Showing posts with label bab 5. Show all posts
Showing posts with label bab 5. Show all posts

Monday, January 21, 2019

5.3 Hukum Gas

Hukum gas yang akan kita pelajari dalam bab ini adalah hasil eksperimen yang tak terhitung jumlahnya pada sifat fisika gas yang dilakukan selama beberapa abad. Masing-masing generalisasi mengenai perilaku makroskopis zat berwujud gas mewakili tonggak sejarah ilmu pengetahuan. Bersama-sama mereka telah memainkan peran utama dalam pengembangan banyak ide dalam kimia.

Hubungan Tekanan-Volume: Hukum Boyle

Pada abad ketujuh belas, Robert Boyle mempelajari perilaku gas secara sistematis dan kuantitatif. Dalam satu seri studi, Boyle menyelidiki hubungan tekanan-volume dari sampel gas. Data yang dikumpulkan oleh Boyle ditunjukkan pada Tabel 5.2. Perhatikan bahwa ketika tekanan (P) meningkat pada suhu tetap, volume (V) yang ditempati oleh jumlah gas tertentu berkurang. Bandingkan titik data pertama dengan tekanan 724 mmHg dan volume 1,50 (dalam satuan yang diinginkan) ke titik data terakhir dengan tekanan 2.250 mmHg dan volume 0,58. Jelas ada hubungan terbalik antara tekanan dan volume gas pada suhu tetap. Ketika tekanan meningkat, volume yang ditempati oleh gas berkurang. Sebaliknya, jika tekanan yang diberikan berkurang, volume yang ditempati gas meningkat. Hubungan ini sekarang dikenal sebagai hukum Boyle, yang menyatakan bahwa tekanan dari sejumlah tetap suatu gas pada suhu tetap berbanding terbalik dengan volume gas.

Peralatan yang digunakan oleh Boyle dalam percobaan ini sangat sederhana (Gambar 5.5). Pada Gambar 5.5 (a), tekanan yang diberikan pada gas sama dengan tekanan atmosfer dan volume gas adalah 100 mL. (Perhatikan bahwa tabung terbuka di bagian atas dan karena itu dikenai tekanan atmosfer.) Pada Gambar 5.5 (b), lebih banyak merkuri telah ditambahkan untuk menggandakan tekanan pada gas, dan volume gas berkurang hingga 50 mL. Tiga kali lipat tekanan pada gas bertambah volumenya berkurang hingga sepertiga dari nilai awalnya [Gambar 5.5 (c)].

Gambar 5.5 Peralatan untuk mempelajari hubungan antara tekanan dan volume gas. (a) Kadar merkuri tetap dan tekanan gas sama dengan tekanan atmosfer (760 mmHg). Volume gas adalah 100 mL. (b) Menggandakan tekanan dengan menambahkan lebih banyak merkuri mengurangi volume gas hingga 50 mL. (c) Tekanan tiga kali lipat menurunkan volume gas hingga sepertiga dari nilai awalnya. Suhu dan jumlah gas dijaga tetap.


Dapat ditulis persamaan matematika yang menunjukkan hubungan terbalik antara tekanan dan volume:

di mana simbol ∝ berarti sebanding dengan. Dapat diubah ∝ menjadi tanda sama dengan dan menulis
(5.1a)


di mana k₁ adalah konstanta yang disebut konstanta proporsionalitas. Persamaan (5.1a) adalah ekspresi matematis dari hukum Boyle. Dapat diatur ulang Persamaan (5.1a) dan diperoleh

PV = k₁  (5.1b)


Bentuk hukum Boyle ini menyatakan bahwa hasilkali dari tekanan dan volume gas pada suhu dan jumlah gas tetap adalah tetap. Gambar teratas pada Gambar 5.6 adalah representasi skematis dari hukum Boyle. Kuantitas n adalah jumlah mol gas dan R adalah konstanta yang harus didefinisikan dalam Bagian 5.4. Kita akan mempelajari di Bagian 5.4 bahwa konstanta proporsionalitas k₁ dalam Persamaan (5.1b) sama dengan nRT.

