dapat dihilangkan dari persamaan ionik

Pb²⁺(aq) + 2NO₃⁻(aq) + 2K⁺(aq) + 2I⁻(aq) → PbI₂(s) + 2K⁺(aq) + 2NO₃⁻(aq)

Akhirnya, kita mendapatkan persamaan ion bersih, yang hanya menunjukkan spesi yang benar-benar terlibat dalam reaksi pengendapan:

Pb²⁺(aq) +  2I⁻(aq) → PbI₂(s)

Melihat contoh lain, kita menemukan bahwa ketika larutan barium klorida (BaCl₂) ditambahkan ke dalam larutan natrium sulfat (Na₂SO₄), terbentuk endapan putih (Gambar 4.5). Memperlakukan ini sebagai reaksi metatesis, produknya adalah BaSO₄ dan NaCl. Dari Tabel 4.2 kita melihat bahwa hanya BaSO₄ yang tidak larut. Oleh karena itu, kita menulis persamaan molekul sebagai berikut

BaCl₂(aq) + Na₂SO₄(aq) → BaSO₄(s) + 2NaCl(aq)

Persamaan ion untuk reaksi adalah

Ba²⁺(aq) + 2Cl⁻(aq) + 2Na⁺(aq) + SO₄²⁻ (aq) → BaSO₄(s) + 2Na⁺(aq) + 2Cl⁻(aq)

Menghilangkan ion penonton (Na⁺ dan Cl⁻) di kedua sisi persamaan memberi kita persamaan ion bersih

Ba²⁺(aq) + SO₄²⁻ (aq) → BaSO₄(s)

Gambar 4.5 Pembentukan endapan BaSO₄.

Empat langkah berikut merangkum prosedur untuk menulis persamaan ion dan persamaan ion bersih:
  1. Tulis persamaan molekul yang setara untuk reaksi, menggunakan rumus yang benar untuk senyawa reaktan dan produk ionik. Lihat Tabel 4.2 untuk memutuskan produk mana yang tidak larut dan karena itu akan muncul sebagai endapan.
  2. Tulis persamaan ion untuk reaksi. Senyawa yang tidak muncul sebagai endapan harus ditampilkan sebagai ion bebas.
  3. Identifikasi dan hilangkan ion penonton di kedua sisi persamaan. Tuliskan persamaan ion bersih untuk reaksi.
  4. Periksa apakah muatan dan jumlah atom setara dalam persamaan ion bersih. 
Langkah-langkah ini diterapkan dalam Contoh 4.2.


Contoh 4.2

Prediksikan apakah yang terjadi ketika larutan kalium fosfat (K₃PO₄) dicampur dengan larutan kalsium nitrat [Ca(NO₃)₂]. Tuliskan persamaan ion bersih untuk reaksi ini!

Strategi
Dari informasi yang diberikan, pertama-tama berguna untuk menulis persamaan tidak setara

K₃PO₄(aq) + Ca(NO₃)₂(aq) → ?

Apa yang terjadi ketika senyawa ionik larut dalam air? Ion apa yang terbentuk dari pemisahan K₃PO₄ dan Ca(NO₃)₂? Apa yang terjadi ketika kation bertemu anion dalam larutan?

Penyelesaian 
Dalam larutan, K₃PO₄ terdisosiasi menjadi ion K⁺ dan PO₄³⁻ dan Ca(NO₃)₂ terdisosiasi menjadi ion Ca²⁺ dan NO₃⁻. Menurut Tabel 4.2, ion kalsium (Ca²⁺) dan ion fosfat (PO₄³⁻) akan membentuk senyawa yang tidak dapat larut, kalsium fosfat [Ca₃(PO₄)₂], sedangkan produk lainnya, KNO₃ dapat larut dan tetap dalam larutan sebagai ion. Karena itu, ini adalah reaksi presipitasi. Kita mengikuti prosedur bertahap yang baru saja dijelaskan.

Langkah 1: Persamaan molekul setara untuk reaksi ini adalah

2K₃PO₄(aq) + 3Ca(NO₃)₂(aq) → Ca₃(PO₄)₂(s) + 6KNO₃(aq)

Langkah 2: Untuk menulis persamaan ion, senyawa yang larut ditampilkan sebagai ion terdisosiasi:

6K⁺(aq) + 2PO₄³⁻ (aq) + 3Ca²⁺(aq) + 6NO₃⁻(aq) → 6K⁺(aq) + 6NO₃⁻(aq) + Ca₃(PO₄)₂(s)

Langkah 3: Menghilangkan ion penonton (K⁺ dan NO₃⁻) di setiap sisi persamaan, kita mendapatkan persamaan ion bersih:

3Ca²⁺(aq) + 2PO₄³⁻ (aq) → Ca₃(PO₄)₂(s)

Langkah 4: Perhatikan bahwa karena kita pertama-tama menyetarakan persamaan molekul, persamaan ion bersih disetarakan dengan jumlah atom di setiap sisi dan jumlah muatan positif (+6) dan negatif (-6) di sisi kiri adalah sama.