Konsep satu besaran yang proporsional dengan besaran yang lain dan penggunaan konstanta proporsionalitas dapat diklarifikasi melalui analogi berikut. Penghasilan harian bioskop XXI tergantung pada harga tiket (dalam rupiah per tiket) dan jumlah tiket yang terjual. Dengan asumsi bahwa bioskop membebankan satu harga untuk semua tiket, dapat ditulis
pendapatan = (rupiah/tiket) x jumlah tiket terjual


Karena jumlah tiket yang dijual bervariasi dari hari ke hari, pendapatan pada hari tertentu dikatakan sebanding dengan jumlah tiket yang terjual:
pendapatan  ∝ jumlah tiket terjual
= C x jumlah tiket terjual

di mana C, konstanta proporsionalitas, adalah harga per tiket.


Gambar 5.6 Ilustrasi skematis tentang hukum Boyle, hukum Charles, dan hukum Avogadro.


Gambar 5.7 menunjukkan dua cara konvensional untuk mengekspresikan temuan Boyle secara grafis. Gambar 5.7 (a) adalah grafik dari persamaan PV = k₁; Gambar 5.7 (b) adalah grafik persamaan ekuivalen P = k₁ x 1/V. Perhatikan bahwa yang terakhir adalah persamaan linier dari bentuk y = mx + b, di mana b = 0 dan m = k₁.
Gambar 5.7 Grafik yang menunjukkan variasi volume gas dengan tekanan yang diberikan pada gas, pada suhu tetap. (a) P terhadap V. Perhatikan bahwa volume gas bertambah dua kali lipat saat tekanannya dikurangi setengahnya. (b) P terhadap 1/V. Kemiringan garis sama dengan k₁.


Meskipun nilai dari masing-masing tekanan dan volume dapat sangat bervariasi untuk sampel gas tertentu, selama suhu tetap konstan dan jumlah gas tidak berubah, P kali V selalu sama dengan konstanta yang sama. Oleh karena itu, untuk sampel gas tertentu di bawah dua set keadaan yang berbeda pada suhu tetap, diperoleh
P₁V₁ = k₁ = P₂V₂
atau
P₁V₁ = P₂V₂

di mana V₁ dan V₂ adalah volume masing-masing pada tekanan P₁ dan P₂.


Hubungan Suhu-Volume: Hukum Charles dan Gay-Lussac
Hukum Boyle tergantung pada suhu sistem yang tetap. Tetapi misalkan suhu berubah: Bagaimana perubahan suhu mempengaruhi volume dan tekanan gas? Untuk melihat pengaruh suhu pada volume gas, Peneliti paling awal dari hubungan ini adalah ilmuwan Prancis, Jacques Charles dan Joseph Gay-Lussac. Penelitiannya menunjukkan bahwa, pada tekanan tetap, volume sampel gas mengembang ketika dipanaskan dan menyusut saat didinginkan (Gambar 5.8). Hubungan kuantitatif yang terlibat dalam perubahan suhu dan volume gas ternyata sangat konsisten. Sebagai contoh, dapat diamati sebuah fenomena menarik ketika mempelajari hubungan suhu-volume pada berbagai tekanan. Pada tekanan berapa pun, plot volume terhadap suhu menghasilkan garis lurus. Dengan memperpanjang garis ke volume nol, ditemukan perpotongan pada sumbu suhu dengan nilai -273,15ºC. Pada tekanan lain, diperoleh garis lurus yang berbeda dari plot antara suhu-volume, tetapi didapatkan perpotongan suhu pada volume nol yang sama, yaitu pada -273,15ºC (Gambar 5.9). (Dalam praktiknya, dapat diukur volume gas hanya pada kisaran suhu terbatas, karena semua gas mengembun pada suhu rendah membentuk cairan.)

Pada tahun 1848 Lord Kelvin menyadari arti penting dari fenomena ini. Ia mengidentifikasi -273,15ºC sebagai nol mutlak, secara teoritis suhu terendah yang dapat dicapai. Kemudian dia mengatur skala suhu mutlak, yang sekarang disebut skala suhu Kelvin, dengan nol mutlak sebagai titik awal. (lihat Bagian 1.7). Pada skala Kelvin, satu kelvin (K) besarnya sama dengan satu derajat Celcius. Satu-satunya perbedaan antara skala suhu mutlak dan skala Celcius adalah bahwa posisi nol digeser. Poin-poin penting pada dua skala disusun sebagai berikut:


                           Skala Kelvin       Celsius
Nol mutlak                0 K                  -273,15ºC
Titik beku air        273,15 K                  0ºC
Titik didih air        373,15 K                100ºC


Konversi antara ºC dan K diberikan. Dalam sebagian besar perhitungan akan digunakan 273 bukannya 273,15 sebagai istilah yang berhubungan dengan K dan ºC. Dengan perjanjian, digunakan T untuk menunjukkan suhu mutlak (Kelvin) dan t untuk menunjukkan suhu pada skala Celcius.

Ketergantungan volume gas pada suhu diberikan oleh
(5.3)

di mana k₂ adalah konstanta proporsionalitas. Persamaan (5.3) dikenal sebagai hukum Charles dan Gay-Lussac, atau hanya hukum Charles, yang menyatakan bahwa volume sejumlah tetap gas yang dipertahankan pada tekanan tetap berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Hukum Charles juga diilustrasikan pada Gambar 5.6. Dapat dilihat bahwa konstanta proporsionalitas k₂ dalam Persamaan (5.3) sama dengan nR/P.

Seperti yang dilakukan untuk hubungan tekanan-volume pada suhu tetap, dapat dibandingkan dua set keadaan volume-suhu untuk sampel gas tertentu pada tekanan tetap. Dari Persamaan (5.3) dapat ditulis
atau
(5.4)

di mana V₁ dan V₂ adalah volume masing-masing gas pada suhu T₁ dan T₂ (keduanya dalam Kelvin).

Bentuk lain dari hukum Charles menunjukkan bahwa pada jumlah gas dan volume tetap, tekanan gas sebanding dengan suhu
atau
(5.5)

Dari Gambar 5.6 dapat dilihat bahwa k₃ = nR/V. Dimulai dengan Persamaan (5.5), diperoleh


atau
(5.6)

di mana P₁ dan P₂ adalah tekanan gas masing-masing pada suhu T₁ dan T₂.


Hubungan Volume-Jumlah Mol: Hukum Avogadro
Karya ilmuwan Italia Amedeo Avogadro melengkapi studi tentang Boyle, Charles, dan Gay-Lussac. Pada tahun 1811 ia menerbitkan hipotesis yang menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas yang sama memiliki jumlah molekul yang sama (atau atom jika gasnya monatomik). Oleh karena itu, volume gas apa pun yang diberikan harus sebanding dengan jumlah mol molekul yang ada; itu adalah,


(5.7)


di mana n mewakili jumlah mol dan k₄ adalah konstanta proporsionalitas. Persamaan (5.7) adalah ekspresi matematis hukum Avogadro, yang menyatakan bahwa pada tekanan dan suhu tetap, volume gas berbanding lurus dengan jumlah mol gas yang ada. Dari Gambar 5.6 kita melihat bahwa k₄ = RT/P.


Menurut hukum Avogadro dapat dilihat bahwa ketika dua gas bereaksi satu sama lain, volume reaksi gas-gas memiliki rasio sederhana antara satu sama lain. Jika produk tersebut berupa gas, volumenya terkait dengan volume reaktan dengan rasio sederhana (fakta yang ditunjukkan sebelumnya oleh Gay-Lussac). Sebagai contoh, perhatikan sintesis amonia dari molekul hidrogen dan molekul nitrogen

Karena, pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas berbanding lurus dengan jumlah mol gas yang ada, sekarang dapat ditulis


Rasio volume molekul hidrogen dengan molekul nitrogen adalah 3: 1, dan amonia (produk) dengan jumlah volume molekul hidrogen dan mol molekul nitrogen (reaktan) adalah 2:4 atau 1:2 (Gambar 5.10 ).