Latihan
Prediksikan apakah endapan akan dihasilkan dengan mencampurkan larutan Al(NO₃)₃ dengan larutan NaOH. Tuliskan persamaan ion bersih untuk reaksi ini!

Ulasan Konsep
Manakah dari gambar berikut yang secara akurat menggambarkan reaksi antara Ca(NO₃)₂(aq) dan Na₂CO₃(aq)? Untuk penyederhanaan, hanya ion Ca²⁺(kuning) dan CO₃²⁻ (biru) yang ditampilkan.


4.1 Sifat Umum Larutan (aq)

Suatu larutan adalah campuran dua atau lebih zat yang homogen. Zat terlarut adalah zat yang ada dalam jumlah yang lebih kecil, dan pelarut adalah zat yang ada dalam jumlah yang lebih besar. Suatu larutan dapat berupa gas (seperti udara), padat (seperti paduan logam), atau cairan (misalnya air laut). Pada bagian ini kita hanya akan membahas zat yang dilarutkan dalam air yang kita sebut larutan dalam air atau aqueous (aq), di mana zat terlarut awalnya berupa cairan atau padatan dan pelarutnya adalah air.



Sifat Elektrolit
Semua zat terlarut yang larut dalam air dapat menjadi salah satu dari dua kategori berikut: larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Elektrolit adalah zat yang, jika larut dalam air, menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan listrik. Nonelektrolit adalah zat yang terlarut dalam air tidak dapat menghantarkan listrik. Gambar 4.1 menunjukkan metode yang mudah dan langsung untuk membedakan antara elektrolit dan nonelektrolit. Sepasang elektroda inert (tembaga atau platinum) direndam dalam gelas berisi air. Untuk menyalakan bola lampu, arus listrik harus mengalir dari satu elektroda ke elektroda lainnya, sehingga melengkapi sirkuit. Air murni adalah penghantar listrik yang sangat buruk. Namun, jika kita menambahkan sedikit natrium klorida (NaCl), bola lampu akan bercahaya begitu garam larut dalam air. NaCl padat, merupakan senyawa ionik, terurai menjadi ion Na⁺ dan Cl⁻ ketika larut dalam air. Ion Na⁺ ditarik ke elektroda negatif (anoda), dan ion Cl⁻ ke elektroda positif (katoda). Gerakan ini mengatur arus listrik yang setara dengan aliran elektron di sepanjang kawat logam. Karena larutan NaCl menghantarkan listrik, kita mengatakan bahwa NaCl adalah elektrolit. Air murni mengandung sangat sedikit ion, sehingga tidak dapat menghantarkan listrik.

Dengan membandingkan kecerahan bola lampu untuk jumlah molar zat terlarut yang sama membantu kita membedakan antara elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Sifat elektrolit kuat adalah bahwa zat terlarut diasumsikan 100 persen terdisosiasi menjadi ion dalam larutan. (Dengan disosiasi yang dimaksudkan adalah memecah senyawa menjadi kation dan anion.) Dengan demikian, kita dapat merepresentasikan natrium klorida yang larut dalam air sebagai

Persamaan ini menunjukkan bahwa semua natrium klorida yang dilarutkan ke dalam air berakhir sebagai ion Na⁺ dan ion Cl⁻; tidak ada satuan NaCl yang tidak terdisosiasi dalam larutan.

Ketika elektroda ditempatkan dalam larutan elektrolit dan tegangan listrik diberikan, elektrolit akan menghantarkan arus listrik. Elektron tunggal biasanya tidak dapat melewati elektrolit; sebaliknya, reaksi kimia terjadi pada katoda yang mengonsumsi elektron dari anoda. Reaksi lain terjadi di anoda, menghasilkan elektron yang akhirnya ditransfer ke katoda. Akibatnya, awan muatan negatif berkembang dalam elektrolit di sekitar katoda, dan muatan positif berkembang di sekitar anoda. Ion-ion dalam elektrolit menetralkan muatan ini, memungkinkan elektron untuk terus mengalir dan reaksi berlanjut.


Gambar 4.1. Pengaturan untuk membedakan antara larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Kemampuan larutan untuk menghantarkan listrik tergantung pada jumlah ion yang dikandungnya. (a) Larutan nonelektrolit tidak mengandung ion, dan bola lampu tidak menyala. (b) Larutan elektrolit lemah mengandung sejumlah kecil ion, dan bola lampu menyala redup. (c) Suatu larutan elektrolit yang kuat mengandung sejumlah besar ion, dan bola lampu menyala terang. Jumlah molar zat terlarut adalah sama dalam ketiga larutan.