Gambar 5.10 Hubungan volume gas dalam suatu reaksi kimia. Rasio volume molekul hidrogen dengan molekul nitrogen adalah 3:1, dan amonia (produk) dengan molekul hidrogen dan molekul nitrogen yang digabungkan (reaktan) adalah 2:4, atau 1:2.

Contoh-contoh kerja yang menggambarkan hukum gas disajikan pada Bagian 5.4.

5.2 Tekanan Gas

Gas memberikan tekanan pada permukaan apa pun yang bersentuhan dengannya, karena molekul gas terus bergerak. Manusia telah beradaptasi dengan baik secara fisiologis terhadap tekanan udara di sekitarnya sehingga biasanya tidak menyadarinya, mungkin seperti halnya ikan yang tidak menyadari akan tekanan air terhadap dirinya.

Sangat mudah untuk menunjukkan tekanan atmosfer. Salah satu contoh sehari-hari adalah kemampuan untuk minum cairan melalui sedotan. Mengisap udara keluar dari sedotan mengurangi tekanan di dalam sedotan. Tekanan atmosfer yang lebih besar pada cairan mendorongnya ke dalam sedotan untuk menggantikan udara yang telah tersedot keluar.


Satuan Tekanan Menurut SI

Tekanan merupakan salah satu sifat gas yang paling mudah diukur. Untuk memahami bagaimana mengukur tekanan gas, akan sangat membantu untuk mengetahui bagaimana satuan pengukuran diturunkan. Dimulai dengan kecepatan dan percepatan.

Kecepatan didefinisikan sebagai jarak perpindahan per satuan waktu; yaitu adalah,

Satuan SI untuk kecepatan adalah m/s, tetapi juga akan digunakan cm/s.


Percepatan adalah perubahan kecepatan per satuan waktu, atau

Percepatan diukur dalam m/s² (atau dapat juga digunakan cm/s²).


Hukum kedua gerak, yang dirumuskan oleh Sir Isaac Newton pada akhir abad ke-17, mendefinisikan istilah lain, dari mana satuan-satuan tekanan diturunkan, yaitu, gaya. Menurut hukum ini,

gaya = massa x percepatan

Dalam konteks ini, satuan gaya SI adalah newton (N), di mana

1 N = 1 kg m/s²

Akhirnya, dapat didefinisikan tekanan sebagai gaya yang diterapkan per satuan luas:
Satuan SI tekanan adalah pascal (Pa), didefinisikan sebagai satu newton per meter persegi:
1 Pa = 1 N/m²

Tekanan atmosfer
Atom-atom dan molekul-molekul gas di atmosfer, seperti halnya semua materi lainnya, patuh pada hukum gaya gravitasi bumi. Akibatnya, atmosfer jauh lebih rapat di dekat permukaan bumi daripada di ketinggian tertentu. (Udara di luar kabin pesawat yang bertekanan pada 9 km terlalu tipis untuk bernapas.) Faktanya, kerapatan udara berkurang sangat cepat dengan meningkatnya jarak dari bumi. Pengukuran menunjukkan bahwa sekitar 50 persen atmosfer terletak dalam 6,4 km dari permukaan bumi, 90 persen dalam 16 km, dan 99 persen dalam 32 km. Tidak mengherankan, semakin rapat udaranya, semakin besar tekanan yang diberikannya. Gaya yang dialami oleh setiap wilayah mana pun yang terpapar atmosfer bumi sama dengan berat kolom udara yang terpapar di atasnya. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang diberikan oleh atmosfer bumi (Gambar 5.2). Nilai aktual tekanan atmosfer tergantung pada lokasi, suhu, dan kondisi cuaca.
Gambar 5.2. Kolom udara yang memanjang dari permukaan laut ke atmosfer bagian atas.