Tabel 4.1 Kelompok Zat Terlarut Yang Larut Dalam Air
*H₂SO₄ memiliki dua ion H⁺ terionisasi.
Air murni adalah elektrolit yang sangat lemah.

Tabel 4.1 mencantumkan contoh zat terlarut yang dikelompokkan menjadi elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan nonelektrolit. Senyawa ionik, seperti natrium klorida, kalium iodida (KI), dan kalsium nitrat [Ca(NO₃)₂], adalah elektrolit yang kuat. Sangat menarik untuk dicatat bahwa cairan tubuh manusia mengandung banyak elektrolit yang kuat dan lemah.

Air adalah pelarut yang sangat efektif untuk senyawa ionik. Walaupun air adalah molekul yang netral secara listrik, air memiliki daerah positif (atom H) dan daerah negatif (atom O), atau "kutub" positif dan "kutub" negatif; karena alasan inilah air merupakan pelarut polar. Ketika senyawa ionik seperti natrium klorida larut dalam air, jaringan tiga dimensi ion dalam padatan kristal ionik dipecah (terdisosiasi). Ion Na⁺ dan Cl⁻ dipisahkan antara satu sama lain dan mengalami hidrasi, yaitu proses di mana ion dikelilingi oleh molekul air yang tersusun dengan cara tertentu. Setiap ion Na⁺ dikelilingi oleh sejumlah molekul air yang mengarahkan kutub negatifnya ke arah kation. Demikian pula, setiap ion Cl⁻ dikelilingi oleh molekul air dengan kutub positif yang berorientasi pada anion (Gambar 4.2). Hidrasi membantu menstabilkan ion dalam larutan dan mencegah kation bergabung dengan anion.


Gambar 4.2 Hidrasi ion Na⁺ dan Cl⁻

Asam dan basa juga merupakan elektrolit. Beberapa asam, termasuk asam klorida (HCl) dan asam nitrat (HNO₃), adalah elektrolit yang kuat. Asam-asam ini diasumsikan terionisasi seluruhnya dalam air; misalnya, ketika gas hidrogen klorida larut dalam air, gas ini membentuk ion H⁺ dan Cl⁻ yang terhidrasi:



CH₃COOH
Dengan kata lain, semua molekul HCl terlarut dalam air terionisasi menjadi ion H⁺ terhidrasi dan Cl⁻ terhidrasi. Jadi, jika kita menulis HCl (aq), dapat dipahami bahwa dalam larutan hanya ada ion H⁺ (aq) terhidrasi dan Cl⁻ (aq) terhidrasi tetapi tidak ada molekul HCl yang tetap eksis dalam larutan. Di sisi lain, asam-asam tertentu, seperti asam asetat (CH₃COOH), yang memberikan rasa asam pada cuka, tidak terionisasi seluruhnya dan merupakan elektrolit yang lemah. Kita mereprsentasikan ionisasi asam asetat sebagai
di mana CH₃COO⁻ disebut ion asetat. Kita menggunakan istilah ionisasi untuk menggambarkan pemisahan asam dan basa menjadi ion. Dengan menulis rumus asam asetat sebagai CH₃COOH, kita menunjukkan bahwa proton yang dapat terionisasi ada dalam gugus -COOH.

Ionisasi asam asetat ditulis dengan panah ganda untuk menunjukkan bahwa reaksi itu adalah reaksi reversibel; yaitu, reaksi yang dapat terjadi bolak-balik. Awalnya, sejumlah molekul CH₃COOH pecah menjadi ion CH₃COO⁻ dan H⁺. Seiring berjalannya waktu, sebagian ion CH₃COO⁻ dan H⁺ bergabung kembali membentuk molekul CH₃COOH. Akhirnya, suatu keadaan tercapai di mana molekul asam terionisasi secepat ion bergabung kembali. Keadaan kimiawi seperti itu, di mana tidak ada perubahan bersih dapat diamati (meskipun aktivitasnya kontinu pada tingkat molekul), disebut kesetimbangan kimia. Asam asetat adalah elektrolit yang lemah karena ionisasi dalam air tidak sempurna. Sebaliknya, dalam larutan asam klorida ion H⁺ dan Cl⁻ tidak memiliki kecenderungan untuk bergabung kembali dan membentuk molekul HCl. Kita menggunakan panah tunggal untuk merepresentasi ionisasi sempurna.


Ulasan Konsep
Gambar berikut ini menunjukkan tiga senyawa AB₂ (a), AC₂ (b), dan AD₂ (c) yang dilarutkan dalam air. Mana yang merupakan elektrolit terkuat dan mana yang terlemah? (Untuk penyederhanaan, molekul air tidak diperlihatkan.)