Apakah tekanan atmosfer hanya bertindak ke bawah, seperti yang mungkin dapat disimpulkan dari definisi di atas? Bayangkan apa yang akan terjadi kemudian, jika selembar kertas sampul berukuran A4 dipegang (dengan kedua tangan) di atas kepala dan meletakannya. Mungkin diharapkan kertas menekuk karena tekanan udara yang bekerja padanya, tetapi ini tidak terjadi. Alasannya adalah bahwa udara, seperti halnya air, adalah fluida. Tekanan yang diberikan pada suatu benda dalam fluida datang dari segala arah — ke bawah dan ke atas, serta dari kiri dan dari kanan. Pada tingkat molekul, tekanan udara dihasilkan dari tabrakan antara molekul udara dan permukaan apa pun yang bersentuhan dengannya. Besarnya tekanan tergantung pada seberapa sering dan seberapa kuat molekul bertabrakan pada permukaan. Ternyata ada banyak molekul yang mengenai kertas dari atas seperti halnya ada di bawahnya, sehingga kertas tetap menempel dan tidak menekuk.

Bagaimana tekanan atmosfer diukur? Barometer mungkin merupakan instrumen yang paling dikenal untuk mengukur tekanan atmosfer. Barometer sederhana terdiri dari tabung kaca panjang, ditutup di satu ujung dan diisi dengan merkuri. Jika tabung dengan hati-hati dibalik di dalam piringan merkuri sehingga tidak ada udara yang masuk ke tabung, beberapa merkuri akan mengalir keluar dari tabung ke dalam piringan, menciptakan ruang hampa udara di bagian atas (Gambar 5.3). Berat merkuri yang tersisa dalam tabung didorong oleh tekanan atmosfer yang bekerja pada permukaan merkuri dalam piringan. Tekanan atmosfer standar (1 atm) sama dengan tekanan yang menopang kolom merkuri tepatnya setinggi 760 mm (atau 76 cm) pada 0°C di permukaan laut. Dengan kata lain, atmosfer standar sama dengan tekanan 760 mmHg, di mana mmHg mewakili tekanan yang diberikan oleh kolom merkuri setinggi 1 mm. Satuan mmHg juga disebut torr, setelah ilmuwan Italia Evangelista Torricelli, menemukan barometer. Demikian sehingga,

1 torr = 1 mmHg
dan
1 atm = 760 mmHg

Hubungan antara atmosfer dan pascal (lihat Lampiran 2) adalah

1 atm = 101.325 Pa
1 atm = 1,01325 x 10⁵ Pa

dan karena 1.000 Pa = 1 kPa (kilopascal)

1 atm = 1,01325 x 10² kPa
Gambar 5.3 Barometer untuk mengukur tekanan atmosfer. Di atas merkuri dalam tabung ada ruang hampa. (Ruang tersebut sebenarnya mengandung jumlah uap merkuri yang sangat kecil.) Kolom merkuri didorong oleh tekanan atmosfer.

Contoh 5.1 dan 5.2 menunjukkan konversi dari mmHg menjadi atm dan kPa.

Contoh 5.1
Tekanan di luar pesawat jet yang terbang pada ketinggian tinggi jauh di bawah tekanan atmosfer standar. Karena itu, udara di dalam kabin harus diberi tekanan untuk melindungi penumpang. Berapa tekanan di atmosfer di kabin jika pembacaan barometer adalah 688 mmHg?

Strategi
Karena 1 atm = 760 mmHg, faktor konversi berikut diperlukan untuk mendapatkan tekanan di atmosfer


Penyelesaian
Tekanan di kabin diberikan oleh
Latihan
Konversi 749 mmHg ke atmosfer.

Contoh 5.2

Tekanan atmosfer di San Francisco pada hari tertentu adalah 732 mmHg. Berapa tekanan dalam kPa?

Strategi

Diminta untuk mengkonversi mmHg menjadi kPa. Karena


1 atm = 1,01325 x 10⁵ Pa = 760 mmHg

faktor konversi yang dibutuhkan adalah

Penyelesaian
Tekanan dalam kPa adalah

Latihan
Konversi 295 mmHg menjadi kilopascal.

Manometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan gas selain atmosfer. Prinsip operasi manometer mirip dengan barometer. Ada dua jenis manometer, ditunjukkan pada Gambar 5.4. Manometer tabung tertutup biasanya digunakan untuk mengukur tekanan di bawah tekanan atmosfer [Gambar 5.4 (a)], sedangkan manometer tabung terbuka lebih cocok untuk mengukur tekanan yang sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer [Gambar 5.4 (b)].

Hampir semua barometer dan banyak manometer menggunakan merkuri sebagai fluida yang berfungsi, meskipun faktanya merkuri adalah zat beracun dengan uap berbahaya. Alasannya adalah bahwa merkuri memiliki kerapatan yang sangat tinggi (13,6 g/mL) dibandingkan dengan kebanyakan cairan lainnya. Karena ketinggian cairan dalam kolom berbanding terbalik dengan kerapatan cairan, sifat ini memungkinkan konstruksi barometer dan manometer kecil yang dikelola dengan baik.

Gambar 5.4 Dua jenis manometer yang digunakan untuk mengukur tekanan gas. (a) Tekanan gas lebih kecil dari tekanan atmosfer. (b) Tekanan gas lebih besar dari tekanan atmosfer.

Ulasan Konsep
Apakah akan lebih mudah untuk minum air dengan sedotan di atas atau di kaki gunung Mt. Everest?

5.1 Zat-zat Yang Berwujud Gas

Manusia hidup di dasar lautan udara yang komposisinya sekitar 78% gas N₂, 21% gas O₂, dan 1% gas lainnya, termasuk CO₂. Saat ini, sifat-sifat kimia dari campuran gas-gas penting ini telah menjadi sumber minat besar karena pengaruhnya terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan. Kimia atmosfer dan gas pencemar dibahas dalam Bab 17. Di bab ini akan difokuskan secara umum pada perilaku zat yang bewujud gas pada keadaan standar atau keadaan atmosfer normal, yang didefinisikan sebagai 25°C dan tekanan 1 atmosfer (atm).

Gambar 5.1 menunjukkan unsur-unsur yang berwujud gas pada keadaan atmosfer normal. Pertimbangkan bahwa gas hidrogen, nitrogen, oksigen, florin, dan klorin ada sebagai molekul diatomik: H₂, N₂, O₂, F₂, dan Cl₂. Alotrop oksigen, yaitu ozon (O₃), juga berwujud gas pada suhu kamar. Semua unsur dalam Golongan 8A, yaitu gas mulia, adalah gas monatomik: He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn.



Gambar 5.1 Unsur yang berwujud gas pada 25ºC dan 1 atm. Gas mulia (unsur Golongan 8A) adalah spesi monatomik; unsur-unsur gas lain berada sebagai molekul diatomik. Ozon (O₃) juga merupakan gas.

Tabel 5.1 Beberapa Zat Ditemukan Berwujud Gas pada 1 atm dan 25°C


Senyawa ionik tidak ada yang berwujud gas pada 25°C dan 1 atm, karena kation dan anion dalam padatan ionik disatukan oleh kekuatan elektrostatik yang sangat kuat; yaitu, kekuatan antara muatan positif dan negatif. Untuk mengatasi atraksi ini harus diterapkan sejumlah besar energi, yang dalam praktiknya dengan cara memanaskan benda padat menggunakan kekuatan panas yang tinggi. Dalam kondisi normal, yang bisa dilakukan hanyalah melelehkan padatan; misalnya, NaCl meleleh pada suhu agak tinggi 800°C. Untuk mendidihkannya, kita harus menaikkan suhu hingga di atas 1.000°C.

Perilaku senyawa molekul (biasanya senyawa kovalen) lebih bervariasi. Beberapa — misalnya, CO, CO₂, HCl, NH₃, dan CH₄ (metana) —adalah gas, tetapi sebagian besar senyawa kovalen adalah cairan atau padatan pada suhu kamar. Namun, pada pemanasan senyawa kovalen dikonversi menjadi gas, jauh lebih mudah daripada senyawa ionik. Dengan kata lain, senyawa kovalen biasanya mendidih pada suhu yang jauh lebih rendah daripada senyawa ionik. Tidak ada aturan sederhana untuk membantu kita menentukan apakah suatu senyawa kovalen tertentu berwujud gas dalam kondisi atmosfer normal. Untuk membuat tekad seperti itu, perlu dipahami sifat dan besarnya kekuatan-kekuatan atraktif di antara molekul-molekul, yang disebut gaya antarmolekul (dibahas pada Bab 11)Secara umum, semakin kuat daya tarik ini, semakin kecil kemungkinan senyawa dapat eksis sebagai gas pada suhu normal.



Dari gas yang tercantum dalam Tabel 5.1, hanya O₂ yang penting untuk kelangsungan hidup di bumi. Hidrogen sulfida (H₂S) dan hidrogen sianida (HCN) merupakan senyawa racun yang mematikan. Beberapa lainnya, seperti CO, NO₂, O₃, dan SO₂, agak kurang beracun. Gas-gas He, Ne, dan Ar secara kimia inert; yaitu, semuanya tidak bereaksi dengan zat lain apa pun. Sebagian besar gas tidak berwarna. Pengecualian adalah F₂, Cl₂, dan NO₂. Warna gelap-coklat dari NO₂ kadang-kadang terlihat di udara yang tercemar. Semua gas memiliki karakteristik fisik berikut:
  • Gas memilik volume dan bentuk menyerupai wadahnya.
  • Gas merupakan wujud materi yang paling mudah dimampatkan.
  • Gas-gas akan segera bercampur secara merata dan sepenuhnya jika ditempatkan pada wadah yang sama.
  • Gas memiliki kerapatan jauh lebih rendah daripada cairan dan padatan.

V terhadap P Pada Suhu (T) Tetap

V terhadap T Pada Tekanan (P) Tetap


5. Gas



KONSEP PENTING
  • Diulai dengan mempelajari zat-zat yang berwujud gas dan sifat-sifat umumnya. (5.1)
  • Satuan untuk menyatakan tekanan gas dan sifat tekanan atmosfer. (5.2)
  • Hubungan antara tekanan, volume, suhu, dan jumlah (mol) gas dalam kaitannya dengan berbagai hukum gas. Hukum-hukum ini dapat dirangkum dengan persamaan gas ideal, yang dapat digunakan untuk menghitung kerapatan atau massa molar gas. (5.3 dan 5.4)
  • Persamaan gas ideal dapat digunakan untuk mempelajari stoikiometri yang melibatkan gas. (5.5)
  • Perilaku campuran gas dapat dipahami dengan hukum tekanan parsial Dalton, yang merupakan perluasan dari persamaan gas ideal. (5.6)
  • Teori kinetika molekul gas, yang didasarkan pada sifat-sifat masing-masing molekul, dapat digunakan untuk menggambarkan sifat makroskopis seperti tekanan dan suhu gas. Teori ini memungkinkan untuk memperoleh persamaan kecepatan molekul pada suhu tertentu, dan memahami fenomena seperti difusi gas dan efusi gas. (5.7)
  • Faktor koreksi untuk perilaku gas non-ideal menggunakan persamaan van der Waals. (5.8)
Dalam keadaan tekanan dan suhu tertentu, sebagian besar zat dapat berada pada salah satu dari tiga wujud materi: padat, cair, atau gas. Air, misalnya, bisa berupa padat, cair atau gas. Sifat fisika suatu zat seringkali tergantung pada keadaannya.

Gas adalah bahan kajian bab 5 ini, lebih sederhana daripada cairan dan padatan dalam banyak hal. Gerakan molekul dalam gas benar-benar acak, dan kekuatan tarik-menarik antar molekul gas sangat kecil sehingga setiap molekul bergerak bebas dan pada dasarnya tidak tergantung pada molekul lain. Mengalami perubahan suhu dan tekanan, lebih mudah untuk memprediksi perilaku gas. Hukum yang mengatur perilaku ini telah memainkan peran penting dalam pengembangan teori atom dan teori kinetika molekul gas.